Title:
The Most Beautiful Gift
Author:
NaNa Jji
Length:
Chaptered
Genre:
Romance, family, friendship, hurt
Main Casts:
Kim Soo Jin (OC) || Kim
Jong Dae/Chen (EXO-K)
Support Casts:
Park Cho Rong (A
Pink) || Nam
Joo Hyun (OC) || Park Shin Ah (OC)
|| Park So Hyun (OC)
Previous Chap:
“Mwo? Seminggu???” Soo Jin sedikit curiga dengan
perkataan namja yang baru saja jadi namjachingu-nya kemarin.
“Ne. Selama seminggu kau akan
tenang bersamaku,” jawab Jong
Dae
dengan santai.
Deg!
Pikiran Soo Jin kini tak karuan.
Ia memikirkan hal-hal buruk yang mungkin akan menimpanya.
“Seminggukah? Hanya
seminggukah? Apa namja ini sedang mempermainkanku?” pikiran buruk terus
melintas dikepalnya.
“Chagiya~ kenapa kau diam saja,
hm?” tanya Jong Dae yang berhasil membangunkan Soo Jin dari alam pikirannya.
Soo Jin mendongakkan kepalanya
dan memberanikan diri menatap mata Jong Dae dengan penuh
tanya.
“Hei~ tentu saja aku akan
melindungimu selama seminggu, kau masih tak percaya padaku? Minggu ini, minggu
depan, minggu depannya lagi, dan seterusnya hingga minggu itu tak berakhir, aku
akan terus menjagamu, arraseo?”
Kini ekspresi Soo Jin
berubah−tak percaya. Ia menundukan kepalanya dan mengutuk dirinya sendiri
karena telah berpikir negatif tentang namjachingu-nya ini.
“Mianhae~~” lirihnya.
“Gwenchana~ nado mianhaeyo...” Jong
Dae
melingkarkan tangannya di bahu Soo Jin, mencoba menenangkan yeojanya itu.
“Oppa~ yaksokhae!” ucap Soo Jin
lirih sambil mengajungkan jari kelingkingnya.
Jong
Dae menautkan jari
kelingkingnya pada jari kelingking Soo Jin. Mereka tengah berjanji satu sama
lain.
~~~***~~~
Rintik hujan semakin deras
membasahi jalanan dan pepohonan di sepanjang jalan. Soo Jin menatap lurus
kearah jalanan itu, berharap orang yang ditunggunya segera datang. Kini ia sedang berada
di sebuah cafe. Duduk di bangku dekat jendela.
Hujan~ entah kenapa ia sangat
suka dengan hujan. Tak ada kenangan apapun yang ada sangkut pautnya dengan
hujan.
Namun, hanya saja ia merasa bahwa hujan selalu menyimpan kisah
romantis di baliknya. Meski ia tak pernah mengalami hal itu.
Ia melirik jam tangan berwarna
pink yang melingkar indah di pergelangan tangannya. Pukul 6 sore. Sudah
setengah jam ia menunggu.
Diseruputnya kembali milkshake
yang ia pesan 20 menit lalu. Menunggu~ memang hal yang membosankan. Rasanya
seperti melakukan hal yang tak ada gunanya.
Beberapa nomor diketiknya di
layar hanphone lalu mulai menempelkan handphone itu di telinganya.
Tuut~
tuuutt~~
Tidak aktif. Handphone Jong Dae tidak aktif, entah ia sedang
ada dimana.
Namun ia masih tetap tenang.
Semua ini hanya karena Kim Jong Dae. Ya, namja yang
telah menjadi namjachingu-nya selama satu
minggu.
Satu minggu yang takkan pernah
ia lupa. Jong Dae adalah namja pertamanya dan ia
sangat menyayanginya. Tak ada yang bisa merubah kenyataan itu.
~~~***~~~
Soo Jin berjalan gontai menuju
kelasnya. Hari ini semuanya terasa hampa. Dengan lemas ia menaruh tas lalu
duduk dibangkunya. Melipat kedua tangannya diatas meja kemudian menenggelamkan
kepalanya.
Matanya terlihat sembab setelah
menangis semalaman dan mata indah itu kini
mulai
terpejam. Berharap semua ini adalah mimpi.
Sudah tiga hari ia seperti ini. Setelah menunggu hingga dua jam di cafe
itu, tak ada kabar lagi dari Jong Dae. Bahkan tak ada
telepon ataupun pesan
yang masuk ke handphone-nya.
Disekolah ia juga tak pernah
menemukannya, saat ia menanyakan keberadaan Jong Dae pada Chan Yeol atau teman-teman sekelasnya, mereka semua
seolah bungkam tak mau membuka mulutnya. Mereka selalu mengucap tiga kata yang
pasti ‘aku tidak tahu’.
Ia tak percaya semua ini. Tepat
seperti perkataan namja itu, ia hanya menjaganya selama satu minggu. Satu minggu sejak tanggal 3, tepatnya
tanggal 10, dan namja itu benar-benar menghilang. Hari
ini tanggal 13, tiga hari sudah sejak ia menghilang.
“Apa oppa memang merencanakan
ini semua? Seharusnya aku tak percaya begitu saja padamu,” pikirnya. Cairan bening mulai membasahi pipi mulusnya
dan ia mulai terisak.
Tak ada orang di kelas itu
karena ini memang masih pukul 6 pagi, sedangkan pelajaran dimulai pukul
setengah 8.
Diambilnya tissue yang ia taruh
di saku jasnya. Sebuah kertas jatuh dari saku itu. Konsentrasi Soo Jin
berpindah ke kertas tersebut. Tidak! Itu bukan hanya sekedar kertas, lebih
tepatnya menyerupai surat.
Soo Jin mengusap sisa air mata
itu menggunakan blaser seragamnya dan kembali menatap tajam kearah surat itu.
To: Soo Jin~~
Soo Jin-ah~~ mianhae. Kami bingung harus memberitahumu dengan cara
apa, jadi kami buat surat ini. Entah kapan kau akan menemukan surat ini, tapi
kami harap secepatnya. Kami tahu kau sedang bingung karena Jong Dae
oppa tiba-tiba menghilang tanpa kabar.
Tapi perlu kau
tahu, dia tidak menghilang ataupun sengaja pergi meninggalkanmu. Namun~ dia
kini telah pergi selamanya. Meninggalkan kita semua. Kemarin ketika hendak menemuimu
di cafe, ia mengalami kecelakaan. Namun, kecelakaan itu begitu parah, hingga akhirnya ia tak dapat diselamatkan lagi.
Mianhaeyo, surat
ini memang media yang salah untuk memberitahumu. Kami menyayangimu~~
From:
Joo
Hyun, Shin Ah, So Hyun
Air mata sudah tak terelakkan
lagi untuk keluar, membentuk sungai kecil di pipi yeoja malang itu.
Hatinya, perasaannya,
pikirannya, semuanya hancur! Ini begitu menyakitkan, hingga untuk bernapaspun rasanya susah. Ia
menangis sejadi-jadinya, dadanya sesak menerima kenyataan pahit ini. Menangis~
hanya itu yang dapat ia lakukan.
~~~***~~~
Kini ia telah berada di sebuah
padang rumput yang luas. Kakinya lemas melihat apa yang ada di hadapannya,
hingga akhirnya ia jatuh dan teduduk lemah diatas padang rumput itu.
Tangannya meraih nisan yang
bertuliskan ‘Kim Jong Dae’. Ya, itu adalah makam Jong
Dae.
Makam itu masih baru, bau tanah masih menyeruak hingga menusuk hidung Soo Jin.
Tetes air mata kembali
mengalir, semakin lama semakin deras. Seakan air matanya akan habis hanya untuk
menangisi semua ini.
Sejak dulu, ia tak pernah
percaya dengan yang namanya cinta. Namun, setelah bertemu dengan Jong Dae rasa itu secepat kilat menyeruak di relung hatinya
menciptakan rasa senang, bahagia, sedih, kesal, kecewa, dan semua rasa
bercampur aduk di dalamnya.
Semuanya seperti takdir di mata
Soo Jin. Tapi kini takdir itu begitu kejam memisahkan mereka berdua. Jarak dan
waktu yang tak terhitung, entah dimana dan kapan mereka bisa bertemu kembali.
Tidak ada yang tahu.
Air mata semakin deras mengalir
di pipi porselen gadis itu. Ia berteriak, meski ia tahu tak’kan ada yang mendengarnya, bahkan Jong
Dae
pun tak akan bisa mendengar ataupun menemaninya saat ini.
Rasa lelah kini menggelutinya.
Lelah menangis. Lelah menghadapi nasibnya. Dan rasa lelah itu membawanya ke
alam mimpi.
~~~***~~~
Rintik hujan membangunkan Soo
Jin dari mimpi indahnya menuju kenyataan yang pahit. Tatapannya kini tertuju
pada nisan di hadapannya. Ia tertidur di makam Jong
Dae.
Sangat menyedihkan.
Segala memori buruk terputar di
kepalanya. Dan iapun sadar bahwa ini bukanlah mimpi, tapi kenyataan yang tak
satupun dapat merubahnya.
Dengan kekuatan yang masih
tersisa, Soo Jin mencoba menegakkan badannya. Perlahan ia berjalan meninggalkan
makan tersebut. Langkah gontai mengiringinya ditemani dengan rintik hujan yang
semakin deras.
Ditatapnya cincin yang
terpasang manis di jarinya itu. Dilepasnya cincin itu, menggenggamnya erat dan
diciumnya sekilas hadiah terakhir dari kekasihnya.
BRRUUUKKK
Ia menabrak seseorang. Tubuhnya
yang lemah tak dapat menjaga keseimbangan hingga iapun terjatuh.
“Junsunghamnida,” ucap namja yang ditabraknya itu sambil menjulurkan
tangannya kearah Soo Jin.
Soo Jin tak mengindahkan tangan
namja itu, ia berdiri dan langsung meninggalkan namja itu. Setelah beberapa
meter ia berjalan, ia merasakan pusing di kepalanya, pandangannya mulai buram,
dan tiba-tiba gelap.
~~~***~~~
SOMEONE POV
BRRUUUKKK
“Ish! Kenapa bisa ada orang
yang tidak melihat manusia sebesar ini hingga bisa menabrakku?” rutukku dalam
hati.
Kutatap yeoja yang jatuh karena
bertabrakkan dengankku. Yeoja ini sangat menyedihkan.
Sepertinya ia habis menangis,
itu terlihat dari matanya yang sembab dan tentunya masih terlihat bekas aliran
air mata di wajah pucatnya itu. Seragam, rambut, hampir
seluruh badannya dipenuhi lumpur. Sangat menyedihkan.
Kuulurkan tanganku−mencoba
membantunya. Tapi sedikitpun tak digubrisnya. Dengan gontai ia meninggalkanku.
Aku hanya bisa mengangkat bahu.
Aku tak mau ikut campur urusan orang. Akupun melanjutkan perjalananku lagi.
Tapi sesuatu menghentikanku,
kakiku menginjak sebuah benda keras seperti besi. Bukan, lebih tepatnya itu
adalah sebuah cincin.
“Cincin? Siapa orang yang tega
meninggalkan cin−“ Aku langsung teringat pada yeoja tadi, apa mungkin ini
miliknya?
Aku langsung berbalik badan.
Lega rasanya melihat yeoja itu masih berada tak jauh dibelakangku.
Tunggu dulu, ada yang aneh
dengan jalan yeoja itu. Perlahan ku langkahkan kakiku kearahnya. Yeoja itu
semakin lama semakin gontai hingga akhirnya keseimbangannya pun hilang. Aku
segera berlari kearahnya dan hap! Aku mendapatkannya.
Yeoja ini pingsan. Apa yang
harus aku lakukan? Aku tak mengenalnya. Tapi aku merasa harus menolongnya,
siapa lagi yang mau menolongnya? Hanya aku yang ada di makam ini.
Dengan susah payah aku
membopong yeoja ini. Susah. Bukan karena berat, melainkan karena yeoja ini
sangat tinggi! Yah~ untuk ukuran yeojalah, apalagi dia masih high school−terlihat dari seragam
sekolah yang dipakainya.
Akhirnya aku sampai di mobil juga.
Langsung saja kududukan ia di kursi samping kemudi. Aku juga telah beralih
duduk di depan kemudi, berpikir sejenak hingga akhirnya aku memutuskan untuk
membawanya ke apartementku saja.
~~~***~~~
Untung hari ini adalah hari
kerja, jadi lobi apartement yang biasanya seperti pasar kini sepi oleh
orang-orang yang seandainya mereka ada, maka aku akan mendapat hujan pertanyaan
karena tengah membawa yeoja tak dikenal apalagi ia sedang tak sadarkan diri.
Kini yeoja itu sudah terbaring
di atas kasurku yang empuk. Wajahnya sangat pucat. Perlahan kuletakkan punggung
tanganku di dahinya. Panas. Dengan segera aku mengambil air hangat dan sebuah
handuk untuk mengompresnya.
Tanpa kusadari, mataku
sedaritadi memperhatikan wajah yeoja ini. Dia sangat cantik. Heran, mengapa
yeoja secantik dia bisa berpenampilan seburuk ini.
Perlahan kuulurkan tanganku dan
menyentuh halus wajah mulusnya. Menghilangkan bekas noda lumpur diwajahnya. Entah kenapa aku
merasa harus melindungi yeoja ini, padahal aku sendiri pun tak mengenalnya,
bahkan sekedar tahupun tidak. Wajahnya terlihat sangat tenang dan polos seperti anak
kecil jika sedang tertidur seperti ini.
~~~***~~~
Hhuaaammm!
Hmm...tak kurasa ternyata aku
tertidur menunggui yeoja ini. Dia masih belum bangun, pasti ia sangat
kelelahan.
Badanku terasa pegal-pegal.
Pasti ini karena aku tidur tadi dengan posisi duduk bersandar disamping yeoja
malang ini.
Huft. Sial. Aku lapar. Dengan
rasa kantuk yang masih menjalar, kulangkahkan kakiku menuju dapur, mencoba
melihat bahan apa yang bisa kumasak.
Senyum mengembang diwajahku
melihat banyak sekali bahan makanan. Hari ini aku akan masak besar.
~~~***~~~
SOO JIN POV
Perlahan kubuka mataku, meski
terasa sangat berat. Kuedarkan pandanganku sekeliling. Sedikitpun aku tak
mengenal ruangan ini, dimana aku? Kenapa aku bisa disini??
“Kau sudah bangun?” Tiba-tiba sebuah suara mengagetkanku.
Seorang namja datang
menghampiriku dengan membawa sebuah nampan. Senyum manis mengembang diwajahnya.
Aku langsung merubah posisiku
menjadi duduk dan langsung merapikan sedikit penampilanku. Aku hanya balas
tersenyum kearahnya tanpa menjawab pertanyaannya itu.
Senyumannya makin melebar
setelah aku tersenyum dan diapun langsung duduk di sampingku. Untuk beberapa saat
hening, hanya terdengar suara rintik hujan diluar sana.
“Nuguse−” ucap kami bersamaan
hingga ucapanku terputus karena kaget.
Hening lagi~
“Makanlah dulu, kau pasti lapar,” ucapnya memecah keheningan.
“Ye,” jawabku singkat dan meraih mangkuk berisi bubur. “Gomawoyo,” ucapku setelah
bubur dalam mangkuk itu habis. Namja itu hanya tersenyum membalas ucapanku.
“Oh ya! Ini milikmu?” Namja itu menyerahkan sebuah cincin yang sangat familiar
denganku.
Aku terdiam membeku manatap
cincin itu. Kenangan itu kembali muncul layaknya film yang sedang diputar di
bioskop.
Kenangan yang tak’kan pernah
kulupakan. Kenangan yang indah dan sangat manis tiba-tiba berubah menjadi mimpi
buruk, hal yang sangat aku sesalkan.
Hatiku kembali hancur, perih,
sakit, bak ribuan pedang ditusukkan dan ratusan panah menancap bebas di
tubuhku. Remuk.
Kupejamkan mata, berharap ini
semua hanya mimpi. Namun sayang, ini
semua nyata. Bulir kristal kini mengalir mulus menembus benteng yang susah
payah kubangun sedaritadi.
“Gwenchana?” Sebuah suara menyadarkanku dari mimpi buruk yang nyata
ini.
“Nan gwenchanayo~” Dengan cepat kuusap sisa-sisa air mata di wajahku. Aku tak
mau terlihat lemah lagi, meski nyatanya itu tak dapat kupungkiri lagi.
“Mian. Aku harus pergi,” pamitku dan langsung berdiri hendak meninggalkan tempat
tersebut. Tapi sesuatu menahanku. Ya, tangan hangat namja itu. Tangannya begitu
hangat hingga kehangatannya itu menjalar ke tubuhku, entah karena suhu tubuhku
saja yang terlalu rendah, entahlah~
“Biarku antar,” ucapnya lalu.
“Aniya, aku sudah banyak
merepotkanmu. Dan aku tak mau melakukannya lagi. Gomawo~” Sekali lagi kubungkukan badanku dengan sopan dan langsung
pergi tanpa menunggu jawaban dari namja itu.
~~~***~~~
AUTHOR POV
“Ya! Paboya!!” Seorang namja memukul-mukul
kepalanya di dalam mobil−memperhatikan seorang yeoja di tepi jalan.
“Untuk apa aku mengikuti yeoja
itu? Lebih baik aku pulang saja.” Namja itu kembali
memegang setirnya−hendak berbalik arah. Namun sebuah perasaan aneh
menyelimutinya, hingga akhirnya ia tak jadi berbalik arah dan menjalankan
mobilnya perlahan mengikuti langkah yeoja itu.
“Toh dia yeoja yang aneh, jadi
tak apa’kan kalau aku mengikutinya,” pikir namja itu.
Yeoja di depannya itu terus
menundukan kepalanya sejak pertama kali ia berjalan, bahkan beberapa kali ia
hampir menabrak orang yang melintas di jalan tersebut.
Yeoja itu pun berhenti di depan
sebuah gedung tinggi, sejenak ia mendongakkan kepalanya melihat pada ketinggian
gedung tersebut, menghela nafasnya perlahan, hingga akhirnya ia melangkahkan
kakinya ke dalam gedung itu.
Melihat hal tersebut sontak
membuat si namja mematikan mesin mobilnya dan bergegas menuruni mobil sport
berwarna hitam miliknya.
Namja itu pun mengikuti langkah
sang yeoja memasuki gedung
tersebut. Diraihnya kacamata hitam dari saku jaketnya lalu memakai benda itu.
Dengan langkah yang sangat pelan, ia berusaha agar tak kentara oleh sang yeoja.
Layaknya detektif yang sedang memecahkan misteri dan mendapati target
operasinya berada di depan mata.
Yeoja itu berhenti di sebuah
pintu apartement lalu memencet bel yang bertengger di tembok dengan lemah. Tak
berselang beberapa lama, empat orang yeoja keluar dari dalam apartement
tersebut. Setelah melihat sang yeoja berdiri di hadapan mereka dengan keadaan yang sangat memprihatinkan, mereka dengan wajah panik langsung mengajak yeoja itu masuk ke
dalam apartement.
“Mungkin ini apartement yeoja
itu...” pikir sang namja yang sedaritadi bersembunyi di balik tembok.
Dikeluarkannya sebuah benda dari saku jeans-nya. Sebuah cincin. Ia melangkah
kedepan pintu apartement yeoja itu, meletakkan cincin tersebut di depan pintu,
memencet bel, lalu dengan langkah sigap menjauh dari tempat itu.
Pintu apartement terbuka, salah satu yeoja yang tadi
ada di apartement itu kini menoleh kesisi kanan dan kiri, namun tak ada
siapapun. Ketika hendak menutup pintu apartement ia menemukkan cincin itu di
bawah kakinya. Ia mengambil cincin itu lalu masuk ke dalam apartement.
“Setidaknya tak ada lagi yang
bisa membuatku berhubungan dengan yeoja itu...” pikir sang namja. Namun sesuatu
yang kosong menyelimuti perasaannya. Seperti seseorang telah merenggut sesuatu
dalam dirinya.
~~~***~~~
“Soo Jin-ah~ gwenchana?” tanya
Cho Rong ketika mereka telah memasuki apartement. Ia sangat khawatir melihat
dongsaeng kesayangannya pulang dengan wajah lusuh dan pakaian kotor setelah
sejak tadi
pagi
menghilang.
“Mianhae~ kami tak tau lagi
harus memberitahumu dengan cara apa. Uri jeongmal mianhaeyo~~” kini giliran Joo
Hyun yang angkat bicara.
Shin Ah dan So Hyun juga ada ditempat itu, So Hyun tak berani bicara, karena ini semua adalah idenya hingga Soo Jin mengalami hal
seperti ini, mereka sangat menyesal.
“Aku menemukan ini,” bisik Shin Ah yang baru datang
dari arah pintu. So Hyun pun menyuruhnya untuk memberi cincin itu pada Cho
Rong.
Tak ada sepatah kata pun yang
keluar dari mulut Soo Jin. Mereka kini sedang duduk di ruang tengah apartement
tersebut. Hening meliputi suasana di ruangan itu. Semua yang berada disana
diliputi rasa bersalah yang sangat besar, kecuali Soo Jin yang merasakan sakit
yang teramat sakit hingga ia sulit bernapas dan tenggorokannya pun tercekat.
Tak ada kata-kata yang dapat
menggambarkan apa yang dirasakan Soo Jin sekarang. Bahkan kata-kata itupun tak
menghuni kamus terlengkap di dunia sekalipun.
Soo Jin merasa sangat lelah,
lelah akan sakit yang terus ia rasakan. Menahannya agar tak meluap begitu saja
memerlukan energi yang sangat besar.
Tanpa berkata apapun, ia
melangkahkan kaki menuju kamarnya, menutup pintunya lalu berbaring di atas
kasur empuknya. Hanya itulah yang ia rasa ia dapat lakukan.
Entah sampai kapan ia akan
seperti ini, tenggelam dalam kesedihan dan kesakitan yang mendalam. Dirinya
sangat rapuh, serapuh lapisan tipis es yang disentuh sedikit saja akan hancur.
Ia ingin mengubur semuanya,
menghanyutkannya di laut hingga tak ada lagi beban dalam hidupnya.
“Kurasa itulah yang harus
kulakukan...”
_~*To Be Continued*~_
Komentar
Posting Komentar