Title:
FACT
Scriptwriter:
NanaJji (@nana.novita)
Cast(s):
Kim Taehyung [BTS] || Kim Soojin [OC] || Jeon
Jungkook [BTS] || Nam Joohyun [OC] || and the other cast(s)
Genre:
Drama. Life. Hurt. Romance. Family. Friendship.
Duration:
Oneshot
Rating:
Teen
Summary:
Kejujuran kadang membuat luka itu
tertancap lebih dalam.
.
.
.
“Kau
baik-baik saja?” Soojin menatap laki-laki di hadapannya. Ia mengulurkan
tangannya kearah Soojin seakan ingin membantu. Gadis itu pun menerima ulurannya
dengan senyum terpaksa.
“Aku
baik-baik saja. Terima kasih,” ujar gadis itu seadanya. Tangannya mengibaskan
seragamnya yang terkena kotoran akibat jatuh di lantai. “Hanya sedikit masa
orientasi untuk murid baru, aku sudah terbiasa.”
“Sepertinya
kau sering berpindah-pindah sekolah ya?” Mereka berdua melangkah keluar dari
ruangan olah raga itu, dimana tadinya Soojin mendapat sedikit tekanan dari
beberapa brandalan sekolah. Soojin menatap laki-laki itu aneh. Tentu saja gadis
itu merasa asing setelah kepindahannya pertama kali disana. “Ah, iya. Namaku Kim Taehyung, sunbae-mu.”
“Sunbae? Kenapa bisa tahu bahwa aku hoobae-mu?” Taehyung mengangkat bahu. Ia
kembali memperhatikan jalanan koridor yang begitu ramai oleh para siswa.
“Lagipula, darimana sunbae tahu bahwa
aku murid baru?”
“Pertanyaan
yang bagus!” Taehyung menjentikkan jarinya lalu menatap Soojin. Langkah mereka
pun terpaksa terhenti. “Dari kedua pertanyaanmu, hanya ada satu jawaban. Karena
aku sering membantu para guru, jadi aku tahu.”
“Heol! Apa sunbae seorang mata-mata?” ucap Soojin tak percaya. Rasanya begitu
mudah untuk akrab dengan laki-laki di hadapannya. “Aku juga heran. Apa sunbae selalu mudah bicara dengan orang
asing? Aku bahkan sedikit takut berbicara denganmu.”
Taehyung
tertawa mendengar ucapan Soojin. “Seharusnya kau bangga karena bisa bicara
denganku semudah itu sementara gadis-gadis lain harus mengantri, Soojin.”
Dengan sangat percaya diri Taehyung mengatakannya.
“Oh! Daebak! Bahkan sunbae tahu namaku?” Taehyung kembali tertawa akibat melihat wajah
Soojin yang tampak begitu terkejut. Bukankah tadi Taehyung sudah mengatakan
bahwa ia sudah tahu, tapi Soojin masih saja tak percaya.
“Aish, sudah. Cepat masuk ke kelasmu. Aku
juga akan ke kelas. Annyeong!”
Taehyung
menghilang secepat ia datang. Soojin menengok kearah pintu kelas di sampingnya.
Itu benar-benar kelasnya. Sekali lagi Taehyung benar. Tatapan gadis itu
kemudian beralih pada punggung Taehyung yang sudah menjauh. Tentu saja ia masih
keheranan.
“Apa
sunbae itu selalu melakukan hal
seperti ini pada setiap murid baru? Aneh.”
.
.
.
“Kenapa
Joohyun lama sekali? Tadi dia bilang akan menyusul.”
Soojin
mengedarkan pandangannya ke seisi kantin untuk mencari Joohyun. Namun ia tak
menemukan teman barunya itu. Dengan terpaksa ia melangkah untuk duduk sendiri.
Baru dua hari kemarin ia pindah, jadi tak begitu banyak orang yang ia kenal di
sekolah itu.
“Kurasa
duduk sendiri tampak menyedihkan.” Suara itu lagi. Soojin sampai hapal betul
siapa pemiliknya.
“Taehyung
sunbae, bisakah kau datang tanpa
tiba-tiba? Membuatku kaget saja.”
Taehyung yang kini sudah duduk di samping Soojin hanya terkikik gembira.
Nampan yang ia bawa di taruh di atas meja.
“Terkadang
aku memang memiliki kekuatan magis hingga kau tak merasakan kehadiranku.”
Sekarang giliran Soojin yang tertawa.
Menurut gadis itu, Taehyung begitu lucu, dan membuatnya nyaman ada di
sampingnya. “Kau sendirian? Apa perlu aku mencarikanmu teman?”
“Aku
tidak sendirian. Ada sunbae juga
disini.” Satu tepukan Taehyung layangkan di jidatnya sendiri. Merasa
benar-benar bodoh telah mempertanyakan hal itu. Soojin hanya bisa tertawa
melihat tingkahnya.
“Ah, benar juga. Kau memang pintar,
Soojin-ah. Tak heran kau selalu
menjadi juara kelas.”
Tatapan
tajam Soojin arahkan pada Taehyung. Tentu saja tatapan untuk menuntut
penjelasan dari keserbatahuan Taehyung untuk yang kesekian kali. Laki-laki itu
hanya mengendikkan bahu. “Oh iya! Kau
lihat laki-laki itu?” Taehyung menunjuk kearah salah satu siswa yang sedang
mengambil makanan di pantri. Soojin mengangguk, seingatnya itu adalah salah
seorang teman sekelasnya. “Dia akan menjadi sainganmu nanti. Sama sepertimu,
dia selalu ada di peringkat pertama.”
“Jungkook?”
Soojin berusaha mengingat-ingat namanya.
“Ya!
Jeon Jungkook, itu namanya. Dia pintar dalam segala hal. Tapi kau tak boleh
kalah, oke?” Tangan kanan Taehyung terangkat untuk mengajak Soojin ber-high five, namun gadis itu melakukannya
dengan sedikit ragu. Ia terus memperhatikan Jungkook, sedikit penasaran dengan
laki-laki itu.
Benarkah yang Taehyung sunbae katakan?
.
.
.
“Hai!”
Soojin mengembangkan senyum saat menyapa Jungkook yang lewat di hadapannya.
Namun, Jungkook lewat tanpa membalas sapaannya, bahkan hanya melihat dari ujung
mata, kemudian berlalu begitu saja. Soojin menatap kepergian Jungkook dengan
tatapan aneh. “Kurasa Jungkook punya dendam tersendiri padaku,” ujarnya.
“Entahlah.
Hanya saja, kurasa Jungkook merasa tersaingi olehmu,” jawab Joohyun enteng,
merasa bahwa masalah itu bukanlah hal yang perlu di pikirkan terlalu lama. Raut
Soojin langsung berubah kecewa. Ia datang ke sekolah untuk mencari teman,
bukanlah musuh. Lagipula, menurut Soojin, Jungkook adalah anak yang baik.
“Sudah
ku katakan jangan terlalu di pikirkan.” Taehyung muncul tiba-tiba, mengalungkan
lengannya di leher Soojin seakan ingin mencekik gadis itu. Sementara Soojin
merasakan sesuatu yang aneh hingga harus segera mengenyahkan tangan itu dari
lehernya.
“Oh! Sunbae!” teriak Joohyun yang
terkejut melihat kedatangan Taehyung yang tak kentara. Taehyung melambaikan
tangan kearah Joohyun dengan senyum khasnya. “Sejak kapan sunbae ada disini?”
Bukannya
menjawab pertanyaan Joohyun, Taehyung hanya tersenyum menunjukkan seluruh
deretan giginya. Soojin sendiri tak pernah heran lagi dengan kebiasaan Taehyung
yang muncul tiba-tiba dan seakan tahu segala-galanya. Mungkin perkiraan Soojin
selama ini benar bahwa Taehyung adalah seorang mata-mata. Laki-laki itu terlalu
susah di tebak, bahkan setelah Soojin mengenalnya dua bulan terakhir. Ia selalu
melakukan sesuatu sesukanya.
“Hei!”
Soojin terbangun dari lamunannya. “Kau dengar yang aku katakan?” tanya Joohyun.
Soojin menggeleng. “Taehyung sunbae
mengajak kita pergi ke kantin,” terang Joohyun secara perlahan.
“Hmm, aku sudah sarapan pagi tadi. Kurasa
aku akan pergi ke perpustakaan saja,” ucap Soojin sedikit menyesal. “Kau pergi
saja dengan Taehyung sunbae, oke?”
“Tidak,
tidak. Kita pergi saja ke perpustakaan,” ujar Taehyung memecah percakapan antara
Soojin dan Joohyun. Soojin menatap Taehyung ragu. Jelas saja laki-laki itu
tengah lapar, masih saja berusaha mengelak.
“Baiklah,
kita pergi ke kantin. Rasanya aku juga kehausan.” Alasan itu di buat Soojin
demi menyelamatkan dua orang di hadapannya yang kini sedang kelaparan.
Sedangkan otaknya sendiri sedang memikirkan tugas kelompok yang baru saja di
berikan oleh guru mereka.
Soojin
langsung ingat. Tugas kelompok itu harus ia kerjakan berdua bersama Jungkook. Yah, Jungkook. Laki-laki itu bahkan
selalu memberikan tatapan remeh pada Soojin. Entah bagaimana nanti ia harus
mengerjakan tugas itu. Dia sendiri bingung.
.
.
.
Soojin
berjalan perlahan-lahan menuju gerbang sekolah, jauh berbeda dengan siswa lain
yang ingin segera meninggalkan sekolah itu setelah bel pulang berbunyi beberapa
menit yang lalu. Beberapa meter di depannya, Jungkook melangkah dengan santai
sambil mendengarkan musik lewat headphone
miliknya. Jadi, katakanlah bahwa Soojin sedang mengikuti laki-laki itu.
Setelah
memantapkan hati berkali-kali, akhirnya Soojin berlari kecil untuk sampai di
samping Jungkook. “Jungkook-ah!”
panggil gadis itu. Namun Jungkook masih tetap melangkah tak menghiraukan
Soojin. “Jungkook-ah!!” Kali ini
Soojin meraih tangan Jungkook hingga laki-laki itu kini berhadapan dengannya.
Jungkook
melepas headphone-nya dan menatap
Soojin datar. “Ada apa?” Dengan sedikit kasar, Jungkook melepaskan tangannya
yang di pegang Soojin. Gadis itu menghela napas tak kentara. Ia harus sabar
menghadapi laki-laki itu atau tugas mereka tidak akan pernah selesai.
“Hmm, tugas yang kemarin di berikan Ahn Seongsaengnim, kapan kita akan
mengerjakannya?” tanya Soojin dengan perlahan. Seusaha mungkin agar Jungkook
tidak tersinggung atau pun menjadi marah padanya.
“Kau
satu kelompok denganku?” tanya Jungkook sedikit meremehkan. Soojin hanya
mengangguk kaku. Sesungguhnya ia sangat tidak suka melihat ekspresi Jungkook
yang seperti itu. “Kalau begitu kau saja yang mengerjakannya. Aku tidak ada
waktu.”
Jungkook
lalu pergi begitu saja. Soojin terdiam kaku di tempat. Sama sekali tidak ia
bayangkan bahwa Jungkook akan berkata seperti itu. Ia sungguh tak bisa menahan
amarahnya lagi.
“Ya!! Jeon Jungkook!!” teriak Soojin yang
berhasil menghentikan langkah Jungkook. Gadis itu kemudian melangkah dengan
kesal ke hadapan Jungkook. “Ku kira kau memang orang pintar, tapi kau tidak
punya otak! Tidak ada orang pintar yang mempercayakan tugasnya pada orang lain,
kau tahu?!”
Kata-kata
itu keluar begitu saja dari mulut Soojin tanpa gadis itu sadari. Mungkin bukan
masalah besar jika ia sendiri yang mengerjakan tugas itu, tapi ia tidak bisa
terima dengan sikap Jungkook terhadapnya. Ia bahkan tidak salah apapun.
Wajah
Jungkook tampak mengeras. Beberapa siswa yang lewatpun berbisik-bisik sambil
memperhatikan pertengkaran mereka. “Tapi orang pintar akan membiarkan tugasnya
dikerjakan oleh orang yang lebih pintar darinya!” Jungkook benar-benar
meninggalkan Soojin kali ini. Gadis itupun tak lagi menghalau Jungkook, ia
begitu terkejut dengan ucapan Jungkook barusan.
Apa
itu yang selama ini Jungkook pikir tentangnya? Bahwa ia lebih pintar dan akan
mengalahkan Jungkook? Soojin sendiri tidak pernah berpikir seperti itu. Ia
hanya melakukan apa yang ia bisa, lalu apa itu salah?!
“Ya!! Kau bahkan tidak percaya dengan
dirimu sendiri, Jeon Jungkook!!!” Soojin kembali berteriak frustasi. Segala
kekesalannya ia tumpahkan begitu saja. Tak peduli lagi dengan seluruh mata yang
tertuju padanya, ia hanya ingin Jungkook mendengar apa yang ia ucapkan. Dan
sungguh, ia tak bermaksud untuk menjadi saingan Jungkook. Ia hanya ingin
mempunyai teman!
“Arghtt!!” Soojin menghentak-hentakkan
kakinya kesal. Rambutnya pun di buatnya berantakan tak tentu. Apa ini yang di
maksud dengan keegoisan orang pintar? Dan itu sebabnya mereka tidak di sukai
banyak orang? Memang menyebalkan! “Baiklah, jika itu maumu. Aku akan membuatn
ya sendiri!” ujar Soojin yang lebih di tujukan pada dirinya sendiri, karena
terasa percuma jika ia mengatakan itu pada Jungkook, laki-laki itu bahkan sudah
tak di tangkap oleh netra Soojin. Ia menghilang begitu cepat.
“Apa
yang harus kau kerjakan sendiri?” tanya Taehyung yang telah berdiri di samping
Soojin tanpa gadis itu ketahui. Laki-laki itu memandang kearah Soojin
sebelumnya, dimana beberapa saat lalu Jungkook menghilang dari pandangan
Soojin.
“Bukan
apa-apa, hanya sesuatu yang menyebalkan,” jawab Soojin berusaha menyembunyikan
kekesalannya. Atau jika tidak, bisa-bisa Taehyung akan terkena semprot padahal
ia tidak salah apa-apa.
“Menyebalkan,
ya? Berarti kau sedang kesal? Jadi, kita harus mencari makan?” Soojin
mengangguk, tanda mengiyakan semua pertanyaan Taehyung. “Baiklah, aku yang akan
mentraktirmu.”
Taehyung
menuntun perjalanan mereka dengan menggandeng tangan Soojin karena gadis itu
sungguh tampak tak bersemangat, terlalu banyak pikiran yang ada di otaknya. Tak
hanya pikiran tentang tugasnya bersama Jungkook, namun juga laki-laki di
sebelahnya kini.
Tadi,
Soojin ingin sekali bertanya bagaimana Taehyung bisa tahu bahwa ketika ia
merasa kesal dan banyak pikiran, ia akan makan sangat banyak? Begitu juga
dengan pertanyaan yang sama setiap kali Taehyung mengetahui banyak hal
tentangnya.
Juga
pertanyaan-pertanyaan lain yang membuat Soojin dilanda dilema. Mengapa saat
bersama Taehyung ia merasa begitu bahagia? Terkadang jantungnya bahkan berpacu
sangat cepat hanya karena netranya bertemu dengan milik Taehyung. Apakah Soojin
menyukai laki-laki itu??
Soojin
mulai mempertanyakan semua hal itu pada dirinya. Tak heran jika ia
mempertanyakannya, mengingat semua kebaikan yang Taehyung lakukan pada gadis
itu, juga segala keingintahuan Taehyung tentang Soojin. Dan satu lagi
pertanyaan yang sangat penting untuk Soojin.
Apakah
Taehyung juga menyukainya? Entahlah, Soojin meragukan hal itu. Mereka tetap
melanjutkan perjalanan meski ribuan pertanyaan bersarang di otak Soojin tanpa
gadis itu berani untuk mengungkapkannya.
Jauh
di belakang mereka, Joohyun memperhatikan kepergian dua orang itu. Mungkin ia
tak seharusnya berada disana, jauh di belakang dan hanya bisa memperhatikan. Ia
pikir ia adalah orang paling bodoh. Bahkan setelah setahun lamanya ia menyukai
Taehyung dan tanpa perkembangan apapun, kini dengan mudahnya Soojin dekat
dengan laki-laki itu. Sayangnya gadis itu adalah Soojin, orang yang bahkan
telah ia anggap sebagai sahabat meskipun baru mengenal beberapa bulan
belakangan.
.
.
.
Hari
sudah sore ketika Taehyung dan Soojin sampai di depan gedung apartement Soojin setelah sebelumnya
mereka menghabiskan waktu untuk makan dan jalan-jalan. “Oppa, terimakasih untuk hari ini. Mungkin jika tidak ada oppa yang menghiburku, aku bisa pusing
sendiri karena Jeon Jungkook,” ujar Soojin tulus pada Taehyung, senyum gadis
itu terkembang begitu saja.
“Bukan
apa-apa. Aku juga sangat senang bisa pergi berdua denganmu,” jawab Taehyung
sambil mengacak lembut rambut Soojin. “Yasudah, kalau begitu aku pulang
sekarang sebelum gelap.” Taehyung membalikkan badannya hendak pergi, namun
tangan Soojin menahannya.
“Apa
oppa tidak mau mampir sebentar?
Ayahku pasti sudah datang,” tawar Soojin. Namun dengan cepat Taehyung
menggeleng. Ia melepas pegangan tangan Soojin perlahan.
“Tidak
usah, mungkin lain kali saja aku mampir ke rumahmu. Lagipula sudah mulai malam,
ibuku pasti khawatir,” jelas Taehyung perlahan, sama sekali tak ingin
mengecewakan Soojin. Gadis itu hanya mengangguk lalu membiarkan Taehyung
berlalu meninggalkannya.
Setelah
tak bisa Soojin tangkap sosok Taehyung dari tempatnya berdiri, gadis itu
langsung berjalan memasuki gedung, lalu naik ke lantai sepuluh dimana apartement-nya berada. Dengan
bersenandung kecil Soojin berjalan kearah apartement-nya.
Namun senandung itu seketika terhenti kala melihat seseorang berdiri di depan
pintu apartement miliknya.
“Jeon
Jungkook?” Soojin langsung menghampiri laki-laki itu. “Untuk apa kau ada
disini?” tanyanya langsung.
“Tadi
kau bilang ingin mengerjakan tugas, jadi aku datang kemari.” Dengan santai
Jungkook menjawab pertanyaan Soojin. Laki-laki itu yang tadinya bersandar di
tembok kini berdiri tegak sambil menatap Soojin. Gadis itu hanya menatap
Jungkook penuh kekesalan, namun ia tetap menenangkan hati sebisanya. “Jadi, apa
kita akan mengerjakan tugas di depan pintu?”
Dengan
melayangkan senyum terpaksa Soojin membuka pintu apartement-nya. “Silahkan masuk, Tuan Jeon,” ucap Soojin dengan
kesal. Ia tidak tahu bahwa Jungkook semenyebalkan ini. Seharusnya Soojin tak membuat
ekspektasi awal yang terlalu bagus untuk laki-laki itu.
Sampai
di dalam apartement, Jungkook di
sambut oleh ayah Soojin yang kala itu tengah memulai memasak untuk makan malam.
“Oh, teman baru Soojin?” sapa Tuan
Kim dengan ramah lalu menghampiri kedatangan anaknya. “Wah, ini pertama kalinya Soojin mengajak teman laki-laki ke rumah.”
Jungkook hanya tersenyum kaku lalu melirik Soojin meremehkan.
“Bukan
aku yang mengajaknya, dia datang sendiri,” jawab Soojin ketus sambil melangkah
mendahului Jungkook menaiki tangga. “Appa,
kami akan membuat tugas di ruang baca,” ijin Soojin kepada ayahnya lalu berlalu
memasuki ruangan yang di maksud.
Jungkook
memasuki ruangan itu dengan sedikit takjub. Lebih seperti perpustakaan kecil,
namun koleksi bukunya membuat Jungkook membungkam suara. Kebanyakan dari
judul-judul buku yang Jungkook lihat adalah buku tentang cerita penyidikan
kasus-kasus kriminal dan sejenisnya.
Saking
sibuknya mengamati setiap judul buku yang bertumpuk rapi di raknya, Jungkook
sampai tak menyadari Soojin keluar meninggalkannya, bahkan sudah kembali lagi
dengan nampan yang berisi dua gelas jus jeruk. Soojin yang sudah duduk di
bangku tempat mereka akan mengerjakan tugas hanya melirik Jungkook dari ekor
matanya.
“Sebagian
besar buku itu milik appa-ku, tapi
kadang aku juga membacanya,” ujar Soojin. Dengan mudah ia melupakan
kekesalannya barusan. Entah mengapa, ketika melihat wajah Jungkook yang sibuk
meneliti buku di ruangan itu tampak begitu polos. Dan Soojin rasa, ia tak
seharusnya kesal dengan Jungkook. “Kau menyukai buku-buku itu?” Jungkook
menoleh seketika, begitu terkejut mendapati Soojin yang sudah berdiri di
sebelahnya. Laki-laki itu mengangguk polos. “Kau bisa meminjamnya kapan-kapan,
biar aku ijinkan pada appa.”
Jungkook
hendak mengangguk lagi, tapi kemudian ia menggeleng. “Tidak usah, aku masih
mempunyai banyak buku untuk di pelajari, dan lebih penting dari semua buku
itu.” Kembali dengan sikap angkuhnya, Jungkook duduk di depan bangku yang
Soojin duduki tadi. Seperti kesalnya yang menghilang sangat cepat, namun kini
kembali lagi dengan cepat. Apa sebenarnya yang Jungkook ingin Soojin pikirkan
tentangnya? Atau hanya Soojin yang terlalu tak bisa mengontrol perasaannya di
hadapan laki-laki itu?
“Sekadar
pemberitahuan, appa-ku ingin kau
untuk makan malam disini. Kusarankan agar kau jangan menolak karena ia tak akan
membiarkannya.” Soojin mengambil beberapa buah buku tebal dari deretan rak yang
berbeda. “Ini beberapa referensi yang bisa kita gunakan untuk tugasnya.”
“Aku
juga tidak akan menolak,” ujar Jungkook yang mengundang keterkejutan Soojin.
Gadis itu benar-benar tak bisa menebak apa yang ada di pikiran Jungkook, selalu
saja berubah-ubah dari ekspektasi awalnya. “Hanya kita bertiga saja?” Soojin
mengangguk malas. Ia mulai membuka buku tebal itu satu per satu dan mencari
bagian yang telah ia tandai kemarin. “Eomma-mu?”
Tangan
Soojin terhenti seketika. Raut wajah terkejutnya yang sempat mencuat langsung
ia hilangkan, tanpa menatap Jungkook ia lalu menjawab. “Aku tak pernah tahu
dimana dan bagaimana eomma ku
sekarang,” ujar Soojin yang tetap terdengar sedih meski ia menutupinya.
Jungkook tak menyangka bahwa di balik semua sikap Soojin yang tampak baik-baik
saja, ternyata ia juga mempunyai masalah.
Pertanyaan
Jungkook membuat Soojin terpaksa kembali mengingat masa-masa kecilnya yang
bahkan seperti film X-file yang tak
dapat ia ingat lagi. Ibunya, Soojin tidak memiliki gambaran tentang wanita itu
sama sekali. Ia sendiri sudah lelah bertanya pada ayahnya dan laki-laki itu
memang tak pernah berniat untuk memberitahunya.
“Lalu,
laki-laki yang ada di foto bersamamu dan appa-mu?”
Mungkin
seharusnya Jungkook meminta maaf karena telah mengungkit ingatan pahit Soojin,
namun laki-laki itu tak melakukannya. Rasa penasarannya pada gadis itu kini
muncul, bahkan melebihi rasa angkuhnya.
Soojin
tersenyum lemah. “Myungsoo oppa? Dia oppa-ku, tapi dia tidak tinggal bersama
kami,” jelas Soojin lagi. Meski rasanya sakit, namun Soojin merasa lebih baik
setelah menceritakan kisah hidupnya dengan Jungkook, entah mengapa. “Dua tahun
yang lalu, kami sempat tinggal di Seoul. Namun tak sempat beberapa bulan, kami
harus pindah lagi karena pekerjaan appa-ku.
Kala itu Myungsoo oppa baru saja
menjadi mahasiswa, ia lalu memutuskan untuk tinggal. Sampai sekarang ia memilih
untuk tinggal sendiri, meski kadang datang untuk berkunjung.”
Jungkook
berpikir. Setelah apa yang telah ia lihat dalam rumah ini, juga dari cerita
Soojin. Laki-laki itu menemukan sebuah keganjilan. “Memangnya apa pekerjaan appa-mu?”
Soojin
menggeleng tegas. “Aku tidak tahu, appa
juga tak pernah memberitahu. Dia seperti menyembunyikan sesuatu dariku, juga
dari semua orang.”
Kalimat
itu Soojin akhiri dengan senyuman. Jungkook tak bertanya lagi. Rasa bersalahnya
kini sudah cukup untuk memendam keingintahuannya. Ia juga baru ingat akan nasib
tugas mereka yang bahkan belum ia sentuh sama sekali.
“Kurasa
kita bisa menyelesaikannya selama satu jam. Aku juga sudah menandai hal-hal
pentingnya dengan pena biru. Jadi, setelah itu kita bisa segera makan malam,”
ujar Soojin dengan senyum. Wajahnya kini benar-benar tampak biasa, seperti tadi
hanya mengatakan lelucon-lelucon kecil yang tak begitu menyenangkan.
Jadi
seperti itulah selama ini Soojin bersikap dan Jungkook sudah tertipu, bahkan
semua orang yang mengenal gadis itu. Sungguh mirip dengan ayahnya.
.
.
.
“Oppa!!” teriak Soojin begitu saja kala
merasa rambutnya di tarik ke belakang. Tanpa melihatpun Soojin tahu siapa
pelakunya, siapa lagi jika bukan Taehyung? Laki-laki itu hanya tersenyum
menunjukkan seluruh deretan giginya. Joohyun yang selalu ada di samping Soojin
hanya mampu menahan diri melihat orang yang disukainya tersenyum manis untuk
gadis lain, bahkan gadis itu adalah sahabatnya sendiri.
“Kajja! Kita makan!” Tanpa mengucapkan
maaf, Taehyung melingkarkan tangannya di leher Soojin dan menarik gadis itu
kearah kafetaria. Tangan Soojin pun selalu menarik Joohyun untuk ikut
dengannya, padahal Joohyun rasanya ingin menyerah.
“Soojin-ah!!”
Sebuah
teriakan menghentikan mereka bertiga. Soojin membalikkan badannya dan menemukan
Jungkook yang berjalan mendekati mereka. “Wae?”
tanya gadis itu.
“Boleh
aku ikut makan siang?”
Dan
semuanya langsung terdiam kaku menatap Jungkook tak percaya. Soojin yang
sedikit terbiasa sejak kemarin langsung menganggukkan kepalanya. Masih dengan
kebingungan akan sikap Jungkook, mereka akhirnya melanjutkan perjalanan menuju
kafetaria.
“Apa
ada yang salah?” tanya Joohyun ketika mendapati wajah Taehyung tampak tak baik.
Jungkook pun mengangkat kepalanya dan menemukan Soojin yang juga bersemu tak wajar.
Mereka
baru saja menikmati makanannya, namun kedua orang itu tampak sedikit aneh. “Apa
kalian tak merasa aneh dengan rasa supnya?” tanya Soojin kemudian. Taehyung
mengangguk setuju.
“Aku
tidak merasakan ada yang aneh,” jawab Joohyun sambil mencoba supnya ulang. Dan
gadis itu kembali menggeleng.
“Mungkin
itu hanya perasaan kalian saja,” celetuk Jungkook santai sambil kembali menyuap
makanannya. Akhirnya mereka kembali melanjutkan makan. Namun, baik Soojin
maupun Taehyung masih merasa aneh dengan rasa sup itu.
Lima
menit sebelum bel masuk berbunyi, mereka telah sampai di kelas masing-masing. Sepanjang
perjalanan Joohyun merasa risih dengan keberadaan Jungkook yang berjalan
sejajar dengan mereka. Kini akhirnya gadis itu dapat bernapas lega setelah
sampai di bangku mereka.
“Aku
heran, mengapa dari tadi si kaku Jungkook itu mengikuti kita?” tanya Joohyun
sambil melirik Jungkook yang duduk di bangku depan. Gadis itu tentunya bingung.
Biasanya Jungkook selalu memancing amarah Soojin, namun kali ini ia malah tampak
baik degan gadis itu.
“Mungkin
dia merasa bersalah,” jawab Soojin yang masih sibuk mengeluarkan buku untuk
pelajaran selanjutnya. Joohyun tambah bingung saja mendengar jawaban Soojin.
Bersalah, untuk apa? Gadis itu bertanya-tanya. Namun baru saja ia menoleh
kearah Soojin, gadis itu mengerang. “Akh!”
“Kau
tidak apa-apa?” tanya Joohyun khawatir melihat Soojin memegangi dadanya
kesakitan. Soojin berusaha menahan sakitnya lalu menggeleng pelan pada Joohyun.
Tapi Joohyun tahu bahwa sahabatnya itu tidak baik-baik saja, karena tak lama
kemudian Soojin akhirnya jatuh pingsan.
.
.
.
To
Be Continued
Komentar
Posting Komentar