Langsung ke konten utama

[Ficlet-Mix] Bangtan Cheesy

Title:
Bangtan Cheesy
Scriptwriter:
NanaJji (@nana.novita)
Main Cast(s):
All BTS members and OC(s)
Genre:
Romance. Fluff.
Duration:
Oneshot (Ficlet-Mix)
Rating:
Teen
Summary:
Mereka hanya berusaha untuk membuat sang gadis bahagia
.
.
.


TALES
Kim Seokjin [BTS] >< Lee Hyemin [OC] (675 words)
Seokjin sibuk mengelilingi toko pakaian itu, matanya berkeliling mencari pakaian yang menarik penglihatannya. Di belakang laki-laki itu, Hyemin mengikuti dengan malas. Sudah berjam-jam mereka berkeliling untuk mencari barang yang bahkan menurut Hyemin tak begitu penting. Bukankah mereka berbelanja untuk keperluan apartement baru Hyemin? Tapi yang kini sibuk mencari barang adalah Seokjin. Gadis itu bingung sendiri.
“Seokjin-ah, apa lagi yang kau cari? Kita sudah membeli begitu banyak barang,” ujar Hyemin dengan raut cemberut. Gadis itu meletakkan tas belanjanya seakan-akan itu sangat berat, padahal ia hanya membawa dua tas, dan sisanya ada di tangan Seokjin.
“Apa kau mau beristirahat?” tanya Seokjin yang segera menghampiri Hyemin khawatir. Gadis itu mengangguk manja, membuat Seokjin kini menggandeng tangannya menuju sebuah café di dekat sana. Duduk di bangku dekat jendela lalu mulai memesan ketika pelayan café menghampiri mereka.
Sambil menunggu pesanan datang, Seokjin mengeluarkan satu per satu barang yang telah ia beli dan meletakkannya diatas meja. Hyemin hanya memperhatikan laki-laki itu sambil menumpukan tangan di atas meja. Jika seperti ini, berbelanja dengan Seokjin sama saja seperti ahjuma-ahjuma yang pergi ke pasar. Meskipun itu kegiatan rutin, pasti saja mereka pulang dengan banyak barang. Hyemin menghembuskan napasnya lelah.
“Yang ini lucu, bukan?” Seokjin menunjukkan sepasang mug berwarna soft pink dengan gambar sepasang gnemo biru dan merah di atasnya. Hyemin mengangguk pelan. Ia begitu terkejut melihat barang-barang yang telah mereka beli, hampir semua berwarna pink. “Gnemo merah ini untukmu dan yang biru untukku,” ujar Seokjin lagi, lalu memasukkan mug itu ke kotaknya.
“Apa itu?” tanya Hyemin begitu terkejut sambil menunjuk sebuah bungkusan. Seokjin langsung meraih benda yang di tunjuk Hyemin lalu mengeluarkan benda itu dari bungkusnya.
“Ini sepasang apron untuk kita. Bukankah gambarnya sangat cantik?” Hyemin memperhatikan gambar yang menurut Seokjin sangat cantik itu. Sepasang teddy bear yang sedang memasak. Lagi-lagi Hyemin menghembuskan napas dengan perasaan tak karuan.
“Tapi aku tidak akan memasak, Seokjin-ah,” keluh Hyemin. Ia benar-benar benci memasak. Meskipun di apartement barunya terdapat dapur, namun gadis itu tak berencana untuk menggunakannya.
“Apa kau akan tetap menolak jika aku memintamu untuk menemaniku memasak?” Hyemin mengangguk yakin. Apapun itu, termasuk kekasih di hadapannya, ia akan tetap tidak memasak. “Aku kecewa,” ujar Seokjin sambil mempoutkan bibirnya. “Setidaknya kau harus mau memakan masakanku dan memakai apron itu saat aku memasak,” pinta Seokjin dengan wajah yang dibuatnya seimut mungkin, berharap dengan begitu Hyemin dapat luluh.
Dan memang Hyemin tak tahan jika melihat wajah Seokjin seperti itu, jadilah gadis itu terpaksa mengangguk. “Baiklah, baiklah. Asal aku tidak ikut memasak, oke?” Seokjin tersenyum senang mendengarnya. Semua barang-barang itu di masukkannya kembali kedalam tas karena pesanan mereka telah datang.
Sambil menikmati ice coffee miliknya, diam-diam Hyemin memperhatikan Seokjin yang juga sedang menikmati jus stroberi yang di pesannya. Gadis itu mulai berpikir. Sebelumnya ia tak pernah berpikir bahwa Seokjin se-keibuan itu. Dan melihat kesukaannya dengan cerita dongeng serta hobinya memasak, membuat Hyemin benar-benar berpikir bahwa Seokjin sedikit feminim.
“Seokjin-ah, kenapa kau bisa suka dengan cerita-cerita dongeng itu? Kau tahu itu hanya fiktif,” ujar Hyemin penuh keheranan. Ia sungguh tak mengerti dengan selera Seokjin.
“Menurutku ceritanya begitu imajinatif,” jawab Seokjin yang kini menatap sepasang netra Hyemin. “Memangnya ada apa?”
“Bukan apa-apa, aku hanya ingin tahu. Apa kau percaya pada cerita-cerita itu? Maksudku, dalam cerita itu selalu ada peri-peri cantik, seorang putri atau pangeran yang akhirnya jatuh cinta pada orang biasa…”
“Awalnya aku tidak percaya, tapi sekarang aku percaya,” jawab Seokjin gamblang. Hyemin semakin aneh menatap Seokjin. Sepertinya kekasihnya itu memang harus ia bawa ke psikiater.
“Bagaimana kau bisa percaya pada hal seperti itu?!”
Seokjin meneguk jus stroberinya hingga hampir habis. Hyemin masih setia menunggu kekasihnya menjawab. Seokjin kemudian menatap Hyemin tepat di mata, sebuah senyum mengembang di wajahnya.
“Bukankah saat ini di hadapanku sedang duduk seorang bidadari?”
Hyemin pun tersedak oleh minumannya. Gadis itu terbatuk-batuk. Apa saat ini Seokjin sedang berusaha merayunya?
Ya!” Sebuah tepukan ia layangkan di bahu Seokjin. Ia benar-benar sudah tertipu. Hampir saja ia ingin membawa Seokjin ke psikiater dan merasa dirinya sendiri sudah tidak waras karena menyukai seseorang seperti Seokjin.
Wah, bahkan aku tak pernah menyangka bahwa ketika marah membuat bidadari bisa jauh lebih cantik.”
Ya! Hentikan omonganmu!”
.
.
.

SUGAR
Min Yoongi [BTS] >< Park Younghye [OC] (629 words)
Younghye duduk sendiri di bangku taman itu. Ia sudah datang empat puluh menit yang lalu, mengingat ia mempunyai janji tiga puluh menit sebelumnya. Namun sampai sekarang pun, orang yang di tunggu-tunggu tak kunjung datang.
Gadis itu menatap ponselnya. Sudah berkali-kali pula ia menghubungi Yoongi, juga mengirimi laki-laki itu pesan, namun tak ada satupun balasan darinya. Ia lalu memasukkan ponselnya dengan kesal ke dalam tas. “Kemana juga perginya si pucat itu!” Gadis itu mulai merutuki situasi. Kekesalannya pun memuncak kala matanya menemukan Soojin dan Jungkook yang berlarian melewati taman. Sahabatnya itu tampak begitu senang saat ini, dan ia harus menunggu tanpa arah? Yang benar saja, Min Yoongi.
“Awas saja nanti kau, Min Yoongi!!” Younghye bangun dari duduknya hendak pergi. Namun baru membalikkan badan, ia menemukan sosok Yoongi yang sedang berjalan kearahnya.
“Apa kau sedang menyumpahiku?” tanya Yoongi dengan sarkastis. Wajah laki-laki itu tampak tak begitu baik. Sepertinya telah terjadi sesuatu.
Younghye kembali duduk di bangku taman itu. Wajahnya pun di buat secemberut mungkin. “Ini karena oppa membuatku menunggu begitu lama,” ujarnya dengan kesal. Yoongi duduk di sebelah gadis itu dengan lemah, menghempaskan badannya begitu saja seakan ia membawa beban yang sangat berat.
“Apa ia tak pernah ingat dengan ucapannya? Umurkah yang sudah membuatnya begitu cepat lupa? Aish!!” Yoongi hampir saja berteriak karena saking kesalnya. Younghye yang berada di samping laki-laki itu dengan kesal sebelumnya, kini terdiam kaku. Perkataan Yoongi memang terkadang begitu menusuk, tapi ucapannya barusan meyakinkan Younghye bahwa Yoongi tidak sedang baik-baik saja.
“Ada apa?” tanya gadis itu akhirnya. Kekesalannya sudah hilang, berganti dengan rasa khawatir terhadap kekasihnya kini. Yoongi mengacak rambutnya frustasi, lalu menatap Younghye.
“Aku harus bagaimana? Selama ini Bang PD berkata padaku bahwa aku bisa memproduksi musikku sendiri, bernyanyi santai dengan gayaku, lalu apa yang ia katakan barusan?! Boy group katanya?!! Dulu dia bilang tidak ada dance! Arght!!”
Dari perkataan itu, Younghye membuat sebuah kesimpulan. Sebelum ini Yoongi pasti menemui Bang PD. “Aku ingin sebuah grup rap, bukan yang menari-menari seperti itu!! Dan Suga? Nama apa itu?!” Yoongi hanya bisa berteriak-teriak kesal tanpa kemampuan apapun untuk membatalkan keputusan PD-nya itu.
Dengan tenang Younghye meraih keduan tangan Yoongi dan membuat laki-laki itu menghadap padanya. Kedua tangannya membenahi rambut Yoongi yang tadi dibuatnya berantakan sambil terus tersenyum. “Jadi, apa dengan marah seperti itu bisa membatalkan keputusannya?” tanya Younghye dengan kedua tangannya menempel di pipi Yoongi, memaksa laki-laki itu untuk menatap matanya.
Yoongi menggeleng polos. Rasa kesalnya sudah mereda akibat melihat senyum menenangkan Younghye. “Tapi aku sangat kesal,” ucapnya berusaha membela diri. Kini tangan Yoongi meraih tangan Younghye, ikut menempeli wajahnya seperti yang gadis itu lakukan.
“Aku heran, kenapa Bang PD bisa memberi nama Suga pada orang seperti oppa. Apa oppa semanis gula?” Younghye menggeleng-gelenggkan kepalanya. Tentu saja heran, laki-laki itu terlalu sering berkata-kata yang menyinggung, bahkan ia tidak akan mau untuk melakukan aegyo. Yang ada di pikirannya hanyalah satu kata: SWAG.
“Aku juga tidak mengerti mengapa ia memberikan nama itu padaku. Saat kutanya, ia bilang karena aku manis.” Yoongi menampakkan wajah cemberutnya.
“Jangan cemberut seperti itu, aku tidak suka melihatnya.” Younghye melepaskan tangannya dari wajah Yoongi, namun laki-laki itu dengan cepat meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya erat. Yoongi lalu memperlihatkan senyumnya. “Kurasa Bang PD benar, karena senyumanmu itu sangan manis, oppa.”
“Benarkah?” Younghye mengangguk sambil tersenyum. “Lalu nama apa yang harus ku berikan padamu? Senyummu bahkan terlalu manis hingga tak ada yang menandingi,” ucap Yoongi membuat Younghye tersenyum malu. “Ugh! Jangan tersenyum seperti itu, apa kau ingin membuatku terkena diabetes?”
Younghye langsung menurunkan senyumnya dan membuat ekspresi cemberut. Tapi Yoongi tampak tersenyum usil. “Bahkan dengan wajah seperti itu, kau bisa membuatku mati sebentar lagi,” ujar Yoongi tanpa berhenti tersenyum.
“Lalu aku harus bagaimana?” tanya Younghye yang tampak frustasi. Apa Yoongi kini sedang mempermainkannya? Namun laki-laki itu kembali tersenyum lalu memeluk Younghye erat.
“Tetaplah disisiku, itu sudah cukup.”
.
.
.

HOPE
Jung Hoseok [BTS] >< Yoon Gaeun [OC] (631 words)
“Hai.” Seorang gadis menyapa Hoseok yang di lewat di hadapannya. Hoseok balas tersenyum dan menyapa gadis itu. Tanpa laki-laki itu sadari Gaeun yang sedaritadi jalan bersamanya kini menampakkan wajah tidak suka.
Baru beberapa menit lalu mereka keluar dari kelas dan berencana menuju ke kafetaria, namun Gaeun sudah tak dapat menghitung berapa banyak jumlah gadis yang menyapa kekasihnya. Dan kesalnya lagi, Hoseok selalu tersenyum dan membalas semua sapaan itu. Apa laki-laki itu tak menyadari bahwa Gaeun cemburu di sampingnya?
Sampai di kafetaria pun suasana tak kunjung berubah. Beberapa gadis dengan gamblangnya mengajak Hoseok untuk duduk di sebelah mereka. Apa para gadis itu tidak tahu bahwa Hoseok kini sedang bersama kekasihnya? Gaeun sungguh merasa kesal.
“Ada apa? Kenapa wajahmu seperti itu?” tanya Hoseok penuh perhatian pada Gaeun. Gadis itu menyendok nasi di hadapannya dan memasukkan ke dalam mulutnya. Dengan begitu, Gaeun rasa ia tak harus menjawab pertanyaan Hoseok. Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja ia sedang cemburu. Hoseok bahkan tidak tahu itu.
Hoseok pun perlahan memakan makanannya dengan lahap. Ia kembali seperti biasa. Mengumbar senyum dan tawa dimana-mana. Sedangkan Gaeun memakan makanannya seolah mengamuk, mengambil suapan besar, dan membiarkan mulutnya penuh akan makanan.
Masih dengan mulut penuh dengan makanan, Gaeun memperhatikan Hoseok yang sedang bertegur sapa dengan Sohyun−mantan kekasih Hoseok, kesalnya semakin membuncah hingga gadis itu mulai tersedak. Terbatuk-batuk Gaeun sambil mencoba menelan makanannya.
Gwenchana?” Hoseok langsung menepuk-nepuk punggung Gaeun. Laki-laki itu menyerahkan botol air mineral miliknya. Setelah berhasil menelan sisa makanan di mulutnya, gadis itu langsung menegak air mineral pemberian Hoseok. Detik berikutnya, Gaeun menghembuskan napas lega.
“Hampir saja aku mati karena cemburu. Awalnya ku kira itu hanya ungkapan belaka, ternyata−“
Ucapan Gaeun langsung terhenti, gadis itu menutup mulutnya. Ia merutuki dirinya sendiri karena secara tidak langsung telah mengatakan pada Hoseok bahwa dirinya cemburu.
“Jadi kau cemburu?” tanya Hoseok polos. Gaeun melepaskan tangan yang menutup mulutnya, ia langsung menegakkan kepalanya seolah-olah marah.
“Memangnya aku bisa apa lagi jika kekasihku menebar senyum seperti itu pada setiap gadis? Apalagi para gadis itu yang histeris saat melihatmu. ‘Wah, itu Jung Hoseok yang tampan dan pandai menari’ Bagaimana aku bisa diam saja melihat hal seperti itu?”
Gaeun melipat kedua tangannya di depan dada, benar-benar menunjukkan betapa kesalnya ia saat ini. Bukannya merasa bersalah, Hoseok malah tertawa. Sontak membuat Gaeun semakin marah. “Kau lucu jika sedang marah,” ujar Hoseok sambil mengacak rambut Gaeun.
Gadis itu segera membenahi rambutnya dan menatap Hoseok lekat-lekat. “Kau ini tidak mengerti atau apa?” Gaeun menumpukan kedua tangannya diatas meja, seakan ingin bicara serius dengan Hoseok. “Aku ini kekasihmu, Heoseok-ah. Jika kau mengumbar senyum seperti itu pada semua gadis, itu berarti kau memberi mereka harapan untuk menjadi kekasihmu, kau tahu?”
Gaeun dengan sangat hati-hati menjelaskan pada Hoseok, beruntung ia tak termakan emosi. Senyum Hoseok langsung mengendur, melihatnya membuat Gaeun menahan tawa. Semua orang tahu bahwa Hoseok tampak selalu bahagia, dan ekspresinya saat ini begitu langka untuk di jumpai. “Apa aku melakukannya? Memberi harapan pada gadis-gadis itu?” Sekali lagi Heoseok bertanya dengan polosnya. Dengan sangat yakin, Gaeun pun mengangguk. “Lalu bagaimana denganmu? Apa kau tidak merasa sedang memberi harapan pada seseorang?”
“Tentu saja tidak. Aku tidak pernah menebar senyum sepertimu,” jawab Gaeun dengan sangat yakin.
“Benarkah? Tanpa tersenyum pun kau sudah memberikan harapan yang sangat besar padaku. Harapan bahwa kita akan bahagia berdua selamanya.” Dengan percaya diri Hoseok mengucapkan rayuan itu sambil meraih tangan Gaeun dan menggenggamnya erat. “Hanya kaulah harapanku, Gaeun-ah.”
Hoseok mencium punggung tangan Gaeun. Semua mata gadis yang ada di kafetaria menatap iri mereka berdua. Gaeun diam-diam tersenyum penuh kemenangan.
“Apa dengan begini aku bisa mematahkan harapan mereka semua?” tanya Hoseok sambil menggandeng tangan Gaeun meninggalkan kafetaria. Semua pandangan mengikuti arah langkah mereka. Gaeun hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia benar-benar senang saat ini. Seharusnya ia tak perlu khawatir dengan keberadaan para gadis itu, karena sejak awalpun ia sudah memenangi hati Hoseok.
.
.
.

BRAIN
Kim Namjoon [BTS] >< Kim Hyesung [OC] (954 words)
Hyesung sibuk membolak-balikkan lembaran buku di hadapannya. Gadis itu terduduk di beranda taman belakang dengan wajah kusam. Beberapa buku tebal bertumpuk di atas meja dan camilan-camilan kecil yang sengaja ibunya sediakan.
Ah, rasanya aku sudah menghitungnya dengan baik, tapi kenapa hasilnya tidak ada di pilihan jawaban?” keluh Hyesung sambil meletakkan pensilnya dengan kasar sehingga menimbulkan bunyi yang cukup keras.
Seminggu lagi tes masuk perguruan tinggi akan diadakan, namun Hyesung merasa bahwa ia belum siap lahir dan batin. Setelah meneguk jus jeruknya, Hyesung kembali terfokus pada soal matematika di hadapannya. Tapi sungguh, ia ingin sekali melempar buku itu jauh-jauh. Sudah tiga kali ia menghitung soal yang sama, sesuai dengan rumus, tapi selalu tak ada jawaban. Bahkan Hyesung heran, di setiap hitungannya ia selalu mendapatkan hasil yang berbeda-beda. Gadis itu tahu bahwa kesalahan mungkin ada di dirinya.
Di tengah kegiatannya menghitung untuk yang keempat kali, ponsel Hyesung berbunyi. Gadis itu langsung mengangkat panggilan yang ditujukan untuknya. “Halo?” sapanya malas.
“Keluarlah sekarang, aku di depan rumahmu.”
Hyesung tersentak, ia berdiri dari duduknya, dan langsung berlari menuju pintu setelah mematikan sambungan ponselnya. Sampai di depan pintu, Hyesung menemukan sosok laki-laki bertubuh tegap nan tinggi dengan setelan kemeja dan jeans yang rapi. Senyum laki-laki itu terkembang kala melihat kedatangan Hyesung.
“Kenapa oppa datang tiba-tiba? Kalau aku tidak ada di rumah bagaimana?” serbu Hyesung langsung dengan pertanyaan. Namjoon menatap gadis di hadapannya dengan wajah cemberut lalu menghela napas. Menurut cerita yang ia terima dari Hoseok, kedatangan kekasih yang tiba-tiba ada di depan rumah pasti akan membuat hati perempuan terhanyut, tapi reaksi Hyesung sama sekali berbeda.
“Kau tidak menyuruhku masuk?” tanya Namjoon setelah beberapa lama Hyesung membombardirnya dengan pertanyaan dan mereka masih diam di depan pintu. Hyesung langsung saja menepuk jidatnya penuh penyesalan lalu mempersilahkan Namjoon masuk. Mereka akhirnya duduk di beranda tempat Hyesung tadinya belajar dengan serius.
“Ada apa?” tanya Hyesung lagi. Sedaritadi ia sama sekali tak bisa menyunggingkan senyum pada Namjoon. Pikiran tentang semua pelajaran itu bahkan telah melenyapkan laki-laki itu dari pikiran Hyesung yang biasanya hanya terisi oleh Namjoon.
“Aku hanya ingin menemui kekasihku, apa itu salah?” tanya Namjoon heran. Tak biasanya Hyesung bersikap acuh terhadapnya seperti ini. “Kau juga tidak menyuguhkanku minum, sebenarnya kau kenapa?”
Hyesung langsung berdiri dari duduknya lalu menuju dapur untuk membuatkan minum. Beberapa menit kemudian, ia sudah kembali dengan segelas jus jeruk di tangannya. “Aku hanya heran mengapa oppa datang kemari disaat seperti ini,” ucap Hyesung malas sambil menyodorkan minuman itu pada Namjoon. “Aku sedang tak ingin melihatmu.”
Kata-kata itu terdengar begitu mengecewakan bagi Namjoon, tapi ia tahu bukan seperti itu maksud Hyesung sebenarnya. “Apa aku mengganggumu?” Namjoon menatap lekat-lekat mata Hyesung, namun gadis itu malah memalingkan wajahnya dan mengambil sebuah buku tebal yang sedaritadi terbuka.
Oppa tahu, aku harus belajar untuk tes perguruan tinggi nanti. Tapi jika oppa ada di sebelahku seperti ini, kurasa aku akan susah berkonsentrasi pada pelajarannya,” ujar Hyesung tanpa melirik Namjoon. Ia kembali menghitung soal terakhir yang belum bisa juga ia pecahkan. “Bahkan tanpamu saja aku sudah tidak bisa menjawab soalnya.”
“Tentu saja aku tahu. Kicha, adikku juga mencari perguruan tinggi yang sama denganmu. Oh ya? Apa wajah tampanku terlalu menarik perhatianmu?” ujar Namjoon dengan melakukan aegyo. Sikunya menyenggol lengan Hyesung agar gadis itu melihatnya saat ini. Hyesung hanya melirik kearah laki-laki itu dan menghela napas panjang setelahnya.
“Jangan tunjukkan wajah seperti itu lagi. Sangat mengganggu penglihatanku, oppa.” Sebenarnya Hyesung ingin sekali tertawa terbahak-bahak melihat aegyo Namjoon, hanya saja ia terlanjur bersikap dingin dari awal. Terlalu susah untuk memperbaiki itu.
“Aku hanya berusaha menghiburmu. Memangnya soal mana yang tidak bisa kau kerjakan?” Tangan Namjoon langsung menarik buku Hyesung. Memperhatikan soalnya satu per satu dan berpikir. Hyesung pun dengan malas menunjuk salah satu soal yang daritadi tak bisa ia selesaikan. Namjoon mengerutkan keningnya lalu mulai mengorak-orek.
Satu menit berlalu, Hyesung tampak malas. Gadis itu ragu Namjoon bisa menyelesaikannya. Mungkin Hyesung sesungguhnya belum mengenal Namjoon dengan baik.
“Jawabannya C,” ujar Namjoon tiba-tiba, memecah segala keheningan disana, dan mengundang ketidakpercayaan Hyesung.
“Bagaimana bisa? Darimana oppa bisa mendapat jawabannya?!” Hyesung berteriak histeris. Menarik bukunya yang ada di tangan Namjoon dan memperhatikan corat-coret tangan Namjoon diatas sana.
“Aku hanya mengerjakannya sesuai rumus,” jawab Namjoon polos.
Hyesung yang telah selesai mengamati hasil perhitungan Namjoon hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. “Oppa! Ajari aku!!” rengeknya kemudian pada Namjoon.
Namjoon menatap Hyesung aneh. Bukannya tadi ia yang mengatakan bahwa kehadiran Namjoon sangat mengganggu? “Apa?! Aku tidak bisa! Jangan memintaku untuk mengajarimu!!” tolak Namjoon sambil menjerit.
“Tapi kau bisa menyelesaikan soal ini yang bahkan sudah kucari berkali-kali jawabannya! Ayolah oppa…” Hyesung mengedip-ngedipkan sebelah matanya, mencoba merayu Namjoon agar mau mengajarinya.
Namjoon menaruh jari telunjuknya di dagu, tampak ia sedang mempertimbangkan tawaran Hyesung. “Kalau aku mengajarimu, apa kau juga mau mengajariku?” Hyesung mengangguk. “Janji?”
“Ya, aku berjanji. Tapi mengajari apa?” tanya Hyesung heran. Ia rasa ia tak sangat pintar dalam suatu hal hingga Namjoon meminta ia untuk mengajarinya.
“Kau bisa mengajariku bagaimana cara mendapatkan hatimu kan? Karena kurasa kau begitu pintar mendapatkan hatiku.”
Ugh! Hyesung menghela napas. Ia kira Namjoon mencoba untuk berbicara serius padanya, tapi laki-laki itu malah main-main. Jadi apa ia harus membalasnya juga?
“Tapi, apa aku harus mengajarimu hal itu? Bahkan tanpa ku ajari pun, oppa sudah melakukannya berkali-kali,” ucap Hyesung. Sebenarnya ia sendiri ingin muntah saat mengucapkan kata-kata itu. Tapi ia tak merasa rugi setelah melihat reaksi Namjoon. Laki-laki itu begitu terkejut hingga mulutnya terbuka begitu saja.
Wah!! Sejak kapan kau belajar hal seperti itu??” tanya laki-laki itu takjub. Wajahnya pun tak bisa menyembunyikan keterkejutannya itu. Hyesung lagi-lagi harus menahan tawa melihat wajah Namjoon yang sangat lucu.
“Baru saja oppa yang mengajariku kan?”
Skak mat. Namjoon kalah telak. Ia benar-benar malu saat ini dan hanya bisa menggaruk-garuk tengkuknya sambil tersenyum paksa. Mungkin seharusnya Namjoon mengajari Hyesung pelajaran yang benar, bukan bermain-main dengan hal seperti itu.
.
.
.

TIRED
Park Jimin [BTS] >< Park Shinah [OC] (932 words)
Joohyun dan Soojin sedang sibuk mengemasi buku mereka sambil berbincang mengenai makan malam nanti bersama Taehyung dan Jungkook kala tiba-tiba Shinah yang duduk di depan mereka membalikkan badan dengan wajah ceria.
“Soojin-ah, apa Jungkook ada latihan dance sepulang sekolah?” tanya Shinah sambil menatap Soojin penuh harap. Mendengar pertanyaan Shinah, wajah Soojin langsung bersemu tak enak.
Wae? Kenapa kau menanyakan Jungkook-ku?” tanya Soojin balik karena merasa tak suka mendengar pertanyaan Shinah mengenai kekasihnya. Namun sebelum mendapat jawaban, sebuah jitakan keras Soojin dapatkan dari Shinah.
Ya! Aku sama sekali tak tertarik dengan Jungkook-mu!” bentak Shinah langsung. Soojin hanya bisa mengusap-usap kepala hasil jitakan Shinah sambil berwajah masam. “Aku hanya ingin tahu, apa Jimin oppa latihan dance hari ini.”
Soojin tersenyum kaku setelah mendengar penjelasan Shinah. Ia baru ingat jika seminggu yang lalu temannya itu baru saja resmi menjalin hubungan dengan Jimin. “Hehehe, mian. Kalau masalah itu aku tidak tahu. Tapi kata Jungkook, Jimin sunbae akan mengikuti lomba dance minggu depan, mungkin ia akan berlatih.”
Ah ya! Tadi juga Taehyung oppa sempat menyinggung kalau seminggu ini Jimin sunbae akan sibuk latihan dance. Jadi−Shinah-ya!”
Shinah langsung pergi saja tanpa mendengar lanjutan kalimat Joohyun, membuat gadis itu serta Soojin hanya menggelengkan kepala sebelum akhirnya Shinah hilang dari pandangan mereka.
Shinah berlarian menuju ruang dance yang letaknya cukup jauh dari kelasnya. Sesampainya di depan ruang dance, Shinah langsung membuka pintu ruangan itu, dan seperti harapannya, ia menemukan Jimin di dalam sana. Berlatih sendiri, tanpa sadar akan kehadiran kekasihnya.
Satu lagu berakhir untuk gerakan dance Jimin dan betapa terkejutnya ia ketika tepuk tangan Shinah menggema di ruangan itu. “Oh! Sejak kapan kau ada disana?” Jimin langsung menghampiri Shinah yang duduk sendiri di pojok ruangan.
“Beberapa menit lalu. Oppa bahkan tak sadar aku masuk.” Shinah menyerahkan botol minum miliknya pada Jimin. Sebelum menegak air di dalamnya, Jimin menatap botol minum itu ragu.
“Kenapa airnya masih banyak? Kau tidak menghabiskan bekal airmu??” Jimin menunjukkan botol minum berwarna merah itu pada Shinah. Yang di tanya hanya bisa menunjukkan deretan giginya.
“Tadi aku, Soojin, dan Joohyun membeli jus, jadi aku tidak terlalu haus,” jawab Shinah sambil kembali menyodorkan botol minum itu pada Jimin. “Minumlah oppa, kau pasti kehilangan banyak cairan setelah menari sekeras itu.”
Jimin akhirnya menegak air di botol itu hingga hampir habis. Setelahnya ia menghempaskan begitu saja badannya kearah tembok seakan-akan ia sungguh kelelahan. “Kenapa oppa tidak memberitahuku bahwa oppa akan mengikuti lomba?” tanya Shinah pelan. Hanya sebagai basa-basi dalam percakapan mereka.
“Aku juga tidak tahu, pagi ini Han Seongsaengnim baru memberitahu kami. Bahkan Jungkook langsung mengundurkan diri tidak mau ikut,” ujar Jimin menceritakan keluh kesah di dalam hatinya. “Tapi aku sangat ingin ikut, jadi aku harus berlatih keras minggu ini.”
“Dasar Jungkook memang pemalas. Tidak seperti oppa yang selalu pantang menyerah!” ujar Shinah dengan jujur. Jimin lalu mengangkat tangannya untuk mengelus lembut rambut Shinah. “Terlebih oppa sangat baik hati,” tambahnya lagi.
Oh, apakah aku sebaik itu?” tanya Jimin dengan aegyo lalu duduk mendekat kearah Shinah. Gadisnya itu hanya menggelengkan kepala melihat Jimin seperti itu.
“Tidak. Aku lebih baik dari oppa,” jawab Shinah tegas. Wajah Jimin langsung tampak kecewa dan membuat raut mukanya seperti anak kecil meminta permen. “Hahaha, tentu saja aku hanya bergurau, oppa.”
Aih, kau ini memang benar-benar bisa membuat hatiku tak karuan.” Tangan Jimin kembali mengacak rambut Shinah lebih kencang. Shinah hanya bisa tertawa-tawa kecil di buatnya, merasa benar-benar berhasil membuat Jimin salah sangka. Tak sengaja Jimin melirik jam dinding yang ada di ruangan itu. Hari sudah cukup sore. “Kau tidak pulang? Sudah sore begini. Nanti kau tak dapat istirahat di rumah.”
Oh, aku kan ingin pulang dengan oppa. Memangnya oppa tidak segera pulang?” Jimin menghela napas setelah mendengar pertanyaan Shinah. Tangannya memasukkan botol minum warna merah milik Shinah kedalam tas gadis itu lalu menyerahkan tasnya pada Shinah.
“Aku mungkin pulang malam nanti. Aku masih harus latihan, Shinah-ya,” ujar Jimin penuh penyesalan. Sesungguhnya ia ingin sekali pulang berdua bersama Shinah, tapi ia harus tetap latihan, mengingat saingannya adalah seorang Jung Hoseok yang seperti boneka tari itu. Meski sangat susah untuk mengalahkannya, setidaknya ia harus tetap berusaha.
Oppa…” Tangan Shinah meraih tangan Jimin lembut, lalu menatap laki-laki itu teduh tepat dimata. “Aku tahu, oppa ingin melakukan yang terbaik. Tapi aku tidak ingin melihatmu terlalu memaksakan diri. Sesekali aku ingin melihat oppa menghabiskan waktu bersama teman-teman dan juga bersamaku, bukan selalu menari-nari seperti ini.”
Jimin menghela napas berat. Yah, dia memang seperti itu. Menari adalah mimpinya, namun ia terlalu serius akan itu, bahkan tak sempat menikmati hidupnya. “Maafkan aku, Shinah-ya.” Genggaman tangan Jimin pada Shinah semakin erat. Lalu tiba-tiba menatap gadis itu datar. “Lalu, apa bedanya aku denganmu?”
“Aku? Memangnya aku kenapa, oppa?” tanya Shinah bingung. Sama sekali ia tak mengerti dengan ucapan Jimin. Gadis itu juga berpikir tentang kesalahan yang mungkin ia lakukan tanpa sadar. Tapi ia rasa tidak ada.
“Kau juga selalu menari-nari di dalam pikiranku. Apa kau tidak lelah?”
Tampak senyum jahil mengembang di wajah Jimin setelah melihat wajah tak percaya Shinah. Ternyata semua ini hanya tipuan. Shinah yang berwajah masam langsung meraih tasnya lalu berdiri.
“Aku akan pulang sekarang. Melihatmu menari-nari di depan mataku saja membuatku lelah, apalagi oppa juga selalu menari-nari di pikiranku. Lelah berkali-kali lipat!”
Shinah melangkah keluar ruangan dengan wajah marah. Jimin yang merasa bersalah langsung meraih tasnya dan menyusul Shinah. “Apa kau marah padaku?” tanya Jimin setelah sampai di samping gadisnya.
Shinah menatap Jimin sejenak, kemudian meraih tangan laki-laki itu untuk melangkah bersamanya. “Jika tidak seperti ini, oppa tidak akan bisa pulang bersama denganku.” Mau tak mau Jimin akhirnya pulang bersama Shinah dan untuk sejenak melupakan semua keharusannya untuk latihan dance karena yang ada di pikirannya saat ini hanyalah gadis di sebelahnya.
.
.
.

THIEF
Kim Taehyung [BTS] >< Nam Joohyun [OC] (825 words)
Trotoar jalan sore itu tampak cukup lengang. Hanya beberapa pejalan kaki, kendaraan yang melintaspun nampak sepi. Berbanding terbalik dengan jalan yang mereka lewati, Taehyung dan Joohyun tampak asik dengan percakapan mereka.
Oppa tetap tak akan bisa mengalahkanku,” ucap Joohyun dengan bangga. Sedaritadi mereka melakukan suit dan selalu Joohyun yang menang, alhasil Taehyung selalu mendapatkan dakbam dari kekasihnya.
Diam-diam Taehyung menarik karet rambut Joohyun hingga rambut gadis itu kini terurai bebas. “Kau tidak akan bisa mengambilnya!” Taehyung mengangkat tangannya yang memegang karet rambut Joohyun, gadis itu pun harus meloncat-loncat demi menyelamatkan karet rambutnya.
Oppa, kembalikan! Aku kepanasan jika rambutku tergerai!!” teriak-teriak Joohyun sambil terus berusaha mengambil miliknya. Setelah merasa cukup lelah, gadis itu berhenti lalu menatap Taehyung penuh harap. “Oppa, jebal…” Joohyun mengedip-ngedipkan matanya, mencoba untuk merayu Taehyung.
Namun bukan Taehyung namanya jika ia menyerah begitu saja. Laki-laki itu malah semakin mengangkat tangannya. “Ayolah, Joohyun-ah. Jangan seperti Jimin.” Taehyung tertawa puas melihat Joohyun yang cemberut karena tak mampu meraih karet rambut miliknya.
“Jangan bandingkan aku dengan Jimin oppa. Dia laki-laki, seharusnya ia bisa lebih tinggi lagi!” ucap Joohyun penuh protes. Beruntung disana tidak ada Jimin, jikalau ada Joohyun bisa mati di cekiknya.
“Soojin saja mungkin bisa mengambilnya.” Taehyung kembali tak mau kalah. Ia terus saja menggoda Joohyun.
“Jangan bandingkan juga aku dengan adikmu itu. Kalian berdua sama saja!”
Dengan kesal akhirnya Joohyun membiarkan karet rambutnya di pegang Taehyung dan melangkah lebih dulu meninggalkan kekasihnya. Taehyung pun harus berlari mengejar Joohyun yang melangkah dengan kesal.
“Kau tidak marah kan, Joo?” tanya Taehyung dengan rasa bersalah. Joohyun akhirnya menghentikan langkah lalu menatap tajam Taehyung yang kini berdiri disampingnya.
“Aku hanya tak suka di banding-bandingkan, oppa,” ucap Joohyun jujur.
“Baiklah, maafkan aku. Aku tidak akan melakukannya lagi,” ujar Taehyung penuh penyesalan. Joohyun hanya mengangguk perlahan. Taehyung melihat karet rambut Joohyun yang ada di tangannya. Ia lalu meraih rambut Joohyun dan mengikatknya serapi yang ia bisa. Tindakan yang Taehyung lakukan memaksa mereka kini berdiri sangat dekat, keduanya pun saling mengontrol detak jantung yang berdegup kencang karenanya.
Dengan sangat perlahan Taehyung mengikat rambut Joohyun. Sengaja, ia ingin berada di posisi itu lebih lama. Namun baru saja Taehyung akan menyelesaikan ikatan terakhirnya, seseorang berlari dari kejauhan dan mendorongnya hingga ia kini memeluk Joohyun.
“Kau tidak apa kan?” tanya Taehyung langsung pada Joohyun. Ia tampak begitu khawatir. Joohyun mengangguk dan memperhatikan Taehyung untuk memeriksa keadaan laki-laki itu. Baru setelahnya ia memperhatikan orang yang baru saja menabrak mereka.
Mobil polisi melewati mereka setelahnya. Para polisi itu dengan sigap keluar dari mobil dan mengejar orang yang baru saja menabrak Taehyung serta Joohyun. Tak selang beberapa lama, seorang wanita dengan pakaian kantoran berlari kearah para polisi tersebut sambil berteriak histeris.
“Tasku! Dasar pencuri! Tangkap dia pak!!!”
Wanita itu lewat dengan seribu sumpah serapahnya. Joohyun yang melihat peristiwa di hadapannya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. “Huh, rasakan itu! Dasar pencuri, laripun tak pakai mata. Rasakan kau di tangkap polisi!” Joohyun mengomel dengan sendirinya sambil memperhatikan si pencuri itu yang kini telah di borgol lalu di masukkan ke dalam mobil polisi.
“Pak, pak!! Pak polisi!!”
Tiba-tiba Taehyung berteriak kencang. Joohyun segera meraih tangan laki-laki itu untuk menghentikannya. “Oppa! Apa yang kau lakukan??” tanyanya segera. Gadis itu langsung mengumbar senyum tak bersalah sambil menggelengkan kepalanya pada polisi yang kini menatap aneh mereka berdua.
“Aku ingin melaporkan pencurian!” Taehyung melangkah lagi kearah polisi itu. Namun lagi-lagi Joohyun menghalaunya.
Oppa, pencuri itu sudah di tangkap. Jadi kau tak perlu melaporkannya lagi,” jelas Joohyun secara perlahan. Gadis itu benar-benar tak mengerti apa yang sedang ada di pikiran Taehyung saat ini. Ia seakan-akan baru saja datang dari galaksi antah berantah.
“Benarkah? Tapi mengapa kau masih ada disini? Seharusnya mereka menangkapmu.” Taehyung menarik paksa tangan Joohyun untuk ikut bersamanya menemui polisi itu.
Dengan geram Joohyun melepas pegangan Taehyung pada tangannya dengan keras, sontak menghentikan langkah mereka. Kini mereka saling berhadapan, Joohyun menatap Taehyung dengan tajam. “Wae? Memangnya aku melakukan tindak kriminal?! Aku tidak melakukan apapun.”
“Tidak? Lalu bagaimana caramu menjelaskan kasus tentang hatiku yang kau curi?”
Joohyun langsung terdiam kaku mendengar ucapan Taehyung. Merasa apa yang laki-laki itu katakan sungguh tidak lucu. Ia sudah menanggapi percakapan mereka dengan serius, dan apa yang Taehyung katakan tadi? Sungguh tak dapat di percaya.
Oh, jadi karena itu? Kalau begitu aku juga harus melaporkanmu karena sudah mencuri hatiku.”
Taehyung menunjukkan senyum lebarnya yang menampakkan deretan gigi rapi milik laki-laki itu. Joohyun yang merasa kesal pun tak mampu menahan diri untuk menarik kedua ujung bibirnya kala melihat senyum Taehyung. Kekesalannya mereda begitu saja.
“Jadi, bagaimana jika biarkan saja polisi menangkap kita berdua? Setidaknya di penjara kita akan selalu bersama.”
Langkah Taehyung berhenti tiba-tiba, raut wajahnya tampak kecewa. “Kurasa aku tidak bisa masuk ke penjara bersamamu,” ucapnya lemah.
Wajah Taehyung tampak begitu serius hingga Joohyun merasa bahwa semua ini menyangkut hal yang benar-benar nyata. “Wae?” tanya gadis itu polos.
“Karena kau sudah memenjarakan hatiku.”
Taehyung tersenyum lebar, deretan gigi putihnya terpampang jelas, lalu merangkul Joohyun untuk melanjutkan perjalanan mereka. Entah kemana kaki itu akan melangkah, mereka hanya ingin menghabiskan waktu berdua.
.
.
.

MEDUSA
Jeon Jungkook [BTS] >< Kim Soojin [OC] (961 words)
“Kook, aku lelah.” Soojin menumpukan kedua tangan di atas lututnya, ia terus saja mengambil napas satu-satu setelah berlari mengelilingi taman bersama Jungkook. Laki-laki itu kemudian mengajak Soojin untuk duduk di dekat sepeda yang mereka parkir.
“Sudah baikan?” tanya Jungkook setelah beberapa menit membiarkan Soojin untuk menghirup udara dengan baik. Soojin mengangguk pelan. Mereka berdua telah duduk di tikar piknik yang sengaja mereka sediakan. Jungkook mengambil bungkus tissue dari tasnya, lalu mengelap peluh Soojin.
“Kau tahu sendiri aku tidak suka berlari,” ucap Soojin sambil mempoutkan bibirnya. Tangannya mengambil tissue dan mengelap peluh Jungkook seperti yang laki-laki itu lakukan padanya. Jungkook hanya tersenyum melihat tingkah gadis itu. “Mau makan sekarang?” tanya Soojin setelah mereka selesai mengelap peluh. Gadis itu menarik keranjang piknik mereka dan mengeluarkan bekal makanan yang telah ia buat.
“Apa yang kau buat?” tanya Jungkook sambil mengintip ke dalam keranjang piknik. Dan ia benar-benar merasa lapar setelahnya.
“Hanya beberapa sandwich. Kau tahu aku tak pintar memasak, ini pun di bantu oleh Myungsoo oppa,” ucap Soojin sambil mengeluarkan sandwich serta jus stroberi dari dalam keranjang dan menatanya rapi di atas tikar.
Jungkook mengacak rambut Soojin, merasa gemas dengan tingkah gadis itu yang akan selalu berkata jujur, meskipun itu menyangkut kekurangannya. “Ini rasanya enak, bahkan paling enak diantara sandwich yang pernah kumakan, itu karena ada kau disini,” ucap Jungkook setelah berhasil menelan satu gigitan sandwich. Soojin yang mendengarnya hanya memutar bola mata.
“Apa kau sedang merayuku?” tanyanya sambil melakukan aegyo. “Apa Jungkookku kini ingin membeli permen, hm??” Jungkook hanya menampakkan senyum yang menunjukkan seluruh deretan giginya lalu kembali menggigiti sandwich di tangannya.
Selesai menyantap sandwich masing-masing, mereka berdua bersandar santai di batang pohon cherry yang sangat besar sambil menikmati suasana taman yang sangat tenang. Soojin mengeluarkan headset dan memakainya berdua bersama Jungkook. Lagu-lagu yang sering Soojin dengarkan terputar satu per satu. Sampai pada lagu Boy In Luv mulai terputar dan Jungkook tiba-tiba berdiri.
Doegopa neoui oppa, neoui sarangi nan neomu gopa…”
Jungkook bernyanyi sambil menarikan lagu kesukaan Soojin itu. Sang gadis pun melepaskan headset-nya dan langsung memutar lagu itu dengan speaker. Jungkook terus menari sambil menyanyikan langsung lagu tersebut, sesekali ia mengajak Soojin untuk ikut menari dan menunjukkan betapa ia menyanyikan lagu itu untuk sang gadis.
Boy In Luv pun berakhir, yang kemudian digantikan oleh lagu Coffee. Jungkook berhenti menari, kini ia mengepalkan tangan kanannya lalu menyanyi seolah-olah itu adalah mic. Soojin yang berdiri di hadapan Jungkook hanya tertawa kecil lalu bernyanyi bersama kekasihnya.
Baby baby geudaeneun caramel macchiato. Yeojeonhi nae ipgaen geudae hyanggi dalkomhae. Baby baby tonight…
Senandung itu terdengar dari mereka berdua hingga lagu itu berakhir. Soojin tertawa tanpa komando yang kemudian diikuti oleh tawa Jungkook. Mereka berdua tak bisa berhenti tertawa bahkan saat duduk kembali dan bersandar lagi di pohon cherry itu.
Di sela-sela tawa mereka terdengar jelas tarikan napas Jungkook satu-satu. Soojin langsung mengambil botol air mineral dari keranjang piknik mereka. Kekasihnya itu sepertinya sangat kelelahan setelah menari sambil bernyanyi.
“Minumlah, kau tampak sangat lelah,” ujar Soojin sambil menyodorkan botol air mineralnya dan mengusap keringat Jungkook yang sangat banyak dengan tissue.
Gomawo, Jinie-ya.” Jungkook meraih air mineral itu dan langsung menegaknya hingga hanya tersisa setengah dari itu. “Tiba-tiba aku merasa kepanasan.” Jungkook mengipas-ngipaskan tangannya untuk membuat angin. Merasa itu tak cukup membantu, ia pun akhirnya melepaskan sweater yang ia kenakan, jadinya ia hanya mengenakan kaos yang sebelumnya ia kenakan di dalam sweater. Soojin memperhatikan kaos berwarna hitam itu sambil menahan tawa. “Apa ada sesuatu yang lucu?” tanya Jungkook merasa aneh dengan tawa Soojin.
Soojin menggeleng sambil menarik napas sekali agar ia mampu bicara dengan baik. “Medusa?” tanya gadis itu sambil membaca tulisan yang tertera di kaos Jungkook. Laki-laki itu hanya menatap Soojin bingung. “Apa kau tahu medusa itu apa?”
Dan Jungkook menggeleng. “Mungkin tokoh kartun? Kau bahkan tertawa hanya dengan melihat tulisannya,” tebak Jungkook asal. Namun sepertinya tebakannya itu salah karena Soojin lagi-lagi tertawa. Entah tertawa akibat tulisan medusa itu atau menertawakannya, Jungkook tak tahu.
“Sangat jauh dari tokoh kartun. Apa kau sungguh tidak tahu?” tanya Soojin dengan ragu. Setahunya Jungkook seringkali menonton film, bahkan ia menyarankan banyak film bagus pada Soojin. Tapi mengapa ia bisa tidak tahu?
Jungkook berpikir lagi. Mencoba untuk mencari kata medusa diingatannya. Beberapa detik kemudian ia lalu menjentikkan jari. “Aku tahu!” serunya dengan percaya diri. “Medusa adalah salah satu tahapan dalam siklus hidup ubur-ubur. Kita mempelajarinya dalam biologi, kenapa aku bisa lupa?” Jungkook menunjukkan deretan giginya pada Soojin. Namun Soojin hanya kembali tertawa, bahkan saking senangnya ia memukul kecil lengan Jungkook.
Yah, kau memang benar. Tapi bukan itu maksudku.” Soojin berujar di sela tawanya. Wajah Jungkook langsung tampak lemas. Ia tidak tahu medusa seperti apa yang Soojin maksud.
“Lalu apa?” tanya Jungkook akhirnya menyerah.
“Jadi begini, Kookie-ya. Medusa itu adalah tokoh dalam cerita Yunani. Dia adalah seorang manusia ular, bahkan rambutnya pun terdiri dari ular-ular kecil. Dan jika ada makhluk yang menatap matanya, maka makhluk itu akan langsung berubah menjadi batu. Menyeramkan!” jelas Soojin panjang lebar. Jungkook hanya menganggukkan kepalanya mengerti, ia baru tahu ada makhluk seperti itu.
“Jadi, apa perlu aku memanggilmu medusa?” tanya Jungkook tiba-tiba, membuat Soojin menghentikan tawanya dan menatap laki-laki itu heran.
Wae? Memangnya aku menyeramkan?!!” Perkataan Soojin penuh dengan rasa tidak terima. Mata gadis itu menatap Jungkook garang.
“Tidak,” jawab Jungkook singkat. Ia terus memperhatikan Soojin tanpa rasa takut akan kemarahan gadis itu. Sementara Soojin terus diam untuk meminta penjelasan lebih. “Hanya saja, setiap kali aku melihat matamu, kurasa aku langsung berubah menjadi batu.”
Jungkook mengakhiri kalimatnya dengan senyuman jahil. Ia sungguh merasa senang bisa mengerjai Soojin yang kini menatapnya sangat tajam.
Ya! Jeon Jungkook! Berhenti mengatakan hal-hal seperti itu, kau membuatku malu!!” Soojin berteriak histeris sambil berusaha menutupi wajahnya yang merah padam. Kali ini Jungkook yang tertawa puas melihat tingkah kekasihnya. Laki-laki itu mengusap lembut rambut Soojin, membuat si gadis semakin salah tingkah dan terus menutupi wajahnya.
.
.
.

FIN

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Vignette] Only Hope

Title:  Only Hope Scriptwriter: NanaJji (@nana.novita) Cast(s): Jeon Jungkook [BTS] || Kim Soojin [OC] || Park Yooji [OC] || Kim Yugyeom [GOT7] || Kim Namjoon [BTS] Genre: Romance. Friendship. Hurt. Duration: Vignette Rating: Teen Summary: Salahku yang terlalu berharap padamu

[Oneshot] Brother and Sister Complex

  Title: Brother and Sister Complex Author: Na n aJji (@nana.novita) Length: Oneshot Genre: Romance, family, friendship Main Casts: Kim Myung Soo (INFINITE) || Kim Soo Jin (OC) Rating: PG-15 Summary: Seperti sebuah napza. Berawal dari sebuah kebersamaan, hingga akhirnya membuatnya menjadi candu.

[Vignette] Biscuit

Title: BISCUIT Scriptwriter: NanaJji (@nana.novita) Cast(s): Oh Sehun [EXO] || Kim Soojin [OC] || Kim Jongin [EXO] Genre: Comedy. Friendship. Duration: Vignette Rating: G Summary: Haruskah ia memberitahu Soojin tentang apa yang ingin ia beli? . “ Oppa sungguh ingin membeli itu?” tanya Soojin tak percaya. Sehun hanya dapat mengangguk dengan polos. . . .