Langsung ke konten utama

[Chapter] Fact Part.2/END

Title:
FACT
Scriptwriter:
NanaJji (@nana.novita)
Cast(s):
Kim Taehyung [BTS] || Kim Soojin [OC] || Jeon Jungkook [BTS] || Nam Joohyun [OC] || and the other cast(s)
Genre:
Drama. Life. Hurt. Romance. Family. Friendship.
Duration:
Oneshot
Rating:
Teen
Summary:
Kejujuran kadang membuat luka itu tertancap lebih dalam.
.
.
.

Joohyun melangkah ke kanan dan ke kiri tak tentu. Ia terus saja menggigiti bibir bawahnya. Sesekali ia melihat dua orang yang di kenalnya terbaring di atas tempat tidur di ruang kesehatan. Beberapa menit lalu mereka tampak biasa saja, tapi setelah dua menit lalu Soojin pingsan dan berakhir di ruangan itu, Taehyung datang dengan keadaan yang sama.
Seongsaengnim, ada apa dengan mereka?” Jimin langsung bertanya kala perawat sekolah datang. Laki-laki itulah yang tadi menggendong Taehyung ke ruang kesehatan, meski tubuhnya lebih kecil ketimbang Taehyung, ia memang terkenal sebagai orang yang sangat baik. Jungkook yang juga tadi membantu Joohyun membawa Soojin ke ruang kesehatan hanya menyandarkan tubuhnya santai sambil menunggu jawaban si perawat.
“Kalian tahu apa yang mereka makan siang tadi?” tanya perawat Jang sambil memasuki ruangan dan duduk di tepian kasur Soojin, mengecek keadaan gadis itu yang masih pingsan, begitu juga dengan Taehyung.
“Hanya menu makanan di kafetarian, Songsaengnim,” jawab Joohyun menghampiri perawat Jang. “Apa mereka keracunan? Tapi kami bahkan baik-baik saja.” Joohyun menunjuk dirinya dan Jungkook yang makan menu yang sama dengan Soojin dan Taehyung, bahkan satu sekolah mungkin memakan makanan yang sama.
“Tidak. Mereka hanya alergi terhadap belut. Apa menu tadi mengandung belut?” tanya perawat Jang lagi. Ia sudah selesai memberikan obat alergi itu pada kedua pasiennya. Lalu menatap keduanya dengan heran. Mereka memiliki alergi yang sama, sedikit aneh.
“Tidak, Seongsaengnim. Tapi, aku merasa ada sedikit rasa belut di dalamnya.” Kali ini Jungkook yang menjawab. Joohyun pun mengangguk setuju. Pantas saja tadi Soojin dan Taehyung merasa aneh dengan rasanya, mereka tak pernah memakan belut.
“Yasudah, kalian tidak perlu khawatir, dan kembalilah ke kelas. Aku sudah menghubungi orang tua mereka. Obatnya juga sedang bereaksi.” Perawat Jang berdiri dari duduknya lalu menghampiri tiga anak itu. “Biar aku saja yang menunggui mereka disini.”
Jimin dan Jungkook pergi meninggalkan ruangan itu, tapi Joohyun masih tak mau pergi. “Aku juga ingin menunggui mereka disini, Seongsaengnim,” pinta Joohyun sambil memelas. Tapi perawat Jang hanya menggelengkan kepalanya. “Di kelasku juga sedang tidak ada pelajaran, tidak diberikan tugas pula. Jadi, boleh kan?”
Melihat permohonan Joohyun, perawat Jang pun akhirnya membiarkan gadis itu ada disana menemaninya. “Tadi, apa kau makan siang bersama Soojin?” tanya perawat Jang setelah beberapa lama terlewati oleh ruang sunyi.
Joohyun mengangguk sambil menoleh Soojin yang terbaring lalu beralih pada Taehyung di sebelahnya. “Juga dengan Taehyung sunbae, kami makan siang bersama,” jawabnya lemah. “Tapi aku sungguh tidak tahu bahwa mereka memiliki alergi seperti itu.”
Tepat setelah Joohyun mengakhiri kalimatnya, pintu ruang kesehatan terbuka. Seorang wanita dewasa dengan setelah kantornya menghampiri Joohyun dan perawat Jang. “Apa yang terjadi pada Taehyung?” tanyanya langsung.
Oh, jadi anda adalah eomma Taehyung?” Wanita itu mengangguk. “Jadi begini, sup yang tersedia di kafetaria mengandung belut, dan Taehyung tak sengaja memakannya,” jelas perawat itu sambil mempersilahkan ibu Taehyung yang tampak begitu khawatir untuk duduk. “Anda tak perlu khawatir, aku sudah memberikan penawar alerginya.”
“Terima kasih, Seongsaengnim,” ucap ibu Taehyung dengan kekhawatiran yang berkurang. “Taehyung memang memiliki alergi yang sama denganku. Ia benar-benar mewarisi genku,” lanjut ibu Taehyung sambil memperhatikan sekitar ruang kesehatan itu. “Teman Taehyung ya?” tanyanya lalu pada Joohyun.
Joohyun yang sedaritadi memperhatikan ibu Taehyung diam-diam, lalu menunjukkan senyumnya. “Ah, saya hoobae-nya. Saya teman gadis itu,” jawab Joohyun sambil menunjuk Soojin yang terbaring sama seperti Taehyung.
Oh, temanmu sakit juga?” tanya ibu Taehyung lagi. Tampak begitu jelas bahwa wanita itu adalah orang yang sangat ramah. Senyumannya selalu di tunjukkan setiap ia berkata-kata, memang sangat mirip dengan Taehyung.
Joohyun mengangguk. “Dia juga alergi terhadap belut, sama seperti Taehyung sunbae,” jawab Joohyun sekenanya. Sungguh ia masih tak percaya akan bertemu dengan ibu Taehyung. Meskipun ia seringkali melihat ibu Taehyung ketika ia dengan sengaja lewat di depan rumah laki-laki itu. Namun ternyata jika dilihat sedekat ini, wanita itu jauh lebih cantik.
Eo… eomma?”
Terdengar suara lirih yang menarik perhatian semua orang di ruangan itu. Taehyung sudah terbangun meski dengan kepala yang sedikit pusing, ia mencoba untuk mendudukkan diri di kasur. Ketiga orang yang duduk di sofa langsung menghampiri Taehyung yang kini menatap Soojin di sebelahnya.
O… oppa,” panggil Soojin dengan mata yang perlahan terbuka. Gadis itu pun akhirnya terbangun juga, Taehyung langsung membantu Soojin untuk duduk, begitu juga dengan Joohyun yang baru sampai di samping gadis itu.
“Soojin-ah, gwenchana?” tanya Taehyung memastikan. Soojin mengangguk perlahan sambil memegangi kepalanya yang terasa pening.
“Soojin?” tanya ibu Taehyung tiba-tiba mengalihkan semua pandangan padanya. Wanita itu tampak begitu terkejut dan menatap Soojin tanpa henti. Saat yang bersamaan, pintu ruang kesehatan terbuka dan seorang pria memasuki ruangan itu.
Appa?” ucap Soojin kala melihat ayahnya lah yang datang. Namun suasana menjadi hening seketika kala langkah ayah Soojin terhenti begitu saja. Wajah ayahnya juga tampak terkejut, pesis seperti wajah yang di tunjukkan oleh ibu Taehyung.
Beberapa detik setelahnya, ayah Soojin kembali melanjutkan langkahnya dan langsung menghampiri putrinya. “Ada apa dengan Soojin?” tanyanya yang duduk di sebelah Soojin.
“Dia tak sengaja memakan belut,” jawab ibu Taehyung sambil terus memperhatikan ayah Soojin dan Soojin secara bergantian. Tanpa menghiraukan jawaban ibu Taehyung, ayah Soojin bertanya lagi pada perawat Jang.
“Ada apa dengan Soojin?” tanyanya dengan sedikit emosi. Soojin langsung menarik ujung jas ayahnya tanda tak suka. Ayahnya bertingkah sangat aneh, Soojin ingin sekali menegur ketidaksopanan ayahnya.
Appa!!” Namun teriakan itu bukanlah dari Soojin, melainkan dari Taehyung. Semua mata langsung menatap laki-laki itu. “Bisakah appa menghiraukan eomma sebentar saja? Bahkan setelah sekian lama kalian tidak bertemu. Dan berhentilah berakting bahwa tak terjadi apa-apa, karena aku sudah tahu!” teriak Taehyung dengan penuh emosi.
Ibu Taehyung langsung terduduk lemas di samping anaknya. “Taehyung-ah…,” panggil wanita itu lirih. Sebutir air mata menuruni pipinya lalu merangkul anak laki-lakinya. Soojin masih menatap pemandangan di hadapannya dengan bingung. Sandiwara apa yang sedang orang-orang itu lakukan? Meski itu terlihat jelas, namun Soojin benar-benar tak mampu menerima semuanya.
Appa, kenapa Taehyung oppa memanggilmu appa? Sebenarnya ada apa ini?” tanya Soojin menuntut penjelasan. Namun baik ayahnya ataupun ibu Taehyung membungkam mulut mereka. Sama sekali tak mampu memberitahu Soojin kebenarannya.
Taehyung berdiri dari duduknya lalu menarik tangan Soojin, membawa gadis itu keluar dari ruang kesehatan, hingga mereka akhirnya sampai di taman sekolah. Taehyung mendudukkan Soojin di bangku taman, begitu juga dengan dirinya yang duduk di sebelah gadis itu.
Lama mereka hanya terdiam disana. Tak ada sua sedikitpun, baik dari Taehyung ataupun Soojin. Hanya gemerisik daun terbawa angin yang tertiup tak tentu. Taehyung ingin sekali mengawali percakapan diantara mereka, namun diamnnya Soojin membuat laki-laki itu meragu. Ia tahu, mungkin semua ini terlalu susah untuk di terima. Dulu ia pun begitu, tepatnya dua tahun yang lalu. Dimana tiba-tiba seorang lelaki menghubunginya dan mengaku sebagai kakak. Kim Myungsoo, laki-laki itu lah yang telah memberitahu Taehyung segala kebenarannya. Bagaimana sebenarnya mereka dilahirkan dari orang tua yang sama, namun sayangnya harus terpisah begitu saja. Tak hanya seorang kakak, Taehyung juga ternyata memiliki adik. Ya, gadis di hadapannya ini.
“Soojin-ah, waktu itu kita masih terlalu kecil hingga tak ingat apapun. Kau masih berumur lima tahun ketika appa terpaksa membawamu dan Myungsoo hyung untuk meninggalkanku bersama eomma. Orangtua kita tidak bercerai, hanya saja harus berpisah demi kebaikan kita semua…,” jelas Taehyung dengan perlahan. Soojin tak langsung menanggapi. Gadis itu hanya diam dengan mata yang berkaca-kaca.
Tiba-tiba Soojin berdiri dari duduknya dan melangkah pergi. Taehyung berusaha menghentikan gadis itu, namun tarikan tangannya di hempaskan begitu saja oleh Soojin. “Oppa, biarkan aku sendiri,” ujarnya lalu pergi begitu saja. Sesuai dengan permintaan Soojin, Taehyung tak lagi mengikuti gadis itu.
.
.
.
Di ruangan besar itu menggema tangis Soojin. Di sudut ruang olahraga gadis itu menangis sejadi-jadinya. Segalanya telah menjadi terang saat ini, tapi kebenaran itu malah membuatnya kesakitan. Bahkan ketika ia baru menyukai Taehyung dan kenyataan membawa laki-laki itu sebagai kakaknya. Kakak? Ya, kakak. Bagaimana semua itu bisa terjadi seperti ini? Mengapa ayahnya tak pernah memberitahu Soojin tentang keberadaan separuh keluarganya?
Tangis itu semakin menjadi. Begitu pilu terdengar, namun lebih sakit lagi yang Soojin rasakan. Jadi semua perhatian yang selama ini di tujukan Taehyung padanya bukanlah seperti yang gadis itu bayangkan, melainkan hanya perhatian seorang kakak pada adikknya sendiri. Bukan juga rasa suka yang seperti gadis itu rasakan pada Taehyung.
Memang sejak dulu ia selalu ingin bertemu ibunya, namun bukan dengan cara seperti ini. Apa salah yang telah ia buat selama ini hingga harus menerima kenyataan yang menyakitkan? Ponsel Soojin berdering. Namun tak dihiraukannya, ia tetap menangis sambil memeluk kedua kakinya. Terus saja ponsel itu berdering, panggilan masuk berkali-kali hingga akhirnya Soojin memutuskan untuk melihat ponselnya sejenak.
Telepon dari ayahnya. Soojin semakin kesal saja. Ponselnya yang ada di lantai di tendangnya begitu saja. Namun benda itu berhenti beberapa meter setelahnya, padahal Soojin ingat tak ada benda apapun di hadapannya, melainkan hanya hamparan lapangan basket tempat biasa murid-murid melakukan olahraga setiap minggunya.
Soojin menatap kearah lemparan ponselnya barusan dan menemukan ponselnya itu tergeletak di depan sepasang sepatu. Gadis itu menaikkan pandangannya, merasa begitu mengenal sepatu itu.
Masih dengan tangisnya, Soojin melihat Jungkook berdiri disana melalui celah cahaya yang masuk ke dalam ruangan. Laki-laki itu berdiri tanpa berkata apapun, bahkan sejak awal Soojin mulai menangis di ruangan itu.
Melihat kehadiran Jungkook, Soojin menghentikan tangisnya, mengusap sisa-sisa air mata di pipinya, dan berlagak seolah tak terjadi apa-apa. Gadis itu lalu berdiri. Ia tak bisa menangis seperti itu di hadapan orang lain.
“Menangislah, anggap saja aku tidak ada,” ujar Jungkook begitu menyadari Soojin yang merasa tak nyaman dengan keberadaan laki-laki itu. Soojin tak menjawab, ia mulai melangkah meninggalkan ruangan olahraga itu. “Aku tahu kau tak selemah ini, Soojin-ah!” ucap Jungkook lagi sambil menghalangi gadis itu yang hendak melewatinya.
“Memangnya apa yang kau tahu, hah?! Kau hanya mementingkan dirimu saja, kepintaranmu! Kau tak akan pernah tahu bagaimana perasaanku saat ini! Bagaimana menjadi diriku saat ini dan menerima kenyataan yang tak masuk akal ini! Kau tak akan pernah tahu!!” teriak Soojin pada Jungkook. Perlahan air mata gadis itu kembali menetes dengan deras.
“Kau tak akan pernah tahu…,” ucap Soojin dengan lirih. Amarahnya hilang, terganti dengan tangis pilu yang kembali merebak. “Kau si kaku yang tak akan pernah tahu…,” ulang Soojin sambil memukul bahu Jungkook pelan. Soojin yang menangis sesenggukkan menarik Jungkook untuk membawa gadis itu dalam pelukannya. Membiarkan pakaiannya basah begitu saja oleh air mata Soojin.
Jungkook tak mengerti dengan apa yang ia lakukan saat ini. Tadi ketika perawat Jang menyuruhnya untuk pergi ke kelas, ia malah tetap berdiri di sekitar ruang kesehatan demi melihat Soojin. Dan laki-laki itupun mau tak mau menyaksikan langsung kejadian di ruang kesehatan itu.
Biasanya ia tak pernah peduli dengan orang lain. Namun, ketika ia mulai memikirkan Soojin, laki-laki itu merasakan perasaan aneh berdesir di dadanya. Gadis itu telah mengubah segala pandangan Jungkook. Benar katanya, Jungkook telah menjadi orang yang begitu kaku selama ini. Menganggap segala prestasi akan bisa membahagiakannya, meski ia sendiri tak pernah merasa bahagia yang sesungguhnya. Dan gadis itu telah menyadarkan Jungkook bahwa semua itu sia-sia. Ia telah menyiksa dirinya sendiri.
Jungkook mempererat pelukannya pada Soojin dan mengelus lembut rambut gadis itu. Kini ia menemukan suatu hal yang jelas untuk ia lakukan kedepannya, ia tak tahu mengapa, namun ia merasa bahagia melakukannya. Melindungi Soojin, itulah yang akan ia lakukan.
.
.
.
Ruang apartement itu untuk pertama kalinya tampak ramai. Seluruh anggota keluarga itu memenuhinya dengan rasa panik dan khawatir. Myungsoo juga ada disana setelah beberapa jam lalu menerima kabar yang buruk dari ayahnya. Taehyung berjalan kesana-kemari tanpa arah, sedaritadi ia berusaha untuk menghubungi ponsel Soojin, namun selalu gagal.
Sejak siang tadi, gadis itu belum juga pulang. Mereka telah mencarinya dimana-mana, namun tak juga ditemukan. Tiba-tiba ponsel Taehyung berdering. Sebuah panggilan masuk, langsung saja Taehyung terima.
“Halo? Soojin-ah!” Tanpa melihat nama si pemanggil Taehyung langsung menjawab begitu saja.
Sunbae, ini aku Joohyun,” jawab penelepon di seberang yang ternyata bukan Soojin. Wajah Taehyung yang tadinya tampak lega kini lemas seketika. “Bagaimana? Apa Soojin sudah pulang?” tanya Joohyun yang tak kalah khawatirnya.
Taehyung menggeleng. “Belum, Joohyun-ah. Sedaritadi aku menghubungi ponselnya, tapi tidak aktif. Nanti jika ada kabar, aku akan menghubungimu.”
“Baiklah, sunbae. Aku juga sudah menghubungi semua temanku, semoga saja nanti ada kabar dari mereka. Sunbae jangan terlalu khawatir, Soojin pasti akan kembali. Aku yakin,” ucap Joohyun mencoba menenangkan. Tapi yang ia katakan memang jujur. Ia tahu, Soojin bukan orang yang selemah itu.
Taehyung hanya mengangguk pelan dan sambungan telepon pun terputus. Mendengar ucapan Joohyun barusan membuat Taehyung merasa lebih tenang. Ia juga yakin bahwa Soojin tak akan melakukan hal bodoh seperti yang ia pikir sebelumnya. Soojin tak sebodoh itu.
Baru saja Taehyung akan mendudukkan dirinya di sebelah Myungsoo yang juga sibuk menghubungi ponsel Soojin, ponselnya kembali berdering. Langsung saja Taehyung angkat. Pasti dari Joohyun, pikirnya.
“Bagaimana Joohyun-ah? Soojin dimana?”
“Soojin ada bersamaku,” jawab telepon seberang. Tapi begitu mengejutkan bagi Taehyung karena itu bukanlah suara Joohyun, tapi suara seorang laki-laki. Menyadari keterkejutan Taehyung hingga membiarkan sambungan telepon itu hening selama beberapa detik, si penelepon pun menambahkan. “Ini aku Jungkook. Soojin sedang bersamaku di taman. Jika sudah merasa lebih baik, aku akan mengantarnya pulang. Jadi sunbae dan keluarga tak perlu khawatir,” jelas Jungkook sambil memperhatikan Soojin yang berjalan lemah beberapa meter di depannya. Mereka sudah mengelilingi taman itu sejak satu setengah jam yang lalu dan Jungkook hanya berani mengikuti Soojin dari belakang. Gadis itu memang butuh waktu sendiri saat ini.
                                                                              .                
.
.
Sinar mentari yang cukup terik pagi itu, masuk melalui celah-celah gorden berwarna merah, dan menelisik penglihatan Soojin. Gadis itu membuka matanya perlahan. Matanya menatap ke sekeliling ruangan yang begitu asing menurutnya.
Soojin kembali teringat kejadian kemarin. Gadis itu benar-benar terpukul mengingatnya dan masih berharap bahwa semua itu adalah mimpi buruk. Tapi sayangnya, semua itu nyata. Soojin membuka pintu ruangan itu dan pemandangan asing kembali menyambutnya.
“Kau sudah merasa baikan?” suara itu menyapa telinga Soojin. Gadis itu baru menemukan sosok Jungkook yang sedaritadi duduk di sofa sambil memperhatikannya. Melihat wajah Soojin yang kebingungan, Jungkook langsung saja menjelaskan. “Ini apartement hyung-ku, kebetulan ia sedang menginap di rumah temannya. Kemarin kau ketiduran di taman, dan ini tempat terdekat darisana. Jadi aku membawamu kemari.”
Tanpa menghiraukan Jungkook, Soojin melangkah menuju pintu yang tampak seperti pintu keluar. “Kau mau kemana?” tanya Jungkook sambil menyusul Soojin yang sudah ada di depan pintu.
“Aku ingin pulang,” ucapnya lalu hendak membuka pintu. Tapi tangan Jungkook memegang gagang pintu itu lebih dulu daripada Soojin.
“Kau yakin ingin pulang?” tanya Jungkook kemudian. Tampak begitu jelas dari wajah Soojin bahwa gadis itu belum menerima dengan baik semua kejadian mengejutkan kemarin.
“Bagaimana pun aku harus menerima semua kenyataan ini, Jungkook-ah,” jawab Soojin lemah. Ia sungguh tak tahu harus berbuat apa lagi selain menerimanya begitu saja. Toh, meskipun langit runtuh saat itu juga tak akan mengubah apapun.
Soojin akhirnya pulang kerumah dengan ditemani Jungkook. Entah mengapa laki-laki itu tiba-tiba sangat baik dengannya, juga tatapan Jungkook padanya yang membuat Soojin merasa aneh. Mereka akhirnya sampai di depan pintu apartement Soojin. Namun gadis itu tak segera membuka pintunya, ia membalikkan badannya dan menatap Jungkook yang kini ada di hadapannya.
“Jungkook-ah, terima kasih untuk semuanya. Kau sudah banyak membantuku sejak kemarin. Kau bisa pulang sekarang, bukan maksudku untuk mengusirmu. Tapi… kau tahu, ini masalah keluargaku,” ucap Soojin dengan raut wajah sungkan. Seketika Jungkook pun mengerti dan mengulum senyum.
“Masuklah dulu baru aku pergi,” ucap Jungkook mencoba menawar. Meski ia yakin dengan Soojin, namun ia harus memastikan gadis itu benar-benar pulang. Soojin mengangguk dan memberikan senyum tulusnya pada Jungkook. Mungkin ini pertama kalinya Jungkook mendapatkan senyum setulus itu, selama ini hanya senyum manis tak bermakna yang ia terima akibat keangkuhannya. Dan Jungkook menyesal akan semua sikapnya itu. Ia akan mulai memperbaikinya sekarang.
Soojin akhirnya memasuki apartement itu setelah mengucapkan terima kasih untuk yang kedua kalinya kepada Jungkook.
Mendengar pintu apartement yang terbuka, seluruh anggota keluarga itu berdiri lalu melangkah menuju pintu. Dilihatnya Soojin datang dengan keadaan yang berantakan. Terlihat jelas bahwa ia mengalami masa-masa yang sulit kemarin.
Gwenchana?” tanya ayah Soojin yang pertama menghampiri putrinya. Soojin lalu mengangguk dan berjalan menuju sofa.
“Aku ingin penjelasan atas semua ini. Sejujur-jujurnya, aku tak mau ada yang di tutupi lagi,” ucap Soojin yang langsung mendudukkan diri di sofa ruang tengah. Kedua orang tuanya kini duduk disamping Soojin, kedua kakaknya pun duduk tenang di sofa yang bersebelahan.
Ayah Soojin mulai menceritakan segala kronologinya. Dengan tenang Soojin mendengarkan. Setelah jelas seperti itu, ia rasa ia bisa menerima semuanya dengan baik. Bahkan itu tampak lebih bagus.
.
.
.
“Jadi, sekarang kita menjadi kakak dan adik?” tanya Soojin memecah kesunyian. Ia dan Taehyung kini sedang berdiri di balkon kamarnya sambil memperhatikan langit malam. Taehyung mengangguk, ia masih sibuk menghitung bintang di langit yang hanya beberapa. “Aku benar-benar tidak percaya,” ucap Soojin lagi.
Berada sedekat ini dengan Taehyung dalam kenyataan baru yang ia hadapi, mau tak mau membuat Soojin harus melupakan perasaannya pada Taehyung. Meski perlahan, tapi Soojin yakin ia bisa melakukannya. Sudah begitu banyak yang berkorban untuk semua ini. Juga kedua orang tuanya yang kini akhirnya bisa bersatu. Bukankah ini semua harapannya? Mempunyai keluarga yang lengkap dan bahagia?
“Apa kau benar baik-baik saja?” tanya Taehyung kemudian. Laki-laki itu menatap Soojin di sampingnya. Setelah semua info yang selama ini ia terima dari Myungsoo, akhirnya ia bisa bertemu dengan Soojin sebagai kakak, bukan hanya sekadar senior di sekolah.
“Meski susah, tapi aku bisa melakukannya. Oppa mau membantuku kan?” Kini dengan mudah Soojin menunjukkan senyumnya. Tak lagi merasa berat dengan semua kenyataan itu. Hanya dengan menjalaninya sebaik mungkin dan semua akan berjalan dengan mudah.
Taehyung merangkul bahu Soojin dan mengacak rambut adikknya itu dengan manja. Tawa menyerbak dari keduanya. Menjadi keluarga mungkin jalan terbaik untuk mendekatkan mereka berdua. Semua memang di luar dugaan.
“Aku tak menyangka bahwa ayah bekerja di bagian inteligen Negara. Pantas saja ia tak pernah memberitahuku,” ucap Soojin takjub. “Yah, meskipun kini ia berhenti dan memutuskan untuk menjadi detektif biasa, aku tetap bangga padanya.”
Senyuman Soojin tak hentinya terkembang. Gadis itu tak bisa membayangkan bagaimana nantinya ia berkumpul bersama keluarganya yang kini telah lengkap, tanpa perlu berpindah-pindah tempat seperti yang selalu ia jalani selama ini.
“Aku juga bangga memiliki adik sepertimu.”
Malam itu, Soojin dan Taehyung benar-benar menikmati malam berdua. Meskipun Soojin dulu pernah membayangkannya, namun menikmati malam sebagai saudara ternyata jauh lebih membahagiakan di bandingkan dengan yang pernah ia bayangkan.
Gomawo, oppa…”
.
.
.

FIN

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Vignette] Only Hope

Title:  Only Hope Scriptwriter: NanaJji (@nana.novita) Cast(s): Jeon Jungkook [BTS] || Kim Soojin [OC] || Park Yooji [OC] || Kim Yugyeom [GOT7] || Kim Namjoon [BTS] Genre: Romance. Friendship. Hurt. Duration: Vignette Rating: Teen Summary: Salahku yang terlalu berharap padamu

[Oneshot] Brother and Sister Complex

  Title: Brother and Sister Complex Author: Na n aJji (@nana.novita) Length: Oneshot Genre: Romance, family, friendship Main Casts: Kim Myung Soo (INFINITE) || Kim Soo Jin (OC) Rating: PG-15 Summary: Seperti sebuah napza. Berawal dari sebuah kebersamaan, hingga akhirnya membuatnya menjadi candu.

[Vignette] Biscuit

Title: BISCUIT Scriptwriter: NanaJji (@nana.novita) Cast(s): Oh Sehun [EXO] || Kim Soojin [OC] || Kim Jongin [EXO] Genre: Comedy. Friendship. Duration: Vignette Rating: G Summary: Haruskah ia memberitahu Soojin tentang apa yang ingin ia beli? . “ Oppa sungguh ingin membeli itu?” tanya Soojin tak percaya. Sehun hanya dapat mengangguk dengan polos. . . .