Langsung ke konten utama

[Chapter] Answer Part.1


Title:
Answer
Scriptwriter:
NanaJji (@nana.novita)
Cast(s):
Jeon Jungkook [BTS] || Kim Soojin [OC] || Park Jimin [BTS] || Kim Taehyung [BTS] || Park Yooji [OC] || Kim Myungsoo [INFINITE] || Park Chanyeol [EXO] || and the orther cast(s)
Genre: Romance. Hurt. Family. Friendship.
Duration: Chaptered
Rating: Teen
Summary:
Tak perlu ada yang di salahkan atas semua ini. Yang perlu di lakukan adalah memberikan jawaban yang baik pada diri sendiri. Jawaban atas jalan kita ke depan.
.
.
.


Soojin duduk sendiri di sebuah bangku taman yang sering ia kunjungi. Seragam sekolahnya tampak begitu kotor dan terdapat robek di beberapa tempat. Wajahnya pun tak dapat di katakan baik karena terdapat beberapa kotoran dengan lebam serta darah yang mengering, rambutnya tampak sangat berantakan. Gadis itu hanya diam. Sekuat mungkin ia sedang menahan bulir air mata itu untuk jatuh di pipinya.
“Kau hanya model rendahan yang terlalu berharap akan seorang Jeon Jungkook!”
“Kau tidak pernah mengaca, hah? Kau sungguh tak sebanding dengannya!!”
“Dasar penjilat!”
Suara-suara itu begitu kental di telinga Soojin. Apa ia memang seperti yang mereka katakan? Tidak, ia tak akan pernah melakukan hal seperti itu. Ia hanya mencintai Jungkook. Apa itu salah?
“Mungkin seharusnya kita berhenti sampai disini.”
Sepertinya memang salah. Bahkan laki-laki yang selama ini ia perjuangkan memutuskan hubungan mereka begitu saja melalui pesan. Semenjijikkan itu kah dirinya? Ia rela melalui semua bully-an itu setiap hari. Tak pernah pulang dengan keadaan baik, namun ia selalu berusaha tersenyum semanis mungkin di hadapan Jungkook. Lalu ini balasan yang ia dapat setelahnya?
Sebulir air mata akhirnya menuruni pipi Soojin. Menyakitkan. Apa yang ia rasakan kini hanya penuh pengkhianatan. Bodoh. Ia terlalu bodoh untuk mencintai. Terlalu bodoh pula untuk dicintai. Ia sungguh merasa tak pantas untuk kedua hal itu. Ya, sangat tidak pantas.
“Jinie-ya…”
Jimin akhirnya menemukan gadis itu setelah berjam-jam ia berkeliling tanpa hasil. Seharusnya ia datang lebih awal untuk menyelamatkan Soojin dari fans-fans fanatik kekasihnya. Ia heran. Laki-laki yang katanya adalah kekasih Soojin tak pernah sekalipun muncul di hadapan gadis itu untuk membelanya. Apa saja yang ia lakukan selama ini? Hanya memberikan status pada gadis itu lalu melupakannya? Sungguh ironi.
Oppa…” Soojin menyahut sambil menatap kedua mata Jimin. Matanya berkaca-kaca lalu satu persatu air mata itu akhirnya turun di hadapan Jimin. “Memangnya aku kenapa? Salah jika aku lahir di dunia ini lalu mencintai seorang laki-laki yang di puja banyak wanita? Apa salah? Aku juga seorang gadis. Bahkan untuk benar-benar di cintai kekasihku, aku tidak pantas.”
Jimin langsung saja membawa Soojin kedalam pelukannya. “Mencintai tidak pernah salah, Jinie-ya. Hanya saja Jungkook memang tak tahu diri, tak seharunya ia memperlakukan gadis sebaikmu seperti ini. Ia bodoh!” Soojin masih saja terus sesenggukkan di pelukan Jimin. Laki-laki itu hanya bisa tersenyum pilu melihat gadis di hadapannya. Gadis yang begitu ia sayangi, namun hanya menganggapnya sebagai kakak. Mungkin lebih sakit lagi jika kau berada di posisiku, ujar Jimin dalam hati. Ia sungguh tak berani mengungkapkan perasaannya. Ia sadar, ia tak pantas untuk seorang Kim Soojin.
“Aku mencintainya, oppa. Benar-benar mencintai Jeon Jungkook…”
Hentikan. Hentikan Kim Soojin! Ingin sekali Jimin mengatakan hal itu. Tapi ia sungguh tak mampu. Yang bisa ia lakukan hanyalah menopang kesedihan gadis itu dan kesedihan dirinya sendiri.
“Mengapa kita harus menjalani hal seperti ini, Jinie-ya. Mengapa Tuhan tak mempersatukan kita saja? Aku akan membuatmu bahagia, sungguh.”
.
.
.
“Jungkook-ah, kau kenapa?”
Jungkook masih saja diam, ia melamun. Tapi akhirnya satu tepukan keras di bahunya membangunkan laki-laki itu. Kini Jungkook menatap Yoongi yang tadi menepuknya. Kembali ia hanya diam sambil melempar tatapan bingung kearah Yoongi. “Kau tidak apa-apa kan?” tanya Yoongi lagi. Hampir sekitar lima kali, bahkan lebih ia menanyakan hal itu pada Jungkook, tapi rekan kerjanya itu hanya bisa berdiam diri. Bahkan jika saat itu tsunami datang di sertai gunung meletus, Jungkook tak akan sadar.
“Aku baik-baik saja, hyung. Sampai dimana kita tadi?” Jungkook langsung memeriksa lembaran-lembaran kertas yang ada di hadapannya. Mereka berdua sedang membuat lagu untuk album baru Jungkook, tapi sepertinya si penyanyi pun tak memiliki semangat saat ini.
“Sepertinya kau sangat kelelahan, Jungkook-ah. Lebih baik kau pulang dan istirahat, ini sudah lewat dari tengah malam. Kau juga harus sekolah besok.” Yoongi meraih lembaran kertas di tangan Jungkook, lalu membiarkan laki-laki itu pergi begitu saja. Mungkin kali ini ia memang harus bekerja lebih keras. Bukan hal yang sulit. Ia menyukai musik dan ia akan berusaha membuat yang terbaik.
Jungkook melihat ponselnya. Mengingat ucapan Yoongi tadi, ia seharusnya tidur saat ini. Tapi semua tak semudah itu. Ia bahkan tak bisa memejamkan matanya barang sejenak. Pikirannya terus saja melayang, membuat ia berkali-kali mengecek ponselnya.
Ia membuka chatroom teratas untuk yang kesekian kali. Dan hasilnya masih sama seperti sebelumnya. Pesan terakhirnya sudah dibaca, namun tak satu pun ada balasan dari si penerima. Apa yang ia lakukan benar? Memutuskan hubungannya dengan Soojin?
Baiklah, ia terdengar begitu kejam memang. Tapi ia hanya ingin gadisnya itu baik-baik saja. Jungkook bahkan tak bisa membela Soojin ketika gadis itu di bully setiap waktu oleh fansnya sendiri. Ingin sekali ia membela dan mengatakan pada para fansnya bahwa semua itu bukan urusan mereka, bahwa ia juga manusia biasa yang memiliki kehidupan pribadi, mengapa mereka selalu mencampuri urusannya?!!
Ponsel di tangan Jungkook akhirnya bergetar. Sebuah pesan dari orang yang sedaritadi ia harapkan. Segera Jungkook membuka pesan itu dan berharap ia bisa memperbaiki semuanya. Berharap bahwa gadis itu membalas dengan tidak terima atau menganggap Jungkook hanya bercanda. Andai Soojin benar menjawab seperti itu. Tapi itu hanya perandaian, karena sama sekali bukan seperti itu jawabannya.
“Selamat tinggal, Jeon Jungkook.”
Hanya empat kata itu dan Jungkook ingin sekali melempar ponselnya saat itu juga. Hingga saat ini Jungkook menyesal. Ponsel itu akhirnya tergeletak tak berdaya di atas lantai. Dan itu berarti ia tak bisa menghubungi Soojin lagi. Ia tak bisa memperbaiki semua itu. Tidak bisa.
.
.
.
“Lagi?” tanya Chanyeol yang baru saja memasuki kediaman keluarga Kim. Beberapa saat lalu Myungsoo meneleponnya dengan sedih, ia benar-benar bingung harus melakukan apa lagi terhadap Soojin.
“Ia diam seperti itu sejak kemarin.” Hanya kalimat itu yang bisa Myungsoo utarakan. Chanyeol sudah memasuki rumah itu bersama kedua adiknya, Yooji dan Jimin. Mereka lalu duduk di ruang tengah, dimana sudah ada Taehyung yang duduk dengan banyak pikiran.
Jimin terdiam. Kemarin ia sama sekali tak bercerita pada siapapun tentang kejadian yang menimpa Soojin. Awalnya ia berpikir kalau ia bisa mengatasi semuanya sendiri. Keluarga Kim sudah seperti keluarganya, ia tak mau menyusahkan yang lain.
“Jeon Jungkook memutuskan hubungan mereka dengan sepihak,” ujar Jimin memecah keheningan. Myungsoo langsung menendang kaki meja di hadapannya. Kesal, marah, semuanya bercampur aduk. Memangnya apa bagusnya Jeon Jungkook itu? Penyanyi terkenal dengan segudang bakat, tapi Myungsoo yakin bukan hal itu yang membuat Soojin begitu menyukai Jungkook. Soojin tidak sematrealistis itu.
“Kau sudah tahu ini sejak kemarin kan, Jimin-ah? Kenapa kau baru memberitahu kami sekarang?” Kini giliran Chanyeol yang bertanya dengan penuh kesabaran. Yooji yang duduk di samping Myungsoo sibuk menenangkan laki-laki itu. Sementara Taehyung hanya duduk diam seribu bahasa. Tak pernah ada yang tahu apa yang sedang ia pikirkan saat ini.
Jimin menatap Soojin yang duduk sendiri di taman belakang sambil menatap langit mendung tak berbintang. “Karena ku pikir Soojin tidak akan seterpuruk ini, mengingat ia dulu tampak biasa-biasa saja setelah secara terang-terangan Minwoo berselingkuh di hadapannya,” jawab Jimin penuh rasa bersalah.
Oppa tahu sendiri jika Soojin sama saja dengan Taehyung oppa, mereka tak pernah bisa di tebak.” Yooji akhirnya bersua. Ia baru saja datang dari dapur untuk mengambilkan Myungsoo air putih. Myungsoo bahkan tampak lebih menyedihkan di banding Soojin. Tentu saja ini beban terberat baginya mengingat ia adalah kakak tertua. Memiliki adik seperti Taehyung dan Soojin, apa yang bisa ia lakukan? Ia sama sekali tak pernah tahu apa yang mereka pikir dan inginkan.
Taehyung tiba-tiba saja berdiri lalu meninggalkan kelima orang itu dengan bingung, terlebih bagi Yooji. “Yooji-ya, kau ikut aku.” Mendengar kalimat Taehyung, semuanya lalu menatap Yooji khawatir. Gadis itu pun merutuk kesal atas ucapannya barusan yang secara tidak langsung mungkin telah menyinggung Taehyung. Dengan perlahan Yooji bangkit dari duduknya sambil mengumpulkan seribu kalimat pembelaan diri di hadapan Taehyung. Jika saja bukan dalam keadaan seperti ini, tentu ia begitu senang di ajak seperti itu oleh Taehyung.
Seiring dengan menghilangnya Taehyung bersama Yooji ke lantai dua, Jimin juga akhirnya mengambil tindakan. Laki-laki itu melangkahkan kaki menuju Soojin. Jimin tak bisa menghalangi dirinya untuk berada di samping gadis itu. Meski rasanya sakit melihat orang yang ia cintai menangisi laki-laki lain. Tapi Jimin sudah terbiasa sejak lima tahu belakangan, atau mungkin lebih. Ia tak pernah sadar kapan ia menyukai gadis itu.
“Jinie-ya…,” ucapnya hanya sekadar sapaan angin lalu. Soojin masih sibuk menatap langit yang suram ketika ia duduk di samping gadis itu. Masih terlihat begitu jelas bekas-bekas air mata di pipi Soojin, matanya bengkak, tentu saja. Ia tak bisa berhenti menangis setelah kejadian kemarin, Myungsoo telah menceritakan semuanya. Bagaimana gadis itu mengurung diri di dalam kamar dan tak mau makan sesuap pun, bahkan ia hanya diam setelah Jimin mengantarnya pulang kemarin sore dengan keadaan yang sangat buruk.
Masih seperti di dalam cerita Myungsoo, kini tak ada sedikitpun suara yang keluar dari bibir Soojin sebagai jawaban atas sapaan Jimin. Gadis itu hanya diam. “Mungkin semuanya memang tampak begitu menyakitkan. Aku tahu, bahkan sangat tahu tentang sakit itu, Jinie-ya. Ini bisa saja sebanding dengan sakit yang kau rasakan. Aku hanya menceritakan ini padamu. Sesungguhnya aku mencintai seseorang sudah sejak lama. Aku hanya bisa memendamnya, tak berani mengungkapkannya sedikitpun. Itu memang tak seberapa menyakitkan. Tapi kau tahu? Gadis yang ku cintai bahkan mencintai laki-laki lain. Dan aku masih bisa tersenyum sekarang.”
“Gadis bodoh.” Akhirnya Soojin menanggapi perkataan panjang Jimin. Gadis itu berucap dengan dinginnya dan suara itu tampak begitu kosong, sama kosongnya dengan tatapan mata Soojin kini. Ia masih menatap langit.
Jimin menggeleng. Ia juga ikut menatap langit. “Tidak, dia bukan gadis yang bodoh. Dia pintar, aku tahu.” Andai Soojin tahu bahwa gadis yang Jimin maksud adalah dirinya, apa ia masih bisa berujar seperti itu? “Jika kau melewati semua ini dengan kesedihan, maka kau juga akan terus terbelenggu dalam kenangan itu, Jinie-ya. Kau sendiri yang harus memilih jalanmu.”
Kata-kata Jimin itu akhirnya berhasil menetap di pikiran Soojin. Gadis itu memikirkannya sekarang. Ia harus memilih, ia sendiri, bukan orang lain. Dan mengingat Jimin, laki-laki itu sungguh kasihan. Orang-orang bahkan tak pernah tahu bahwa ia memiliki masalah yang seberat itu, Jimin selalu tersenyum.
Sadarlah Kim Soojin, bukan hanya kau yang memiliki masalah seperti ini, jangan memberatkan dirimu sendiri, di dalam dirinya sebuah suara memperingati Soojin. Ya, benar. Ia tak seharusnya begini hanya karena laki-laki seperti Jungkook. Setidaknya dengan semua ini ia tak akan di bully lagi.
Jimin sedaritadi memperhatikan Soojin yang hanya diam. Ia menghela napas. Mungkin gadis itu memang perlu waktu sendiri, ia tak bisa memaksa Soojin untuk tersenyum tiba-tiba saat ini. Maka Jimin pun berdiri hendak meninggalkan Soojin. Namun ia langsung terdiam kala sebuah tangan menggenggam pergelangannya erat.
Oppa, tolong temani aku,” pinta Soojin dengan suara lirih. Meski matanya masih sendu menatap Jimin, tapi seusaha mungkin Soojin tak bersedih lagi. Soojin berdiri lalu melangkah lebih dulu, Jimin hanya bisa mengikuti langkah gadis itu di sampingnya. Mereka berdua melewati ruang tengah, dimana kini Myungsoo dan Chanyeol menatap penuh tanya atas kepergian mereka. Dengan membentuk tangannya seperti telepon, Jimin memberi isyarat pada kedua kakaknya itu.
“Menurutmu mereka akan pergi kemana?” tanya Chanyeol sambil membenahi posisi duduknya. Baru beberapa detik yang lalu Soojin serta Jimin menghilang di balik pintu, mungkin mereka baru saja sampai di halaman rumah Kim, tapi Myungsoo langsung berdiri dengan khawatir. Chanyeol langsung saja menghalangi kepergian laki-laki itu. “Sudahlah, Myung. Jimin akan menjaga Soojin dengan baik, kau tak usah khawatir.”
Myungsoo kembali duduk. Emosi di dalam dirinya benar-benar tak stabil. Mungkin jika di sampingnya kini bukanlah Chanyeol, ia sudah memarahi laki-laki itu sedaritadi. “Yeol, apa yang harus ku lakukan?” tanya Myungsoo tampak begitu putus asa.
“Tenanglah, Myung. Soojin sudah besar, ia bisa menjaga dirinya sendiri,” ucap Chayeol dengan bijaksana. Sebuah tepukan ia layangkan di bahu Myungso, hanya sekadar mengalirkan kekuatan pada laki-laki itu yang begitu lemah saat ini.
Myungsoo menyingkirkan tangan Chanyeol di bahunya dengan perlahan, lalu menatap sahabatnya tepat di mata. “Bukan itu maksudku, Yeol. Ini tentang adik-adik kita. Aku sudah tahu, jadi jangan mencoba untuk menutupi semuanya dariku,” ujar Myungsoo tajam, begitu juga dengan tatapan matanya.
Chanyeol menghembuskan napas berat. “Bukannya aku tidak mau memberitahumu, Myung. Tapi ku kira ini hanya kesalahanku dalam menilai mereka. Jadi semua benar? Kau juga merasakannya?”
Myungsoo mengangguk. Ini benar-benar salah. Setelah belasan tahun keluarga mereka bersahabat, bertetangga pula, Myungsoo tak pernah menyangka bahwa sesuatu seperti ini akan terjadi. “Aku tak bisa melihat Jimin dan Yooji menderita seperti itu hanya karena memendam perasaan mereka terhadap adik-adikku, Yeol. Ini bukan sesuatu yang ku harapkan dari persahabatan kita selama ini. Melihat Taehyung yang bersikap sedingin itu pada Yooji, atau Jimin yang selalu menjaga Soojin meski adikku itu tak pernah merasakan perasaan hangat Jimin. Ku akui adik-adikku memang bodoh. Maafkan mereka, Yeol.”
Myungsoo benar-benar merasa bersalah. Ia tak pernah mengajari kedua adiknya untuk menyakiti perasaan orang lain, apalagi ini kepada keluarga Park yang sudah seperti rumah kedua untuk mereka bertiga.
“Mungkin semua ini bukan sepenuhnya salah Taehyung atau Soojin. Mereka berhak menentukan perasaan mereka untuk siapa, hanya saja adikku yang memilih orang yang kurang tepat. Itu saja, Myung. Jangan merasa bersalah seperti itu.” Chanyeol masih berujar dengan bijaksananya. Jika melihat Myungsoo bersalah seperti itu, Chanyeol juga tak bisa berhenti untuk tidak menyalahkan dirinya sendiri. Mereka berenam sudah seperti satu keluarga yang harmonis, Chanyeol tak ingin hanya karena perasaan membuat semuanya menjadi hancur berantakan.
Dari arah tangga Yooji turun sendirian tanpa kehadiran Taehyung. Ia tampak begitu murung. Tak melihat kearah Chanyeol dan Myungsoo, Yooji langsung saja melangkah kearah pintu keluar. “Oppa, aku ingin pulang, aku lelah,” ucapnya lalu menghilang di balik pintu. Chanyeol langsung berdiri untuk menyusul adiknya itu. Sebelum pergi, ia menepuk bahu Myungsoo.
“Semuanya akan baik-baik saja, Myung.”
.
.
.

To be continued…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Vignette] Only Hope

Title:  Only Hope Scriptwriter: NanaJji (@nana.novita) Cast(s): Jeon Jungkook [BTS] || Kim Soojin [OC] || Park Yooji [OC] || Kim Yugyeom [GOT7] || Kim Namjoon [BTS] Genre: Romance. Friendship. Hurt. Duration: Vignette Rating: Teen Summary: Salahku yang terlalu berharap padamu

[Oneshot] Brother and Sister Complex

  Title: Brother and Sister Complex Author: Na n aJji (@nana.novita) Length: Oneshot Genre: Romance, family, friendship Main Casts: Kim Myung Soo (INFINITE) || Kim Soo Jin (OC) Rating: PG-15 Summary: Seperti sebuah napza. Berawal dari sebuah kebersamaan, hingga akhirnya membuatnya menjadi candu.

[Vignette] Biscuit

Title: BISCUIT Scriptwriter: NanaJji (@nana.novita) Cast(s): Oh Sehun [EXO] || Kim Soojin [OC] || Kim Jongin [EXO] Genre: Comedy. Friendship. Duration: Vignette Rating: G Summary: Haruskah ia memberitahu Soojin tentang apa yang ingin ia beli? . “ Oppa sungguh ingin membeli itu?” tanya Soojin tak percaya. Sehun hanya dapat mengangguk dengan polos. . . .