Title:
Trouble Maker Next
Door
Scriptwriter:
NanaJji
(@nana.novita)
Cast(s):
Jeon
Jungkook [BTS] || Kim Soojin [OC] || Park Jimin [BTS] || Kim Taehyung [BTS] ||
Park Yooji [OC] || Kim Myungsoo [INFINITE] || Park Chanyeol [EXO] || and the other
cast(s)
Genre:
Romance. Family. Friendship. A lil’bit Comedy.
Duration: Oneshot
Rating:
Teen
Summary:
“Kau pikir keluarga kami gila?”
“Iya,” jawab Jungkook dalam hati.
.
.
.
“Ya, ya!! Aku membawa kabar baru!!”
Taehyung berteriak
dari arah pintu sampai ruang tengah, dimana disana Soojin dan
Myungsoo−saudaranya−sedang tidur-tiduran dengan malas. Kedua orang itu langsung
terbangun dengan semangat lalu duduk rapi siap mendengar berita Taehyung.
“Wae geurae, oppa?” Soojin bertanya tak
sabaran. Kedua matanya terbuka lebar dan menatap Taehyung penuh harap.
“Kita punya
tetangga baru! Tepat di sebelah rumah kita. Tadi aku sempat berbincang-bincang
dengan ahjuma disana, dan kau tahu?
Anaknya seumuran denganmu!!” cerita Taehyung panjang lebar dengan penuh
semangat sambil menunjuk Soojin.
“Mwo? Dia cantik atau tampan?” Kini
giliran Myungsoo yang bertanya dengan antusias. Di dalam hati ia berharap bahwa
jawaban Taehyung adalah cantik. Itu bisa jadi kesempatan baginya yang selama
ini hanya sendiri.
“Aku tidak tahu.
Aku tidak melihat anaknya,” ujar Taehyung kecewa. Myungsoo dan Soojin langsung
menghembuskan napas panjang dan mengendorkan tubuhnya.
“Ah, oppa
ini bagaimana? Membawa info yang tidak lengkap.” Taehyung hanya memperlihatkan
wajah tak bersalahnya dengan sedikit aegyo.
Myungsoo dan Soojin langsung memutar bola matanya melihat tingkah Taehyung,
memang selalu seperti itu. “Kajja!
Lebih baik kita lihat langsung!!” Soojin berdiri sambil memperbaiki rambut dan
penampilannya. Kedua kakaknya pun mengikuti langkah Soojin. Mereka bertiga
akhirnya berjalan untuk mencari kebenaran.
“Annyeong haseyo!!”
Sapa ketiga
bersaudara itu ketika sampai di hadapan sepasang wanita dan pria dewasa yang
seumuran dengan orang tua mereka. “Kami dari tetangga sebelah. Saya Kim
Myungsoo, ini adik saya Kim Taehyung dan juga Kim Soojin. Senang bertetangga
dengan kalian.” Myungsoo mengakhiri perkenalan keluarga Kim selayaknya leader-leader di sebuah boygrup. Itu memang tugasnya sebagai
kakak tertua.
“Eomma!” panggil seorang anak laki-laki
yang keluar dari dalam rumah itu. Ia lalu menghampiri kumpulan orang-orang di
depan rumahnya. Tiba-tiba seperti pasar,
pikirnya.
“Ah, ini dia anakku yang seumuran dengan
adikmu, Taehyung-ah.” Laki-laki itu
menunjukkan senyuman kaku. Sementara Soojin menatapnya dengan berbinar. Gadis
itu sangat senang memiliki tetangga yang seumuran dengannya. Ini pasti mengasikkan, pikir Soojin.
“Ayo kenalkan dirimu,” pinta sang ibu.
“Jeon Jungkook.”
.
.
.
Hari minggu rasanya
tak pernah sesusah ini bagi Jungkook. Biasanya ia akan diam di kamar sambil
mendengar melodi-melodi lembut, membaca buku, sambil menikmati kue-kue kecil
buatan ibunya. Tapi hari ini berbeda. Bahkan ini masih begitu pagi, Jungkook
melirik jam digital di atas meja nakas, jam lima pagi lebih tepatnya, tapi
suara-suara di luar terpaksa membuat Jungkook harus membuka matanya dengan
malas.
Keluarga di sebelah
benar-benar, ugh! Sejak kedatangannya
kemarin, Jungkook tak bisa diam dengan tenang. Ketika malam pun keluarga itu
sungguh berisik. Ketiga bersaudara itu, Jungkook ingat betul siapa nama mereka.
Kim Myungsoo, Kim Taehyung, dan Kim Soojin−satu-satunya perempuan disana dan ia
seumuran dengan Jungkook. Mereka berteriak-teriak sepanjang malam di sertai
tawa girang. Kemana perginya orang tua mereka? Apa mereka tak pernah
memperingati anak-anaknya untuk tinggal diam?
Ingin menutup mata
lagi tapi Jungkook tidak bisa. Alhasil ia langsung bangun dan masuk ke dalam
kamar mandi. Keluar dengan pakaian olahraga, Jungkook siap-siap untuk berolahraga,
berlari kecil mengitari perumahan itu terasa cukup. Itu terdengar lebih baik
daripada harus terus-terusan mendengar kerusuhan di sebelahnya.
Jungkook melihat ke
jendela. Di seberang sana juga terdapat kamar yang persis berseberangan
dengannya. Terlihat cahaya lampu terang dari salam sana. Itu kamar milik
Soojin, Jungkook mengetahuinya setelah kemarin malam gadis itu menyapanya riang
saat ia sedang sibuk menatap langit, jaraknya cukup jauh, dan gadis itu
berteriak-teriak dari jendela kamarnya. Sepertinya untuk malam-malam kedepan,
Jungkook akan sering mendengar semua itu. Bagus sekali hidupmu, Jeon Jungkook.
Terdengar
grasak-grusuk dari kamar itu dengan si pemiliknya yang meracau tidak jelas.
Jungkook menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia harus segera pergi dari kamar dan
mencari udara segar, keadaan ini membuatnya sesak napas.
Jungkook
berlari-lari kecil sambil mendengarkan lagu melalui headset-nya. Working.
Lagu itu mengalun di telinga Jungkook kini, selalu saja membuatnya merasa
sedih. Oh, ia takut akan masa depan,
takut ia tak bisa menjadi seseorang yang baik untuk orang tuanya ataupun orang
lain. Meski sejauh ini orang bilang ia melakukan semua hal dengan baik, tapi
Jungkook tak pernah merasa semua itu cukup. Ia harus berbuat lebih baik lagi.
Harus.
“Oppa! Jangan tinggalkan aku! Kalian
Jahat!!”
Teriakan-teriakan
itu mengiang lagi di telinga Jungkook seiring dengan sebuah sepeda tandom
melewatinya. Dengan dua dudukkan diatasnya, Jungkook tahu betul siapa mereka.
Myungsoo dan Taehyung, mereka mengayuh sepedanya dengan cepat untuk menghindari
kejaran Soojin. Selang beberapa detik, Soojin lewat dengan mengendarai
sepedanya. Sepeda itu tampak melaju dengan tidak wajar. Ke kanan, ke kiri,
kanan lagi, lalu kiri. Dalam hati Jungkook memperkirakan, Soojin sungguh tak
pandai mengendarai sepeda. Dan seperti perkiraannya, beberapa meter di hadapan
Jungkook, gadis itu kini sudah jatuh mencium tanah.
“Menyebalkan!!”
Soojin menendang-nendang sepeda berwarna biru metalik itu dengan kesal. Kedua
kakaknya itu jahat sekali meninggalkan Soojin sendiri untuk mengendarai sepeda,
padahal rencana bersepeda di pagi hari adalah gagasan gadis itu. Terlebih lagi
Myungsoo telah merenggut singgasananya di sepeda tandom itu, biasanya ialah
yang duduk di belakang Taehyung, dan sepeda biru metalik yang Soojin bawa kini
adalah milik Myungsoo. Tak hanya si pemilik yang menyebalkan, sepedanya pun
berhasil membuat Soojin kesal karena dengan tega telah menjatuhkannya.
“Gwenchana?” Jungkook yang sedaritadi
sudah berdiri di samping Soojin akhirnya bertanya. Sejak jatuh sampai sekarang,
gadis itu hanya terdiam, membiarkan dirinya terduduk diatas tanah sambil
menatap kepergian kedua kakaknya.
“Huaa!! Jungkook-ah!!!” Soojin kini merengek sambil menatap Jungkook. Dengan
posisinya yang masih terduduk, Soojin mendongak sangat tinggi demi melihat
wajah Jungkook yang kini berekspresi aneh. Jungkook menghela napas, sepertinya
ia sudah mengambil tindakan yang salah, tak seharusnya ia menanyakan keadaan
gadis itu. Soojin langsung memalingkan wajahnya, ia terdiam kaku. “Oh, tidak!” Ia tiba-tiba berdiri di
hadapan Jungkook. “Kau melihatku jatuh, Kook?” Jungkook mengangguk pelan. Apa
sebenanrnya yang sedang gadis ini lakukan?
Tanpa berkata
apa-apa lagi, Soojin melangkahkan kaki meninggalkan Jungkook menuju rumahnya.
Jungkook menatap kepergian Soojin dengan bingung. “Ya, Soojin-ah!
Sepedamu!!” teriak Jungkook kepada Soojin yang sudah cukup jauh. Sepeda biru
metalik itu di tinggalkan Soojin tergeletak begitu saja di tempatnya jatuh
tadi.
“Biarkan saja oppa-ku yang mengambil, mereka harus
bertanggung jawab!!” Soojin berteriak tanpa menoleh kearah Jungkook. Setelah
beberapa detik, gadis itu lalu berlari menuju rumahnya. “Arghtt!! Memalukan!!”
Lagi-lagi, Jungkook
hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ia membalikkan badan, berencana untuk
melanjutkan lari paginya. Tapi sempat terhenti kala ia menatap sepeda di
hadapannya kini.
“Untung dia
baik-baik saja,” ujar Jungkook pelan lalu kembali berlari dengan tenang.
.
.
.
Jungkook menatap
pantulan dirinya di cermin. Perfect.
Pakaian yang ia kenakan sudah rapi, begitu juga dengan rambutnya yang ia tata
sedemikian rupa. Buku-buku telah ia masukkan ke dalam tasnya. Ia siap, siap
untuk berangkat ke sekolah barunya. Diliriknya jam dinding di kamar itu. Pukul
06.30, ia masih mempunyai banyak waktu untuk sarapan sebelum ia melangkah ke
sekolah.
Jungkook makan
dengan perlahan, begitu menikmati sarapan buatan ibunya. Tujuh menit kemudian,
Jungkook pun berangkat kesekolah setelah sebelumnya berpamitan kepada kedua
orang tuanya. Sang ayah menawarkan diri untuk mengantar, tapi laki-laki itu
menolaknya halus. Berjalan ke sekolah lebih menyenangkan untuknya, lagipula ia
bisa sambil menghapal jalan disana.
Hari yang tenang akhirnya datang, pikir Jungkook. Hari minggu
kemarin benar-benar hari minggu terburuk sepanjang sejarahnya. Kemarin, Kim
bersaudara main seharian di rumahnya, meracau tentang ini dan itu, menceritakan
tentang hal-hal yang tidak Jungkook mengerti. Seperti teman dan sahabat-sahabat
mereka di sekolah, Jungkook tentu saja tidak tahu siapa mereka.
“Jeon Jungkook!”
Lagi. Jungkook
menghentikan langkahnya seketika kala sepeda biru metalik itu sudah berhenti di
sebelahnya. “Oh, kau sekolah di
sekolah yang sama denganku?” Jungkook mengangguk begitu melihat seragamnya dan
Soojin persis sama. “Aih, kalau
begitu kita terlambat! Cepat naik!” Soojin menepuk dudukan di sepedanya,
menyuruh Jungkook untuk segera duduk disana. “Ini sebagai balasan karena kau
menolongku kemarin,” ujarnya lagi demi meyakinkan Jungkook yang tampak ragu.
Jungkook berpikir.
Tidak, tidak. Mengingat kejadian kemarin, ia tidak akan membiarkan dirinya di
bonceng oleh Soojin. Sungguh, ia masih sayang dengan nyawanya. “Turunlah, biar
aku yang memboncengmu,” intruksi Jungkook lalu mulai menaiki sepeda itu setelah
sebelumnya Soojin turun dan kini sudah duduk di belakang Jungkook.
Sepeda itu melaju
dengan cepat. Jungkook mengerahkan seluruh tenaganya demi cepat sampai di
sekolah agar tidak terlambat. Sepanjang perjalanan pun Soojin terus menyerukan
kata-kata semangat untuk Jungkook. Itu juga salah satu penyebab ia mengayuh
sepedanya dengan cepat, agar gadis itu berhenti berteriak lagi.
Setelah memakirkan
sepedanya, Jungkook belum bisa bernapas dengan baik karena ia harus mengejar
Soojin yang lebih dulu berlari di depannya. Sebelumnya, Soojin berjanji untuk
mengantar Jungkook ke ruang kepala sekolah, tapi ruangan yang kini ada di
hadapannya sama sekali tak seperti ruang kepala sekolah. Soojin membuka pintu
ruang itu tergesa dan Jungkook berhasil merutuk setelahnya.
“Kau bilang kita
terlambat?” tanya Jungkook. Ruangan itu ternyata adalah kelas Soojin dan di
dalam sana belum ada siapapun. Juga sepanjang ia memasuki sekolah itu, masih
sepi dimana-mana. “Tapi kenapa disini tidak ada siapa-siapa? Di luar juga,”
protes Jungkook lagi. perasaannya mengatakan sesuatu yang buruk akan keluar
dari mulut gadis itu.
“Ya, kita hampir
saja terlambat, Kook. Tapi untungnya tidak,” jawab Soojin masih dengan napas
terengah sambil menuju tempat duduknya lalu duduk disana. Jungkook berdiri di
hadapan Soojin dengan tatapan menuntut, jawaban Soojin barusan sama sekali tak
menjawab pertanyaan Jungkook. “Aku hampir saja terlambat menjadi orang pertama
yang sampai di kelas,” ujar Soojin lagi. Jungkook menghembuskan napas berat nan
panjang. Sungguh, ia tak percaya dengan apa yang ia dengar. Jungkook sudah
mengerahkan semua tenaga hasil sarapan paginya untuk hal sepele semacam itu?
Gadis ini benar-benar!!
Soojin tiba-tiba
berdiri dari duduknya lalu meraih tangan Jungkook. “Kita masih punya waktu
empat puluh menit lagi sebelum bel masuk,” ujar Soojin sambil melirik jam
tangannya. “Ayo, Kook! Aku akan mengajakmu jalan-jalan di sekolah ini, juga ke
ruang kepala sekolah. Kau mau kesana kan?” Jungkook hanya menghela napas lelah.
Ia membiarkan Soojin menarik tangannya lagi. Entah kemana gadis itu akan
membawanya, Jungkook hanya bisa memasrahkan diri kali ini.
.
.
.
Perlahan mata
Jungkook terbuka. Ia baru saja terbangun setelah pulang sekolah tadi langsung
tertidur karena kelelahan. Kegiatannya di sekolah sungguh menguras tenaga.
Sesungguhnya kegiatan belajar mengajar disana sama dengan sekolah lain, tapi
gadis yang duduk di depannya yang tak bisa membuatnya istirahat sedetik saja.
Kim Soojin. Jungkook masih belum percaya bahwa ia harus sekelas dengan gadis
itu. Ini sungguh kebetulan yang−entahlah, Jungkook tak tahu apakah ia harus
bersyukur atau tidak. Di satu sisi, ia begitu nyaman ada di sebelah Soojin. Di
sisi lain, gadis itu sungguh mengganggu ketenangannya.
Jungkook berdiri di
balkon kamarnya sambil menikmati suasan sore yang begitu tenang. Di ujung
jalan, Jungkook melihat Myungsoo yang berjalan menuju rumahnya dengan seorang
laki-laki tinggi di sebelahnya. Laki-laki di sebelah Myungsoo membuat Jungkook
terpana. Bukan karena apa-apa, tapi laki-laki itu sungguh tampan. Tak hanya
tampan, dengan posturnya yang tinggi dan badannya yang begitu atletis, ia
sungguh seperti model. Jungkook tak menyangka Myungsoo bisa mempunyai teman
setampan itu. Yah, meskipun Myungsoo
juga termasuk tampan.
“Yeol oppa!” Teriakan itu menyambut kedatang
Myungsoo dan temannya−Chanyeol. Jungkook sudah sampai hapal
dengan suara cempreng itu. Siapa lagi kalau bukan Soojin? Gadis itu kini
memeluk Chanyeol dengan manja.
“Ya! Sudah, sudah. Aku masih ada urusan
dengan Yeol. Kalian pergi saja!” Soojin melepas pelukannya lalu membiarkan
Chanyeol masuk begitu saja dengan Myungsoo. Dari balkonnya, Jungkook hanya bisa
tertawa kecil melihat wajah cemberut Soojin kini. Ia kembali teringat insiden
jatuhnya Soojin, gadis itu pulang dengan wajah memerah karena malu. Sungguh,
gadis yang lucu.
“Oppa, belikan aku es krim, ya?” tanya
Soojin manja sambil bergelayut di tangan laki-laki yang kini ada di sebelahnya.
Jungkook memperhatikan mereka yang kini lewat di depan rumahnya.
“Apa laki-laki itu kekasih Soojin?” tanya Jungkook
pada dirinya sendiri. Ia lalu mengangguk, membenarkan dengan sendirinya tentang
argumen yang ia buat sendiri juga. “Mereka tampak begitu akrab. Dan berjalan
dengan bergandengan seperti itu? Pastilah ia kekasih Soojin. Tapi, laki-laki
itu tak begitu tinggi. Memakai heels
sepuluh senti saja, Soojin sudah bisa menenggelamkannya,” ujar Jungkook sambil
terkikik kala Soojin dan laki-laki di sebelahnya hilang dari pandangan Jungkook.
Ibu Jungkook
memperhatikan anaknya dari beranda bawah. Belakangan ini, ia melihat Jungkook
sering tersenyum dan tertawa. Sepertinya rumah baru ini membuat suasana hatinya
begitu bahagia. Ibu Jungkook tersenyum bangga, ia sendirilah yang memilih rumah
itu. “Jungkook-ah, ayo bantu eomma.” Ibu Jungkook melambai-lambaikan
tangan pada anaknya. Dengan segera Jungkook langsung turun menghampiri ibunya
yang sedang mengurus kebun.
“Oh, Jeon Jungkook?” Jungkook sedang
sibuk menyirami tanaman bunganya ketika seruan itu datang menghampiri. “Wah, ternyata kau juga suka berkebun,
ya?” Yooji menghampiri Jungkook bersama Taehyung di sebelahnya.
Jungkook hanya
menatap dua orang itu dengan aneh. Yooji adalah sahabat Soojin dan gadis itu
kini menggandeng tangan Taehyung yang secara jelas adalah kakak Soojin. “Apa mereka−?”
“Dia kekasihku,”
ujar Taehyung langsung ketika melihat tatapan bingung Jungkook. Seketika
Jungkook menganggukkan kepala. Tebakannya ternyata benar.
Setelah cukup lama
berbincang-bincang, Yooji dan Taehyung kembali ke rumah keluarga Kim. Jungkook
hanya menatap kepergian dua orang itu sambil menggelengkan kepala. “Wah, bisa seperti itu, ya? Apa Soojin
sendiri yang menjodohkan kakaknya dengan sahabatnya?” Jungkook bertanya sendiri
dan tentu saja ia tak bisa mendapatkan jawaban. Semakin lama ia perhatikan,
kenapa keluarga itu semakin aneh saja?
Jungkook tak tahu.
Ia kembali menyirami tanaman bunganya dengan santai. Setidaknya dengan keluar
perginya anak-anak keluarga Kim, ia tak mendengar kegaduhan sedikitpun dari
tadi. Sore yang cukup aman.
.
.
.
Jungkook sedang
sibuk menikmati tehnya sambil membubuhkan arsiran di atas sketchbook miliknya. Besok adalah hari minggu dan kali ini Jungkook
sudah menyiapkan mentalnya atas segala kemungkinan kerusuhan yang akan timbul
dari rumah sebelah. Tepat saat Jungkook ingin menyesap tehnya untuk yang
kesekian kali, suara itu muncul seperti perkiraannya.
“Jeon Jungkook!!!”
Tiga kombinasi
suara melengking memanggil namanya. Sebuah suara cempreng milik laki-laki
tertua, suara bass yang begitu
kentara dari seorang Kim Taehyung, dan terakhir suara gadis yang−entahlah,
Jungkook tak bisa mendeskripsikannya. Ketiga orang itu kini melambaikan
tangannya kearah Jungkook. Mereka kini juga sedang berada di taman belakang
layaknya yang sedang ia lakukan.
“Jungkook-ah, tunggu aku, ya!!” Soojin melambaikan
tangannya antusias kemudian berlarian memasuki rumah. Jungkook mengerutkan
alisnya, ia tak mengerti dengan maksud Soojin. Menunggunya? Jungkook hanya
mengendikkan bahu lalu membalas kalimat sapaan Myungsoo yang sibuk dengan
pemanggangannya.
Bel rumah berbunyi
tiga kali. Jungkook mendecak kesal ketika ingat bahwa kedua orang tuanya baru
saja pergi ke pesta antar rekan bisnis mereka, alhasil Jungkook bangun dengan
malas dari atas kursi santainya untuk membuka pintu.
“Annyeong!”
Jungkook baru saja
membuka pintu dan sapaan itu terdengar seketika. Soojin sudah berdiri di depan
pintu dengan senyum manis yang mengembang lebar. Jadi, ini maksud gadis itu
menyuruhnya menunggu, menunggu kedatangannya. “Ada apa?” tanya Jungkook sedikit
malas.
“Kau sendiri di
rumah?” Jungkook mengangguk. “Ayo!” Soojin langsung menarik tangan Jungkook
untuk mengikutinya. Laki-laki itu tak sempat berkata apa dan dengan
terburu-buru menutup pintu rumahnya.
Mereka sampai di
ruang tengah keluarga Kim. Yah,
Soojin menarik Jungkook ke rumahnya, entah apa yang gadis itu inginkan,
Jungkook hanya menurut. Di dalam rumah, Taehyung tampak sibuk dengan beberapa kantong
plastik besar di tangannya, ia membawa semua itu ke taman belakang, dimana
Myungsoo masih sibuk dengan membuat bara api di pemanggangannya.
“Kalian akan
memanggang daging? ” tanya Jungkook yang masih saja mengekori Soojin yang kini
memasuki dapur.
“Ya, kebetulan eomma dan appa sedang pergi ke Daegu, jadi eomma tidak memasak. Kami juga akan mengundang tamu, kau mau makan
bersama kami, kan?” Soojin sibuk mengeluarkan beberapa piring lalu
meletakkannya di atas meja. “Oh,
tidak! Aku lupa memasak nasi!!” Gadis itu sibuk kesana-kemari mengelilingi
dapur, mengecek semua perlengkapan makannya.
“Tamu? Siapa?”
Dengan santai Jungkook hanya duduk sambil memperhatikan Soojin yang tampak
sibuk sendiri. Ia kini tengah mencuci beras sebelum di masukkannya ke dalam rice cooker.
“Keluarga Park. Kau
tahu, kan? Yooji dan kakaknya. Keluarga kami sudah bersahabat sejak dulu,”
jawab Soojin yang kini berdiri di samping Jungkook. Laki-laki itu hanya
mengangguk sambil terus memperhatikan Soojin yang mengeluarkan sayur-sayuran
dari kantong plastik di atas meja. “Kau bisa membantu, kan?” tanya Soojin
akhirnya setelah ia memperhatikan Jungkook yang sedaritadi hanya diam.
Kena sudah.
Jungkook bangun dari duduknya lalu menghampiri Soojin yang sudah berdiri di
depan tempat pencucian piring untuk mencuci sayuran yang ia keluarkan tadi.
“Apa aku harus membantu?” Tadinya Jungkook sudah merasa begitu senang karena ia
tak perlu pusing-pusing memikirkan makan malamnya, tapi jika seperti ini terasa
lebih baik jika melakukan pesan antar daripada mengiyakan ajakan Soojin
barusan.
“Tidak ada yang
gratis di dunia ini, Kook. Setidaknya kau bisa membantuku memotong sayuran
ini.” Soojin menyodorkan sayuran yang telah ia cuci bersih kepada Jungkook
disertai dengan cengiran khasnya.
“Wah!! Apa yang sedang kalian lakukan?”
Yooji berlarian menghampiri Soojin dan Jungkook. Gadis itu masuk di sela-sela
Soojin dan Jungkook yang membelakanginya.
“Kalian sudah
datang?” tanya Soojin terdengar semangat. Yooji mengangguk sambil mengambil
sebuah anggur di atas meja lalu memakannya. “Oppa!!” Ia melambaikan tangannya kearah Chanyeol dan Jimin yang
lewat di depan dapur menuju taman belakang untuk menghampiri Myungsoo dan
Taehyung.
“Kalian masak yang
enak, ya. Aku mau mencari Taehyung oppa!”
Yooji menepuk bahu Soojin dan Jungkook lalu berlalu begitu saja untuk mencari
kekasihnya yang hanya duduk-duduk santai sambil bercakap-cakap kecil dengan
Jimin, sementara Myungsoo dan Chanyeol sibuk memanggang daging.
Soojin kembali
melanjutkan kegiatannya memasak, ia harus mempersiapkan bumbu untuk supnya.
Namun Jungkook malah terdiam sambil memperhatikan Jimin, Taehyung, dan Yooji
yang tengah mengobrol asik, lalu beralih pada Soojin. Ia menatap gadis itu
lama.
Soojin begitu fokus
dengan masakannya kini. Jungkook tersenyum simpul melihatnya. Gadis itu tak
lagi ribut ataupun cerewet seperti biasanya. Ia terlihat sangat serius dan
menurut Jungkook itu lucu. Laki-laki itu tertawa kecil.
“Ada apa, Kook?”
tanya Soojin begitu mendapati tawa aneh laki-laki di sebelahnya, tangannya
dengan perlahan memotong-motong bawang bombai di atas talenan.
“Kau lucu,” ujar
Jungkook masih dengan tawa kecilnya. Soojin seketika meletakkan pisaunya lalu
menatap Jungkook dengan wajah bingung.
“Ayolah, Kook. Aku
bahkan tidak sedang melawak,” ujar Soojin sambil berkacak pinggang dengan
tangan kirinya. “Apa ada kotoran di wajahku?” Soojin langsung celingukan
mencari cermin. Pasti ada sesuatu
di wajahnya hingga Jungkook tertawa begitu senang.
Jungkook menarik
tangan Soojin demi menghentikan langkah gadis itu yang hendak mencari cermin di luar. “Tidak ada apa-apa di wajahmu. Kau hanya tampak
lucu jika serius seperti ini.” Soojin menyipitkan matanya dan menatap Jungkook
curiga, masih tak percaya dengan alasan yang laki-laki itu utarakan. “Aku
sungguh-sungguh.”
“Baiklah, Jeon
Jungkook. Jangan hanya menertawaiku seperti itu, sebaiknya kau lanjutkan
sayur-sayur itu yang belum selesai kau potong. Aku akan segera memasukkannya
untuk di masak.” Soojin melepaskan tangan Jungkook dari pergelangan tangannya
lalu kembali berkonsentrasi pada bawang yang belum selesai ia potong.
Jungkook mendengar
seruan-seruan dari taman belakang, orang-orang disana tampak asik bermain
sambil bernyanyi, begitu berbeda dengan keadaannya bersama Soojin saat ini. Gadis
itu begitu serius dengan masakannya. Jungkook sungguh tak tahu, apa ia sebegini
seriusnya ketika memasak? Sama sekali tak seperti gadis cerewet yang selama ini
Jungkook kenal.
“Jadi, kedua
laki-laki itu adalah kakak Yooji?” tanya Jungkook membuka percakapan. Semua
bahan telah Soojin masukkan ke dalam air mendidih, mereka hanya tinggal
menunggu supnya matang.
Soojin mengangguk
sambil membersihkan sampah-sampah diatas meja. “Kau sudah pernah melihat
mereka?” tanya Soojin yang akhirnya menatap Jungkook juga setelah sebelumnya ia
hanya menjawab sekenanya.
“Ya. Waktu itu aku
pernah melihat laki-laki tinggi itu dengan Myungsoo hyung dan juga yang tak begitu tinggi itu denganmu,” jawab Jungkook
sambil mendudukkan diri untuk melepas lelah di kursi tinggi itu. Di sebelahnya
Soojin mengekor untuk duduk.
“Yang tinggi itu
namanya Chanyeol oppa, menurutku dia
laki-laki yang sempurna,” ujar Soojin sambil menatap Chanyeol yang bernyanyi
sambil memetik gitar. “Dan yang kau bilang tak begitu tinggi itu adiknya, Jimin
oppa. Dia laki-laki yang sangat
baik.” Seperti yang Soojin katakan, Jimin sedaritadi bahkan menyempatkan
membantu Myungsoo dan Chanyeol memasak daging sementara Yooji dan Taehyung
hanya sibuk mengobrol dan bermain berdua.
Jungkook
menggelengkan kepalanya melihat situasi taman belakang Soojin dengan
orang-orang disana. “Aku heran kenapa Chanyeol hyung bisa menjadi kakak mereka.” Jungkook langsung mendapat
tepukan di lengannya oleh Soojin.
“Masalah tinggi?
Jangan seperti itu, Kook. Mereka sudah ku anggap seperti keluargaku sendiri.
Mungkin saja waktu Tuhan melakukan pembagian tulang Chanyeol oppa mengambil seperempat porsi
adik-adiknya,” ujar Soojin santai. Ia terlalu sering mendengar keheranan
seperti itu dari orang-orang, namun hanya jawaban seperti tadi yang bisa ia
gunakan. Ia tak bisa menyalahkan siapapun atas semua itu.
Jungkook mengikuti
Soojin yang kini bangun dari duduknya untuk mengecek sup buatannya di dalam
panci. “Ku dengar Taehyung hyung
berpacaran dengan Yooji.” Jungkook melirik Soojin yang sedang mengaduk supnya
lalu mengangguk, membenarkan ucapannya. “Lalu kau berpacaran dengan Jimin hyung, begitu?”
“Hah?!” Soojin langsung melepaskan sendok
di tangannya hingga terdengar bunyi nyaring dari tumbukannya dengan bibir
panci. “Cerita macam apa itu? Kau pikir keluarga kami gila?” Soojin tertawa
kecil. Ia sungguh tak percaya dengan ucapan Jungkook, darimana laki-laki itu
mendapatkan informasi aneh seperti itu?
“Ya,” jawab Jungkook dalam hati. Bukankah jelas-jelas keluarga
mereka itu gila? Ribut sana-sini, tiba-tiba hening, tertawa bersama, bahkan
saling pukul satu sama lain. Jungkook tak pernah merasa aman ada di sekeliling
mereka.
Keluarga yang aneh.
Tapi entah mengapa
Jungkook semakin merasa bahwa semua itu tampak biasa saja. Apa ia sudah
terbiasa dengan tingkah mereka? Namun mengapa Jungkook malah tampak bahagia
dengan kehadiran tiga bersaudara itu di samping rumahnya? Jungkook tak tahu.
Sepertinya ia mulai menerima semua itu.
“Tentu saja aku
bukan kekasih Jimin oppa, aku sudah
menganggapnya seperti kakakku sendiri. Dia bahkan lebih bisa mengertiku di
bandingkan Taehyung oppa yang
biasanya hanya menjahiliku saja,” ujar Soojin dengan sedikit kesal.
“Berarti sekarang
kau tak memiliki kekasih?” Soojin mengangguk sambil mencicipi kuah supnya.
Setelah merasa semuanya lengkap dan enak, gadis itu mematikan kompor lalu memasukkan
supnya ke dalam mangkuk besar. Soojin melepas apronnya lalu menatap Jungkook
tepat di mata.
“Aku menyukaimu,”
ujar Soojin dengan ulasan senyum tipis di wajahnya. Ia langsung membalikkan
badan lalu membawa mangkuk besar itu ke taman belakang, meninggalkan Jungkook
yang masih berdiri kaku di tempatnya.
Laki-laki itu
menatap kepergian Soojin dengan seribu tanda tanya. Apa ia salah dengar? Tidak
mungkin Soojin menyukainya, bukan? Apa gadis itu hanya mempermainkannya?
“Jungkook-ah!!”
Jungkook menoleh
kearah sumber suara, dimana ada sepasang tiga bersaudara tengah memanggilnya.
Tanpa sengaja tatapan Jungkook bertemu dengan Soojin. lagi-lagi gadis itu
tersenyum simpul kearahnya. Jungkook menemukan satu lagi pertanyaan di otaknya.
“Kenapa aku jadi berdebar?”
.
.
.
FIN
Komentar
Posting Komentar