Title:
Bangtan Cheesy
Scriptwriter:
NanaJji (@nana.novita)
Main
Cast(s):
All BTS members and OC(s)
Genre:
Romance. Fluff.
Duration:
Oneshot (Ficlet-Mix)
Rating:
Teen
Summary:
Mereka
hanya berusaha untuk membuat sang gadis bahagia
.
.
.
TALES
Kim Seokjin
[BTS] >< Lee Hyemin [OC] (675
words)
Seokjin sibuk mengelilingi toko pakaian itu, matanya
berkeliling mencari pakaian yang menarik penglihatannya. Di belakang laki-laki
itu, Hyemin mengikuti dengan malas. Sudah berjam-jam mereka berkeliling untuk mencari
barang yang bahkan menurut Hyemin tak begitu penting. Bukankah mereka
berbelanja untuk keperluan apartement
baru Hyemin? Tapi yang kini sibuk mencari barang adalah Seokjin. Gadis itu
bingung sendiri.
“Seokjin-ah,
apa lagi yang kau cari? Kita sudah membeli begitu banyak barang,” ujar Hyemin
dengan raut cemberut. Gadis itu meletakkan tas belanjanya seakan-akan itu
sangat berat, padahal ia hanya membawa dua tas, dan sisanya ada di tangan
Seokjin.
“Apa kau mau beristirahat?” tanya Seokjin yang
segera menghampiri Hyemin khawatir. Gadis itu mengangguk manja, membuat Seokjin
kini menggandeng tangannya menuju sebuah café
di dekat sana. Duduk di bangku dekat jendela lalu mulai memesan ketika pelayan café menghampiri mereka.
Sambil menunggu pesanan datang, Seokjin mengeluarkan
satu per satu barang yang telah ia beli dan meletakkannya diatas meja. Hyemin
hanya memperhatikan laki-laki itu sambil menumpukan tangan di atas meja. Jika
seperti ini, berbelanja dengan Seokjin sama saja seperti ahjuma-ahjuma yang pergi ke pasar. Meskipun itu kegiatan rutin,
pasti saja mereka pulang dengan banyak barang. Hyemin menghembuskan napasnya
lelah.
“Yang ini lucu, bukan?” Seokjin menunjukkan sepasang
mug berwarna soft pink dengan gambar sepasang gnemo biru dan merah di atasnya. Hyemin mengangguk pelan. Ia begitu
terkejut melihat barang-barang yang telah mereka beli, hampir semua berwarna pink. “Gnemo merah ini untukmu dan yang biru untukku,” ujar Seokjin lagi,
lalu memasukkan mug itu ke kotaknya.
“Apa itu?” tanya Hyemin begitu terkejut sambil
menunjuk sebuah bungkusan. Seokjin langsung meraih benda yang di tunjuk Hyemin
lalu mengeluarkan benda itu dari bungkusnya.
“Ini sepasang apron
untuk kita. Bukankah gambarnya sangat cantik?” Hyemin memperhatikan gambar yang
menurut Seokjin sangat cantik itu. Sepasang teddy
bear yang sedang memasak. Lagi-lagi Hyemin menghembuskan napas dengan perasaan
tak karuan.
“Tapi aku tidak akan memasak, Seokjin-ah,” keluh Hyemin. Ia benar-benar benci
memasak. Meskipun di apartement
barunya terdapat dapur, namun gadis itu tak berencana untuk menggunakannya.
“Apa kau akan tetap menolak jika aku memintamu untuk
menemaniku memasak?” Hyemin mengangguk yakin. Apapun itu, termasuk kekasih di
hadapannya, ia akan tetap tidak memasak. “Aku kecewa,” ujar Seokjin sambil
mempoutkan bibirnya. “Setidaknya kau harus mau memakan masakanku dan memakai apron itu saat aku memasak,” pinta
Seokjin dengan wajah yang dibuatnya seimut mungkin, berharap dengan begitu
Hyemin dapat luluh.
Dan memang Hyemin tak tahan jika melihat wajah Seokjin
seperti itu, jadilah gadis itu terpaksa mengangguk. “Baiklah, baiklah. Asal aku
tidak ikut memasak, oke?” Seokjin
tersenyum senang mendengarnya. Semua barang-barang itu di masukkannya kembali
kedalam tas karena pesanan mereka telah datang.
Sambil menikmati ice
coffee miliknya, diam-diam Hyemin memperhatikan Seokjin yang juga sedang
menikmati jus stroberi yang di pesannya. Gadis itu mulai berpikir. Sebelumnya
ia tak pernah berpikir bahwa Seokjin se-keibuan itu. Dan melihat kesukaannya
dengan cerita dongeng serta hobinya memasak, membuat Hyemin benar-benar
berpikir bahwa Seokjin sedikit feminim.
“Seokjin-ah,
kenapa kau bisa suka dengan cerita-cerita dongeng itu? Kau tahu itu hanya
fiktif,” ujar Hyemin penuh keheranan. Ia sungguh tak mengerti dengan selera
Seokjin.
“Menurutku ceritanya begitu imajinatif,” jawab
Seokjin yang kini menatap sepasang netra Hyemin. “Memangnya ada apa?”
“Bukan apa-apa, aku hanya ingin tahu. Apa kau
percaya pada cerita-cerita itu? Maksudku, dalam cerita itu selalu ada peri-peri
cantik, seorang putri atau pangeran yang akhirnya jatuh cinta pada orang biasa…”
“Awalnya aku tidak percaya, tapi sekarang aku
percaya,” jawab Seokjin gamblang. Hyemin semakin aneh menatap Seokjin.
Sepertinya kekasihnya itu memang harus ia bawa ke psikiater.
“Bagaimana kau bisa percaya pada hal seperti itu?!”
Seokjin meneguk jus stroberinya hingga hampir habis.
Hyemin masih setia menunggu kekasihnya menjawab. Seokjin kemudian menatap
Hyemin tepat di mata, sebuah senyum mengembang di wajahnya.
“Bukankah saat ini di hadapanku sedang duduk seorang
bidadari?”
Hyemin pun tersedak oleh minumannya. Gadis itu
terbatuk-batuk. Apa saat ini Seokjin sedang berusaha merayunya?
“Ya!”
Sebuah tepukan ia layangkan di bahu Seokjin. Ia benar-benar sudah tertipu.
Hampir saja ia ingin membawa Seokjin ke psikiater dan merasa dirinya sendiri
sudah tidak waras karena menyukai seseorang seperti Seokjin.
“Wah,
bahkan aku tak pernah menyangka bahwa ketika marah membuat bidadari bisa jauh
lebih cantik.”
“Ya!
Hentikan omonganmu!”
.
.
.
SUGAR
Min Yoongi [BTS]
>< Park Younghye [OC] (629
words)
Younghye duduk sendiri di bangku taman itu. Ia sudah
datang empat puluh menit yang lalu, mengingat ia mempunyai janji tiga puluh
menit sebelumnya. Namun sampai sekarang pun, orang yang di tunggu-tunggu tak
kunjung datang.
Gadis itu menatap ponselnya. Sudah berkali-kali pula
ia menghubungi Yoongi, juga mengirimi laki-laki itu pesan, namun tak ada
satupun balasan darinya. Ia lalu memasukkan ponselnya dengan kesal ke dalam
tas. “Kemana juga perginya si pucat itu!” Gadis itu mulai merutuki situasi.
Kekesalannya pun memuncak kala matanya menemukan Soojin dan Jungkook yang
berlarian melewati taman. Sahabatnya itu tampak begitu senang saat ini, dan ia
harus menunggu tanpa arah? Yang benar saja, Min Yoongi.
“Awas saja nanti kau, Min Yoongi!!” Younghye bangun
dari duduknya hendak pergi. Namun baru membalikkan badan, ia menemukan sosok
Yoongi yang sedang berjalan kearahnya.
“Apa kau sedang menyumpahiku?” tanya Yoongi dengan
sarkastis. Wajah laki-laki itu tampak tak begitu baik. Sepertinya telah terjadi
sesuatu.
Younghye kembali duduk di bangku taman itu. Wajahnya
pun di buat secemberut mungkin. “Ini karena oppa
membuatku menunggu begitu lama,” ujarnya dengan kesal. Yoongi duduk di sebelah
gadis itu dengan lemah, menghempaskan badannya begitu saja seakan ia membawa
beban yang sangat berat.
“Apa ia tak pernah ingat dengan ucapannya? Umurkah
yang sudah membuatnya begitu cepat lupa? Aish!!”
Yoongi hampir saja berteriak karena saking kesalnya. Younghye yang berada di
samping laki-laki itu dengan kesal sebelumnya, kini terdiam kaku. Perkataan
Yoongi memang terkadang begitu menusuk, tapi ucapannya barusan meyakinkan
Younghye bahwa Yoongi tidak sedang baik-baik saja.
“Ada apa?” tanya gadis itu akhirnya. Kekesalannya
sudah hilang, berganti dengan rasa khawatir terhadap kekasihnya kini. Yoongi
mengacak rambutnya frustasi, lalu menatap Younghye.
“Aku harus bagaimana? Selama ini Bang PD berkata
padaku bahwa aku bisa memproduksi musikku sendiri, bernyanyi santai dengan
gayaku, lalu apa yang ia katakan barusan?! Boy
group katanya?!! Dulu dia bilang tidak ada dance! Arght!!”
Dari perkataan itu, Younghye membuat sebuah
kesimpulan. Sebelum ini Yoongi pasti menemui Bang PD. “Aku ingin sebuah grup rap, bukan yang menari-menari seperti
itu!! Dan Suga? Nama apa itu?!” Yoongi hanya bisa berteriak-teriak kesal tanpa
kemampuan apapun untuk membatalkan keputusan PD-nya itu.
Dengan tenang Younghye meraih keduan tangan Yoongi
dan membuat laki-laki itu menghadap padanya. Kedua tangannya membenahi rambut
Yoongi yang tadi dibuatnya berantakan sambil terus tersenyum. “Jadi, apa dengan
marah seperti itu bisa membatalkan keputusannya?” tanya Younghye dengan kedua
tangannya menempel di pipi Yoongi, memaksa laki-laki itu untuk menatap matanya.
Yoongi menggeleng polos. Rasa kesalnya sudah mereda
akibat melihat senyum menenangkan Younghye. “Tapi aku sangat kesal,” ucapnya
berusaha membela diri. Kini tangan Yoongi meraih tangan Younghye, ikut
menempeli wajahnya seperti yang gadis itu lakukan.
“Aku heran, kenapa Bang PD bisa memberi nama Suga
pada orang seperti oppa. Apa oppa semanis gula?” Younghye
menggeleng-gelenggkan kepalanya. Tentu saja heran, laki-laki itu terlalu sering
berkata-kata yang menyinggung, bahkan ia tidak akan mau untuk melakukan aegyo. Yang ada di pikirannya hanyalah
satu kata: SWAG.
“Aku juga tidak mengerti mengapa ia memberikan nama
itu padaku. Saat kutanya, ia bilang karena aku manis.” Yoongi menampakkan wajah
cemberutnya.
“Jangan cemberut seperti itu, aku tidak suka
melihatnya.” Younghye melepaskan tangannya dari wajah Yoongi, namun laki-laki itu
dengan cepat meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya erat. Yoongi lalu
memperlihatkan senyumnya. “Kurasa Bang PD benar, karena senyumanmu itu sangan
manis, oppa.”
“Benarkah?” Younghye mengangguk sambil tersenyum.
“Lalu nama apa yang harus ku berikan padamu? Senyummu bahkan terlalu manis
hingga tak ada yang menandingi,” ucap Yoongi membuat Younghye tersenyum malu. “Ugh! Jangan tersenyum seperti itu, apa
kau ingin membuatku terkena diabetes?”
Younghye langsung menurunkan senyumnya dan membuat
ekspresi cemberut. Tapi Yoongi tampak tersenyum usil. “Bahkan dengan wajah
seperti itu, kau bisa membuatku mati sebentar lagi,” ujar Yoongi tanpa berhenti
tersenyum.
“Lalu aku harus bagaimana?” tanya Younghye yang
tampak frustasi. Apa Yoongi kini sedang mempermainkannya? Namun laki-laki itu
kembali tersenyum lalu memeluk Younghye erat.
“Tetaplah disisiku, itu sudah cukup.”
.
.
.
HOPE
Jung Hoseok
[BTS] >< Yoon Gaeun [OC] (631
words)
“Hai.” Seorang gadis menyapa Hoseok yang di lewat di
hadapannya. Hoseok balas tersenyum dan menyapa gadis itu. Tanpa laki-laki itu
sadari Gaeun yang sedaritadi jalan bersamanya kini menampakkan wajah tidak
suka.
Baru beberapa menit lalu mereka keluar dari kelas
dan berencana menuju ke kafetaria, namun Gaeun sudah tak dapat menghitung
berapa banyak jumlah gadis yang menyapa kekasihnya. Dan kesalnya lagi, Hoseok
selalu tersenyum dan membalas semua sapaan itu. Apa laki-laki itu tak menyadari
bahwa Gaeun cemburu di sampingnya?
Sampai di kafetaria pun suasana tak kunjung berubah.
Beberapa gadis dengan gamblangnya mengajak Hoseok untuk duduk di sebelah
mereka. Apa para gadis itu tidak tahu bahwa Hoseok kini sedang bersama
kekasihnya? Gaeun sungguh merasa kesal.
“Ada apa? Kenapa wajahmu seperti itu?” tanya Hoseok
penuh perhatian pada Gaeun. Gadis itu menyendok nasi di hadapannya dan
memasukkan ke dalam mulutnya. Dengan begitu, Gaeun rasa ia tak harus menjawab
pertanyaan Hoseok. Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja ia sedang cemburu. Hoseok
bahkan tidak tahu itu.
Hoseok pun perlahan memakan makanannya dengan lahap.
Ia kembali seperti biasa. Mengumbar senyum dan tawa dimana-mana. Sedangkan
Gaeun memakan makanannya seolah mengamuk, mengambil suapan besar, dan
membiarkan mulutnya penuh akan makanan.
Masih dengan mulut penuh dengan makanan, Gaeun
memperhatikan Hoseok yang sedang bertegur sapa dengan Sohyun−mantan kekasih
Hoseok, kesalnya semakin membuncah hingga gadis itu mulai tersedak.
Terbatuk-batuk Gaeun sambil mencoba menelan makanannya.
“Gwenchana?”
Hoseok langsung menepuk-nepuk punggung Gaeun. Laki-laki itu menyerahkan botol
air mineral miliknya. Setelah berhasil menelan sisa makanan di mulutnya, gadis
itu langsung menegak air mineral pemberian Hoseok. Detik berikutnya, Gaeun
menghembuskan napas lega.
“Hampir saja aku mati karena cemburu. Awalnya ku
kira itu hanya ungkapan belaka, ternyata−“
Ucapan Gaeun langsung terhenti, gadis itu menutup
mulutnya. Ia merutuki dirinya sendiri karena secara tidak langsung telah
mengatakan pada Hoseok bahwa dirinya cemburu.
“Jadi kau cemburu?” tanya Hoseok polos. Gaeun
melepaskan tangan yang menutup mulutnya, ia langsung menegakkan kepalanya
seolah-olah marah.
“Memangnya aku bisa apa lagi jika kekasihku menebar
senyum seperti itu pada setiap gadis? Apalagi para gadis itu yang histeris saat
melihatmu. ‘Wah, itu Jung Hoseok yang
tampan dan pandai menari’ Bagaimana aku bisa diam saja melihat hal seperti
itu?”
Gaeun melipat kedua tangannya di depan dada,
benar-benar menunjukkan betapa kesalnya ia saat ini. Bukannya merasa bersalah,
Hoseok malah tertawa. Sontak membuat Gaeun semakin marah. “Kau lucu jika sedang
marah,” ujar Hoseok sambil mengacak rambut Gaeun.
Gadis itu segera membenahi rambutnya dan menatap
Hoseok lekat-lekat. “Kau ini tidak mengerti atau apa?” Gaeun menumpukan kedua
tangannya diatas meja, seakan ingin bicara serius dengan Hoseok. “Aku ini
kekasihmu, Heoseok-ah. Jika kau
mengumbar senyum seperti itu pada semua gadis, itu berarti kau memberi mereka
harapan untuk menjadi kekasihmu, kau tahu?”
Gaeun dengan sangat hati-hati menjelaskan pada
Hoseok, beruntung ia tak termakan emosi. Senyum Hoseok langsung mengendur,
melihatnya membuat Gaeun menahan tawa. Semua orang tahu bahwa Hoseok tampak
selalu bahagia, dan ekspresinya saat ini begitu langka untuk di jumpai. “Apa
aku melakukannya? Memberi harapan pada gadis-gadis itu?” Sekali lagi Heoseok
bertanya dengan polosnya. Dengan sangat yakin, Gaeun pun mengangguk. “Lalu
bagaimana denganmu? Apa kau tidak merasa sedang memberi harapan pada
seseorang?”
“Tentu saja tidak. Aku tidak pernah menebar senyum
sepertimu,” jawab Gaeun dengan sangat yakin.
“Benarkah? Tanpa tersenyum pun kau sudah memberikan
harapan yang sangat besar padaku. Harapan bahwa kita akan bahagia berdua
selamanya.” Dengan percaya diri Hoseok mengucapkan rayuan itu sambil meraih
tangan Gaeun dan menggenggamnya erat. “Hanya kaulah harapanku, Gaeun-ah.”
Hoseok mencium punggung tangan Gaeun. Semua mata
gadis yang ada di kafetaria menatap iri mereka berdua. Gaeun diam-diam
tersenyum penuh kemenangan.
“Apa dengan begini aku bisa mematahkan harapan
mereka semua?” tanya Hoseok sambil menggandeng tangan Gaeun meninggalkan
kafetaria. Semua pandangan mengikuti arah langkah mereka. Gaeun hanya
mengangguk sebagai jawaban. Ia benar-benar senang saat ini. Seharusnya ia tak
perlu khawatir dengan keberadaan para gadis itu, karena sejak awalpun ia sudah
memenangi hati Hoseok.
.
.
.
BRAIN
Kim Namjoon
[BTS] >< Kim Hyesung [OC] (954
words)
Hyesung sibuk membolak-balikkan lembaran buku di
hadapannya. Gadis itu terduduk di beranda taman belakang dengan wajah kusam.
Beberapa buku tebal bertumpuk di atas meja dan camilan-camilan kecil yang
sengaja ibunya sediakan.
“Ah,
rasanya aku sudah menghitungnya dengan baik, tapi kenapa hasilnya tidak ada di
pilihan jawaban?” keluh Hyesung sambil meletakkan pensilnya dengan kasar
sehingga menimbulkan bunyi yang cukup keras.
Seminggu lagi tes masuk perguruan tinggi akan
diadakan, namun Hyesung merasa bahwa ia belum siap lahir dan batin. Setelah
meneguk jus jeruknya, Hyesung kembali terfokus pada soal matematika di
hadapannya. Tapi sungguh, ia ingin sekali melempar buku itu jauh-jauh. Sudah
tiga kali ia menghitung soal yang sama, sesuai dengan rumus, tapi selalu tak ada
jawaban. Bahkan Hyesung heran, di setiap hitungannya ia selalu mendapatkan
hasil yang berbeda-beda. Gadis itu tahu bahwa kesalahan mungkin ada di dirinya.
Di tengah kegiatannya menghitung untuk yang keempat
kali, ponsel Hyesung berbunyi. Gadis itu langsung mengangkat panggilan yang
ditujukan untuknya. “Halo?” sapanya malas.
“Keluarlah sekarang, aku di depan rumahmu.”
Hyesung tersentak, ia berdiri dari duduknya, dan
langsung berlari menuju pintu setelah mematikan sambungan ponselnya. Sampai di
depan pintu, Hyesung menemukan sosok laki-laki bertubuh tegap nan tinggi dengan
setelan kemeja dan jeans yang rapi. Senyum laki-laki itu terkembang kala
melihat kedatangan Hyesung.
“Kenapa oppa
datang tiba-tiba? Kalau aku tidak ada di rumah bagaimana?” serbu Hyesung
langsung dengan pertanyaan. Namjoon menatap gadis di hadapannya dengan wajah
cemberut lalu menghela napas. Menurut cerita yang ia terima dari Hoseok,
kedatangan kekasih yang tiba-tiba ada di depan rumah pasti akan membuat hati
perempuan terhanyut, tapi reaksi Hyesung sama sekali berbeda.
“Kau tidak menyuruhku masuk?” tanya Namjoon setelah
beberapa lama Hyesung membombardirnya dengan pertanyaan dan mereka masih diam
di depan pintu. Hyesung langsung saja menepuk jidatnya penuh penyesalan lalu
mempersilahkan Namjoon masuk. Mereka akhirnya duduk di beranda tempat Hyesung
tadinya belajar dengan serius.
“Ada apa?” tanya Hyesung lagi. Sedaritadi ia sama
sekali tak bisa menyunggingkan senyum pada Namjoon. Pikiran tentang semua
pelajaran itu bahkan telah melenyapkan laki-laki itu dari pikiran Hyesung yang
biasanya hanya terisi oleh Namjoon.
“Aku hanya ingin menemui kekasihku, apa itu salah?”
tanya Namjoon heran. Tak biasanya Hyesung bersikap acuh terhadapnya seperti
ini. “Kau juga tidak menyuguhkanku minum, sebenarnya kau kenapa?”
Hyesung langsung berdiri dari duduknya lalu menuju
dapur untuk membuatkan minum. Beberapa menit kemudian, ia sudah kembali dengan
segelas jus jeruk di tangannya. “Aku hanya heran mengapa oppa datang kemari disaat seperti ini,” ucap Hyesung malas sambil
menyodorkan minuman itu pada Namjoon. “Aku sedang tak ingin melihatmu.”
Kata-kata itu terdengar begitu mengecewakan bagi
Namjoon, tapi ia tahu bukan seperti itu maksud Hyesung sebenarnya. “Apa aku
mengganggumu?” Namjoon menatap lekat-lekat mata Hyesung, namun gadis itu malah
memalingkan wajahnya dan mengambil sebuah buku tebal yang sedaritadi terbuka.
“Oppa
tahu, aku harus belajar untuk tes perguruan tinggi nanti. Tapi jika oppa ada di sebelahku seperti ini,
kurasa aku akan susah berkonsentrasi pada pelajarannya,” ujar Hyesung tanpa
melirik Namjoon. Ia kembali menghitung soal terakhir yang belum bisa juga ia
pecahkan. “Bahkan tanpamu saja aku sudah tidak bisa menjawab soalnya.”
“Tentu saja aku tahu. Kicha, adikku juga mencari
perguruan tinggi yang sama denganmu. Oh ya? Apa wajah tampanku terlalu menarik
perhatianmu?” ujar Namjoon dengan melakukan aegyo.
Sikunya menyenggol lengan Hyesung agar gadis itu melihatnya saat ini. Hyesung
hanya melirik kearah laki-laki itu dan menghela napas panjang setelahnya.
“Jangan tunjukkan wajah seperti itu lagi. Sangat
mengganggu penglihatanku, oppa.”
Sebenarnya Hyesung ingin sekali tertawa terbahak-bahak melihat aegyo Namjoon, hanya saja ia terlanjur
bersikap dingin dari awal. Terlalu susah untuk memperbaiki itu.
“Aku hanya berusaha menghiburmu. Memangnya soal mana
yang tidak bisa kau kerjakan?” Tangan Namjoon langsung menarik buku Hyesung.
Memperhatikan soalnya satu per satu dan berpikir. Hyesung pun dengan malas
menunjuk salah satu soal yang daritadi tak bisa ia selesaikan. Namjoon mengerutkan
keningnya lalu mulai mengorak-orek.
Satu menit berlalu, Hyesung tampak malas. Gadis itu
ragu Namjoon bisa menyelesaikannya. Mungkin Hyesung sesungguhnya belum mengenal
Namjoon dengan baik.
“Jawabannya C,” ujar Namjoon tiba-tiba, memecah
segala keheningan disana, dan mengundang ketidakpercayaan Hyesung.
“Bagaimana bisa? Darimana oppa bisa mendapat jawabannya?!” Hyesung berteriak histeris.
Menarik bukunya yang ada di tangan Namjoon dan memperhatikan corat-coret tangan
Namjoon diatas sana.
“Aku hanya mengerjakannya sesuai rumus,” jawab
Namjoon polos.
Hyesung yang telah selesai mengamati hasil
perhitungan Namjoon hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. “Oppa! Ajari aku!!” rengeknya kemudian
pada Namjoon.
Namjoon menatap Hyesung aneh. Bukannya tadi ia yang
mengatakan bahwa kehadiran Namjoon sangat mengganggu? “Apa?! Aku tidak bisa!
Jangan memintaku untuk mengajarimu!!” tolak Namjoon sambil menjerit.
“Tapi kau bisa menyelesaikan soal ini yang bahkan
sudah kucari berkali-kali jawabannya! Ayolah oppa…” Hyesung mengedip-ngedipkan sebelah matanya, mencoba merayu
Namjoon agar mau mengajarinya.
Namjoon menaruh jari telunjuknya di dagu, tampak ia
sedang mempertimbangkan tawaran Hyesung. “Kalau aku mengajarimu, apa kau juga
mau mengajariku?” Hyesung mengangguk. “Janji?”
“Ya, aku berjanji. Tapi mengajari apa?” tanya
Hyesung heran. Ia rasa ia tak sangat pintar dalam suatu hal hingga Namjoon
meminta ia untuk mengajarinya.
“Kau bisa mengajariku bagaimana cara mendapatkan
hatimu kan? Karena kurasa kau begitu pintar mendapatkan hatiku.”
Ugh! Hyesung menghela napas. Ia kira Namjoon mencoba
untuk berbicara serius padanya, tapi laki-laki itu malah main-main. Jadi apa ia
harus membalasnya juga?
“Tapi, apa aku harus mengajarimu hal itu? Bahkan tanpa
ku ajari pun, oppa sudah melakukannya
berkali-kali,” ucap Hyesung. Sebenarnya ia sendiri ingin muntah saat
mengucapkan kata-kata itu. Tapi ia tak merasa rugi setelah melihat reaksi
Namjoon. Laki-laki itu begitu terkejut hingga mulutnya terbuka begitu saja.
“Wah!!
Sejak kapan kau belajar hal seperti itu??” tanya laki-laki itu takjub. Wajahnya
pun tak bisa menyembunyikan keterkejutannya itu. Hyesung lagi-lagi harus
menahan tawa melihat wajah Namjoon yang sangat lucu.
“Baru saja oppa
yang mengajariku kan?”
Skak mat.
Namjoon kalah telak. Ia benar-benar malu saat ini dan hanya bisa
menggaruk-garuk tengkuknya sambil tersenyum paksa. Mungkin seharusnya Namjoon
mengajari Hyesung pelajaran yang benar, bukan bermain-main dengan hal seperti
itu.
.
.
.
TIRED
Park Jimin [BTS]
>< Park Shinah [OC] (932 words)
Joohyun dan Soojin sedang sibuk mengemasi buku
mereka sambil berbincang mengenai makan malam nanti bersama Taehyung dan
Jungkook kala tiba-tiba Shinah yang duduk di depan mereka membalikkan badan
dengan wajah ceria.
“Soojin-ah,
apa Jungkook ada latihan dance
sepulang sekolah?” tanya Shinah sambil menatap Soojin penuh harap. Mendengar
pertanyaan Shinah, wajah Soojin langsung bersemu tak enak.
“Wae?
Kenapa kau menanyakan Jungkook-ku?” tanya Soojin balik karena merasa tak suka
mendengar pertanyaan Shinah mengenai kekasihnya. Namun sebelum mendapat
jawaban, sebuah jitakan keras Soojin dapatkan dari Shinah.
“Ya! Aku
sama sekali tak tertarik dengan Jungkook-mu!” bentak Shinah langsung. Soojin
hanya bisa mengusap-usap kepala hasil jitakan Shinah sambil berwajah masam.
“Aku hanya ingin tahu, apa Jimin oppa
latihan dance hari ini.”
Soojin tersenyum kaku setelah mendengar penjelasan
Shinah. Ia baru ingat jika seminggu yang lalu temannya itu baru saja resmi
menjalin hubungan dengan Jimin. “Hehehe,
mian. Kalau masalah itu aku tidak tahu. Tapi kata Jungkook, Jimin sunbae akan mengikuti lomba dance minggu depan, mungkin ia akan
berlatih.”
“Ah ya!
Tadi juga Taehyung oppa sempat
menyinggung kalau seminggu ini Jimin sunbae
akan sibuk latihan dance.
Jadi−Shinah-ya!”
Shinah langsung pergi saja tanpa mendengar lanjutan
kalimat Joohyun, membuat gadis itu serta Soojin hanya menggelengkan kepala
sebelum akhirnya Shinah hilang dari pandangan mereka.
Shinah berlarian menuju ruang dance yang letaknya cukup jauh dari kelasnya. Sesampainya di depan
ruang dance, Shinah langsung membuka
pintu ruangan itu, dan seperti harapannya, ia menemukan Jimin di dalam sana.
Berlatih sendiri, tanpa sadar akan kehadiran kekasihnya.
Satu lagu berakhir untuk gerakan dance Jimin dan betapa terkejutnya ia
ketika tepuk tangan Shinah menggema di ruangan itu. “Oh! Sejak kapan kau ada disana?” Jimin langsung menghampiri Shinah
yang duduk sendiri di pojok ruangan.
“Beberapa menit lalu. Oppa bahkan tak sadar aku masuk.” Shinah menyerahkan botol minum
miliknya pada Jimin. Sebelum menegak air di dalamnya, Jimin menatap botol minum
itu ragu.
“Kenapa airnya masih banyak? Kau tidak menghabiskan
bekal airmu??” Jimin menunjukkan botol minum berwarna merah itu pada Shinah. Yang
di tanya hanya bisa menunjukkan deretan giginya.
“Tadi aku, Soojin, dan Joohyun membeli jus, jadi aku
tidak terlalu haus,” jawab Shinah sambil kembali menyodorkan botol minum itu
pada Jimin. “Minumlah oppa, kau pasti
kehilangan banyak cairan setelah menari sekeras itu.”
Jimin akhirnya menegak air di botol itu hingga
hampir habis. Setelahnya ia menghempaskan begitu saja badannya kearah tembok
seakan-akan ia sungguh kelelahan. “Kenapa oppa
tidak memberitahuku bahwa oppa akan
mengikuti lomba?” tanya Shinah pelan. Hanya sebagai basa-basi dalam percakapan
mereka.
“Aku juga tidak tahu, pagi ini Han Seongsaengnim baru memberitahu kami.
Bahkan Jungkook langsung mengundurkan diri tidak mau ikut,” ujar Jimin
menceritakan keluh kesah di dalam hatinya. “Tapi aku sangat ingin ikut, jadi
aku harus berlatih keras minggu ini.”
“Dasar Jungkook memang pemalas. Tidak seperti oppa yang selalu pantang menyerah!” ujar
Shinah dengan jujur. Jimin lalu mengangkat tangannya untuk mengelus lembut
rambut Shinah. “Terlebih oppa sangat
baik hati,” tambahnya lagi.
“Oh,
apakah aku sebaik itu?” tanya Jimin dengan aegyo
lalu duduk mendekat kearah Shinah. Gadisnya itu hanya menggelengkan kepala
melihat Jimin seperti itu.
“Tidak. Aku lebih baik dari oppa,” jawab Shinah tegas. Wajah Jimin langsung tampak kecewa dan
membuat raut mukanya seperti anak kecil meminta permen. “Hahaha, tentu saja aku hanya bergurau, oppa.”
“Aih, kau
ini memang benar-benar bisa membuat hatiku tak karuan.” Tangan Jimin kembali
mengacak rambut Shinah lebih kencang. Shinah hanya bisa tertawa-tawa kecil di
buatnya, merasa benar-benar berhasil membuat Jimin salah sangka. Tak sengaja
Jimin melirik jam dinding yang ada di ruangan itu. Hari sudah cukup sore. “Kau
tidak pulang? Sudah sore begini. Nanti kau tak dapat istirahat di rumah.”
“Oh, aku
kan ingin pulang dengan oppa.
Memangnya oppa tidak segera pulang?”
Jimin menghela napas setelah mendengar pertanyaan Shinah. Tangannya memasukkan
botol minum warna merah milik Shinah kedalam tas gadis itu lalu menyerahkan
tasnya pada Shinah.
“Aku mungkin pulang malam nanti. Aku masih harus
latihan, Shinah-ya,” ujar Jimin penuh
penyesalan. Sesungguhnya ia ingin sekali pulang berdua bersama Shinah, tapi ia
harus tetap latihan, mengingat saingannya adalah seorang Jung Hoseok yang
seperti boneka tari itu. Meski sangat susah untuk mengalahkannya, setidaknya ia
harus tetap berusaha.
“Oppa…”
Tangan Shinah meraih tangan Jimin lembut, lalu menatap laki-laki itu teduh
tepat dimata. “Aku tahu, oppa ingin
melakukan yang terbaik. Tapi aku tidak ingin melihatmu terlalu memaksakan diri.
Sesekali aku ingin melihat oppa
menghabiskan waktu bersama teman-teman dan juga bersamaku, bukan selalu
menari-nari seperti ini.”
Jimin menghela napas berat. Yah, dia memang seperti itu. Menari adalah mimpinya, namun ia
terlalu serius akan itu, bahkan tak sempat menikmati hidupnya. “Maafkan aku,
Shinah-ya.” Genggaman tangan Jimin
pada Shinah semakin erat. Lalu tiba-tiba menatap gadis itu datar. “Lalu, apa
bedanya aku denganmu?”
“Aku? Memangnya aku kenapa, oppa?” tanya Shinah bingung. Sama sekali ia tak mengerti dengan
ucapan Jimin. Gadis itu juga berpikir tentang kesalahan yang mungkin ia lakukan
tanpa sadar. Tapi ia rasa tidak ada.
“Kau juga selalu menari-nari di dalam pikiranku. Apa
kau tidak lelah?”
Tampak senyum jahil mengembang di wajah Jimin
setelah melihat wajah tak percaya Shinah. Ternyata semua ini hanya tipuan.
Shinah yang berwajah masam langsung meraih tasnya lalu berdiri.
“Aku akan pulang sekarang. Melihatmu menari-nari di
depan mataku saja membuatku lelah, apalagi oppa
juga selalu menari-nari di pikiranku. Lelah berkali-kali lipat!”
Shinah melangkah keluar ruangan dengan wajah marah.
Jimin yang merasa bersalah langsung meraih tasnya dan menyusul Shinah. “Apa kau
marah padaku?” tanya Jimin setelah sampai di samping gadisnya.
Shinah menatap Jimin sejenak, kemudian meraih tangan
laki-laki itu untuk melangkah bersamanya. “Jika tidak seperti ini, oppa tidak akan bisa pulang bersama
denganku.” Mau tak mau Jimin akhirnya pulang bersama Shinah dan untuk sejenak
melupakan semua keharusannya untuk latihan dance
karena yang ada di pikirannya saat ini hanyalah gadis di sebelahnya.
.
.
.
THIEF
Kim Taehyung
[BTS] >< Nam Joohyun [OC] (825
words)
Trotoar jalan sore itu tampak cukup lengang. Hanya
beberapa pejalan kaki, kendaraan yang melintaspun nampak sepi. Berbanding
terbalik dengan jalan yang mereka lewati, Taehyung dan Joohyun tampak asik
dengan percakapan mereka.
“Oppa
tetap tak akan bisa mengalahkanku,” ucap Joohyun dengan bangga. Sedaritadi
mereka melakukan suit dan selalu Joohyun yang menang, alhasil Taehyung selalu
mendapatkan dakbam dari kekasihnya.
Diam-diam Taehyung menarik karet rambut Joohyun
hingga rambut gadis itu kini terurai bebas. “Kau tidak akan bisa mengambilnya!”
Taehyung mengangkat tangannya yang memegang karet rambut Joohyun, gadis itu pun
harus meloncat-loncat demi menyelamatkan karet rambutnya.
“Oppa,
kembalikan! Aku kepanasan jika rambutku tergerai!!” teriak-teriak Joohyun
sambil terus berusaha mengambil miliknya. Setelah merasa cukup lelah, gadis itu
berhenti lalu menatap Taehyung penuh harap. “Oppa, jebal…” Joohyun mengedip-ngedipkan matanya, mencoba untuk
merayu Taehyung.
Namun bukan Taehyung namanya jika ia menyerah begitu
saja. Laki-laki itu malah semakin mengangkat tangannya. “Ayolah, Joohyun-ah. Jangan seperti Jimin.” Taehyung
tertawa puas melihat Joohyun yang cemberut karena tak mampu meraih karet rambut
miliknya.
“Jangan bandingkan aku dengan Jimin oppa. Dia laki-laki, seharusnya ia bisa
lebih tinggi lagi!” ucap Joohyun penuh protes. Beruntung disana tidak ada
Jimin, jikalau ada Joohyun bisa mati di cekiknya.
“Soojin saja mungkin bisa mengambilnya.” Taehyung
kembali tak mau kalah. Ia terus saja menggoda Joohyun.
“Jangan bandingkan juga aku dengan adikmu itu.
Kalian berdua sama saja!”
Dengan kesal akhirnya Joohyun membiarkan karet
rambutnya di pegang Taehyung dan melangkah lebih dulu meninggalkan kekasihnya.
Taehyung pun harus berlari mengejar Joohyun yang melangkah dengan kesal.
“Kau tidak marah kan, Joo?” tanya Taehyung dengan
rasa bersalah. Joohyun akhirnya menghentikan langkah lalu menatap tajam
Taehyung yang kini berdiri disampingnya.
“Aku hanya tak suka di banding-bandingkan, oppa,” ucap Joohyun jujur.
“Baiklah, maafkan aku. Aku tidak akan melakukannya
lagi,” ujar Taehyung penuh penyesalan. Joohyun hanya mengangguk perlahan.
Taehyung melihat karet rambut Joohyun yang ada di tangannya. Ia lalu meraih
rambut Joohyun dan mengikatknya serapi yang ia bisa. Tindakan yang Taehyung
lakukan memaksa mereka kini berdiri sangat dekat, keduanya pun saling
mengontrol detak jantung yang berdegup kencang karenanya.
Dengan sangat perlahan Taehyung mengikat rambut
Joohyun. Sengaja, ia ingin berada di posisi itu lebih lama. Namun baru saja
Taehyung akan menyelesaikan ikatan terakhirnya, seseorang berlari dari kejauhan
dan mendorongnya hingga ia kini memeluk Joohyun.
“Kau tidak apa kan?” tanya Taehyung langsung pada
Joohyun. Ia tampak begitu khawatir. Joohyun mengangguk dan memperhatikan
Taehyung untuk memeriksa keadaan laki-laki itu. Baru setelahnya ia
memperhatikan orang yang baru saja menabrak mereka.
Mobil polisi melewati mereka setelahnya. Para polisi
itu dengan sigap keluar dari mobil dan mengejar orang yang baru saja menabrak
Taehyung serta Joohyun. Tak selang beberapa lama, seorang wanita dengan pakaian
kantoran berlari kearah para polisi tersebut sambil berteriak histeris.
“Tasku! Dasar pencuri! Tangkap dia pak!!!”
Wanita itu lewat dengan seribu sumpah serapahnya.
Joohyun yang melihat peristiwa di hadapannya hanya bisa menggeleng-gelengkan
kepala. “Huh, rasakan itu! Dasar
pencuri, laripun tak pakai mata. Rasakan kau di tangkap polisi!” Joohyun
mengomel dengan sendirinya sambil memperhatikan si pencuri itu yang kini telah
di borgol lalu di masukkan ke dalam mobil polisi.
“Pak, pak!! Pak polisi!!”
Tiba-tiba Taehyung berteriak kencang. Joohyun segera
meraih tangan laki-laki itu untuk menghentikannya. “Oppa! Apa yang kau lakukan??” tanyanya segera. Gadis itu langsung
mengumbar senyum tak bersalah sambil menggelengkan kepalanya pada polisi yang
kini menatap aneh mereka berdua.
“Aku ingin melaporkan pencurian!” Taehyung melangkah
lagi kearah polisi itu. Namun lagi-lagi Joohyun menghalaunya.
“Oppa,
pencuri itu sudah di tangkap. Jadi kau tak perlu melaporkannya lagi,” jelas
Joohyun secara perlahan. Gadis itu benar-benar tak mengerti apa yang sedang ada
di pikiran Taehyung saat ini. Ia seakan-akan baru saja datang dari galaksi
antah berantah.
“Benarkah? Tapi mengapa kau masih ada disini?
Seharusnya mereka menangkapmu.” Taehyung menarik paksa tangan Joohyun untuk
ikut bersamanya menemui polisi itu.
Dengan geram Joohyun melepas pegangan Taehyung pada
tangannya dengan keras, sontak menghentikan langkah mereka. Kini mereka saling
berhadapan, Joohyun menatap Taehyung dengan tajam. “Wae? Memangnya aku melakukan tindak kriminal?! Aku tidak melakukan
apapun.”
“Tidak? Lalu bagaimana caramu menjelaskan kasus tentang
hatiku yang kau curi?”
Joohyun langsung terdiam kaku mendengar ucapan
Taehyung. Merasa apa yang laki-laki itu katakan sungguh tidak lucu. Ia sudah
menanggapi percakapan mereka dengan serius, dan apa yang Taehyung katakan tadi?
Sungguh tak dapat di percaya.
“Oh, jadi
karena itu? Kalau begitu aku juga harus melaporkanmu karena sudah mencuri
hatiku.”
Taehyung menunjukkan senyum lebarnya yang
menampakkan deretan gigi rapi milik laki-laki itu. Joohyun yang merasa kesal
pun tak mampu menahan diri untuk menarik kedua ujung bibirnya kala melihat
senyum Taehyung. Kekesalannya mereda begitu saja.
“Jadi, bagaimana jika biarkan saja polisi menangkap
kita berdua? Setidaknya di penjara kita akan selalu bersama.”
Langkah Taehyung berhenti tiba-tiba, raut wajahnya
tampak kecewa. “Kurasa aku tidak bisa masuk ke penjara bersamamu,” ucapnya
lemah.
Wajah Taehyung tampak begitu serius hingga Joohyun
merasa bahwa semua ini menyangkut hal yang benar-benar nyata. “Wae?” tanya gadis itu polos.
“Karena kau sudah memenjarakan hatiku.”
Taehyung tersenyum lebar, deretan gigi putihnya
terpampang jelas, lalu merangkul Joohyun untuk melanjutkan perjalanan mereka.
Entah kemana kaki itu akan melangkah, mereka hanya ingin menghabiskan waktu
berdua.
.
.
.
MEDUSA
Jeon Jungkook
[BTS] >< Kim Soojin [OC] (961
words)
“Kook, aku lelah.” Soojin menumpukan kedua tangan di
atas lututnya, ia terus saja mengambil napas satu-satu setelah berlari
mengelilingi taman bersama Jungkook. Laki-laki itu kemudian mengajak Soojin
untuk duduk di dekat sepeda yang mereka parkir.
“Sudah baikan?” tanya Jungkook setelah beberapa
menit membiarkan Soojin untuk menghirup udara dengan baik. Soojin mengangguk
pelan. Mereka berdua telah duduk di tikar piknik yang sengaja mereka sediakan.
Jungkook mengambil bungkus tissue
dari tasnya, lalu mengelap peluh Soojin.
“Kau tahu sendiri aku tidak suka berlari,” ucap
Soojin sambil mempoutkan bibirnya. Tangannya mengambil tissue dan mengelap peluh Jungkook seperti yang laki-laki itu
lakukan padanya. Jungkook hanya tersenyum melihat tingkah gadis itu. “Mau makan
sekarang?” tanya Soojin setelah mereka selesai mengelap peluh. Gadis itu
menarik keranjang piknik mereka dan mengeluarkan bekal makanan yang telah ia
buat.
“Apa yang kau buat?” tanya Jungkook sambil mengintip
ke dalam keranjang piknik. Dan ia benar-benar merasa lapar setelahnya.
“Hanya beberapa sandwich.
Kau tahu aku tak pintar memasak, ini pun di bantu oleh Myungsoo oppa,” ucap Soojin sambil mengeluarkan sandwich serta jus stroberi dari dalam
keranjang dan menatanya rapi di atas tikar.
Jungkook mengacak rambut Soojin, merasa gemas dengan
tingkah gadis itu yang akan selalu berkata jujur, meskipun itu menyangkut
kekurangannya. “Ini rasanya enak, bahkan paling enak diantara sandwich yang pernah kumakan, itu karena
ada kau disini,” ucap Jungkook setelah berhasil menelan satu gigitan sandwich. Soojin yang mendengarnya hanya
memutar bola mata.
“Apa kau sedang merayuku?” tanyanya sambil melakukan
aegyo. “Apa Jungkookku kini ingin
membeli permen, hm??” Jungkook hanya
menampakkan senyum yang menunjukkan seluruh deretan giginya lalu kembali
menggigiti sandwich di tangannya.
Selesai menyantap sandwich masing-masing, mereka berdua bersandar santai di batang
pohon cherry yang sangat besar sambil
menikmati suasana taman yang sangat tenang. Soojin mengeluarkan headset dan memakainya berdua bersama
Jungkook. Lagu-lagu yang sering Soojin dengarkan terputar satu per satu. Sampai
pada lagu Boy In Luv mulai terputar
dan Jungkook tiba-tiba berdiri.
“Doegopa neoui oppa, neoui sarangi nan neomu gopa…”
Jungkook bernyanyi sambil menarikan lagu kesukaan
Soojin itu. Sang gadis pun melepaskan headset-nya
dan langsung memutar lagu itu dengan speaker.
Jungkook terus menari sambil menyanyikan langsung lagu tersebut, sesekali ia
mengajak Soojin untuk ikut menari dan menunjukkan betapa ia menyanyikan lagu
itu untuk sang gadis.
Boy In Luv pun berakhir, yang kemudian digantikan oleh lagu Coffee. Jungkook berhenti menari, kini
ia mengepalkan tangan kanannya lalu menyanyi seolah-olah itu adalah mic. Soojin yang berdiri di hadapan
Jungkook hanya tertawa kecil lalu bernyanyi bersama kekasihnya.
“Baby baby geudaeneun caramel macchiato. Yeojeonhi nae ipgaen
geudae hyanggi dalkomhae. Baby baby tonight…”
Senandung itu terdengar
dari mereka berdua hingga lagu itu berakhir. Soojin tertawa tanpa komando yang
kemudian diikuti oleh tawa Jungkook. Mereka berdua tak bisa berhenti tertawa
bahkan saat duduk kembali dan bersandar lagi di pohon cherry itu.
Di sela-sela tawa mereka
terdengar jelas tarikan napas Jungkook satu-satu. Soojin langsung mengambil
botol air mineral dari keranjang piknik mereka. Kekasihnya itu sepertinya
sangat kelelahan setelah menari sambil bernyanyi.
“Minumlah, kau tampak
sangat lelah,” ujar Soojin sambil menyodorkan botol air mineralnya dan mengusap
keringat Jungkook yang sangat banyak dengan tissue.
“Gomawo, Jinie-ya.”
Jungkook meraih air mineral itu dan langsung menegaknya hingga hanya tersisa
setengah dari itu. “Tiba-tiba aku merasa kepanasan.” Jungkook
mengipas-ngipaskan tangannya untuk membuat angin. Merasa itu tak cukup
membantu, ia pun akhirnya melepaskan sweater
yang ia kenakan, jadinya ia hanya mengenakan kaos yang sebelumnya ia kenakan di
dalam sweater. Soojin memperhatikan
kaos berwarna hitam itu sambil menahan tawa. “Apa ada sesuatu yang lucu?” tanya
Jungkook merasa aneh dengan tawa Soojin.
Soojin menggeleng sambil
menarik napas sekali agar ia mampu bicara dengan baik. “Medusa?” tanya gadis itu sambil membaca tulisan yang tertera di
kaos Jungkook. Laki-laki itu hanya menatap Soojin bingung. “Apa kau tahu medusa itu apa?”
Dan Jungkook menggeleng.
“Mungkin tokoh kartun? Kau bahkan tertawa hanya dengan melihat tulisannya,”
tebak Jungkook asal. Namun sepertinya tebakannya itu salah karena Soojin
lagi-lagi tertawa. Entah tertawa akibat tulisan medusa itu atau menertawakannya, Jungkook tak tahu.
“Sangat jauh dari tokoh
kartun. Apa kau sungguh tidak tahu?” tanya Soojin dengan ragu. Setahunya Jungkook
seringkali menonton film, bahkan ia menyarankan banyak film bagus pada Soojin.
Tapi mengapa ia bisa tidak tahu?
Jungkook berpikir lagi.
Mencoba untuk mencari kata medusa
diingatannya. Beberapa detik kemudian ia lalu menjentikkan jari. “Aku tahu!”
serunya dengan percaya diri. “Medusa
adalah salah satu tahapan dalam siklus hidup ubur-ubur. Kita mempelajarinya dalam
biologi, kenapa aku bisa lupa?” Jungkook menunjukkan deretan giginya pada
Soojin. Namun Soojin hanya kembali tertawa, bahkan saking senangnya ia memukul
kecil lengan Jungkook.
“Yah, kau memang benar. Tapi bukan itu maksudku.” Soojin berujar di
sela tawanya. Wajah Jungkook langsung tampak lemas. Ia tidak tahu medusa seperti apa yang Soojin maksud.
“Lalu apa?” tanya
Jungkook akhirnya menyerah.
“Jadi begini, Kookie-ya. Medusa
itu adalah tokoh dalam cerita Yunani. Dia adalah seorang manusia ular, bahkan rambutnya
pun terdiri dari ular-ular kecil. Dan jika ada makhluk yang menatap matanya,
maka makhluk itu akan langsung berubah menjadi batu. Menyeramkan!” jelas Soojin
panjang lebar. Jungkook hanya menganggukkan kepalanya mengerti, ia baru tahu
ada makhluk seperti itu.
“Jadi, apa perlu aku
memanggilmu medusa?” tanya Jungkook
tiba-tiba, membuat Soojin menghentikan tawanya dan menatap laki-laki itu heran.
“Wae? Memangnya aku menyeramkan?!!” Perkataan Soojin penuh dengan
rasa tidak terima. Mata gadis itu menatap Jungkook garang.
“Tidak,” jawab Jungkook
singkat. Ia terus memperhatikan Soojin tanpa rasa takut akan kemarahan gadis
itu. Sementara Soojin terus diam untuk meminta penjelasan lebih. “Hanya saja,
setiap kali aku melihat matamu, kurasa aku langsung berubah menjadi batu.”
Jungkook mengakhiri
kalimatnya dengan senyuman jahil. Ia sungguh merasa senang bisa mengerjai
Soojin yang kini menatapnya sangat tajam.
“Ya! Jeon Jungkook! Berhenti mengatakan hal-hal seperti itu, kau
membuatku malu!!” Soojin berteriak histeris sambil berusaha menutupi wajahnya
yang merah padam. Kali ini Jungkook yang tertawa puas melihat tingkah
kekasihnya. Laki-laki itu mengusap lembut rambut Soojin, membuat si gadis
semakin salah tingkah dan terus menutupi wajahnya.
.
.
.
FIN
Komentar
Posting Komentar