Title:
The Most Beautiful Gift
Author:
NaNa Jji
Length:
Chaptered
Genre:
Romance, family, friendship, hurt
Main Casts:
Kim Soo Jin (OC) || Kim
Myung Soo (INFINITE)
Support Casts:
Park Cho Rong (A
Pink) || Nam
Joo Hyun (OC) || Park Shin Ah (OC)
|| Park So Hyun (OC)
Previous Chap:
BRAAKKK!!!
Suara tabrakan mobil terdengar. Jalanan itu sepi, tak ada
sedikitpun kendaraan atau orang yang melintas. Kepulan asap keluar dari bagasi
mobil. Soo Jin dan Myung Soo tak sadarkan diri.
~~~***~~~
MYUNG SOO POV
Kuberjalan disini, diruangan ini, sendiri. Aku tak tahu
aku sedang berada dimana. Ruangan ini putih, putih seputih salju. Tak ada warna
lain, tak ada pula barang-barang yang bisa dilihat. Hanya putih.
Diujung sana, aku melihat sesosok orang. Perlahan aku
menghampirinya. “Permisi! Anda yang di ujung sana, bolehkah aku bertanya?!” aku
berteriak sambil menghampirinya. Namun.. semakin aku mendekatkan langkahku,
sosok itu semakin jauh. Semakin jauh...hingga menghilang...
Aku mulai bingung..dimana ini? Dan sosok itu, aku rasa
aku mengenalnya.
Kupejamkan
mataku sejenak dan berpikir..
Sedetik kemudian, kubuka kembali mataku. Kini aku sudah
berada di kamarku dulu..namun aneh. Aku melihat diriku sendiri sedang duduk di
meja belajarku.
Ini aneh, tapi aku yakin. Itu adalah diriku. Perlahan aku
mendekati sosok diriku itu. Kulihat diriku sedang membaca sebuah surat. Aku
tahu surat ini, bahkan sangat mengenalnya.
“Aku mohon jaga dia..” sosok diriku itu mengucapkan
kalimat terakhir dari surat itu. Aku terlonjak, itu bukanlah suaraku. Dan sosok
diriku itu pun berbalik, dia bukanlah diriku, dia.....
“Oppa! Oppa ireonayo...!!” tubuhku terguncang. Dengan berat, perlahan kubuka
mataku. Kulihat Soo Jin berada di sampingku dengan wajah yang lusuh, keningnya
terluka dan berdarah, namun tak terlalu parah.
Senyum mengembang diwajahnya, begituku membuka mata. Aku
kembali tersadar, aku ingat apa yang terjadi sebelum ini. Mobil kami tengah
berada di trotoar dan sedikit menabrak pembatas jalan.
Perlahan aku mengangkat kepalaku yang tertidur diatas
setir mobil. Ku merasakan sedikit pening pada puncak kepalaku. Setelah ku
sentuh, ternyata darah juga mengalir dari sana.
“Gwenchanayo?” tanyaku refleks pada Soo Jin. Bukan diriku
yang pertama kali ku khawatirkan, tapi Soo Jin.
“Oppa! Luka ku tak seberapa. Tapi lihat luka oppa! Bahkan
oppa sempat pingsan.” Soo Jin terlihat
sangat khawatir. Aku hanya tersenyum karena senang mendengarnya
mengkhawatirkanku.
“Nan gwenchanayo~” jawabku sambil tersenyum.
“Uuh! Oppa, masih sempat-sempatnya tersenyum pada saat
seperti ini..” rajuk Soo Jin. Aku hanya kembali tersenyum. “Kenapa disini sama
sekali tidak ada sinyal, aku tidak bisa menghubungi siapapun…” ucap Soo Jin
lirih sambil mengangkat-angkat ponselnya berharap dengan begitu sinyal bisa
memenuhi ponsel itu.
Dengan
perlahan aku merogoh saku jasku. Kulihat layar ponsel, gelap. Ku tekan-tekan
tombol yang ada, namun percuma.
“Sepertinya
ponselku lowbat” ucapku pada Soo Jin.
Raut wajah Soo Jin semakin gelisah.
“Oppa...oppa tahu? Daritadi tidak ada seorang pun yang
lewat di jalan ini..aku takut...” Soo Jin menatap keluar jendela, matanya
memancarkan kesedihan.
“Mianhae, nan jeongmal mianhaeyo~” aku hanya bisa menundukan kepalaku. Mungkin memang bukan saatnya aku untuk
mengajaknya ketempat itu.
Dengan seluruh tubuh yang terasa sakit, kami berdua
melangkahkan kaki untuk mencari tumpangan atau segala apapun yang bisa menolong
kami.
“Oppa!
Lihat! Disana sepertinya ada rumah!!” teriak Soo Jin sambil menunjuk kearah
utara. Aku pun mengikuti arah telunjuk Soo Jin. Disana terlihat sebuah cahaya
remang-remang karena letaknya yang cukup jauh.
“Kajja!”
ajakku lalu. Kamipun berjalan di tengah kesunyian jalan. Angin berhembus begitu
kencangnya, menerpa rambut lembut Soo Jin yang terurai indah.
Hari
sudah mulai sore. Sebentar lagi matahari mulai terbenam dan bintang-bintang
bermunculan. Namun, kami baru setengah jalan menuju rumah itu.
“Sepertinya,
kita harus mempercepat langkah kita,” ucapku setelah melihat langit yang sudah
berwarna oranye. Soo Jin hanya mengangguk dan mempercepat langkahnya sesuai
yang aku katakan.
Tokk!
Tokk!!
Kini
kami sudah berada di depan pintu rumah itu. Hari sudah gelap dan kulihat Soo
Jin sudah mulai kedinginan. Aku pun merasakan hal yang sama. Angin disini
begitu kencang yang membuat suhunya jadi semakin dingin.
Ketika
hendak mengetuk pintu untuk yang kedua kali, pintu pun terbuka. Seorang
perempuan yang berumur sekitar 70 tahunan menyambut kami.
“Annyeong
haseyo!” sapa ku dan Soo Jin berbarengan.
“Annyeong
haseyo~ ada yang bisa saya bantu?” tanya perempuan tersebut.
“Ne.
Apa boleh kami menumpang istirahat disini?” aku pun bertanya dengan sopan. Soo
Jin hanya diam. Sepertinya ia bingung harus berkata apa.
“Oh,
ne. Silahkan masuk!” ucap perempuan itu dan mempersilahkan kami masuk. Di dalam
rumah kami disambut lagi oleh seorang laki-laki yang berumur lebih tua dari
perempuan itu. Sepertinya mereka adalah sepasang suami istri.
Kami
dipersilahkan duduk di ruang tamu itu. Rumah ini tidak terlalu luas, begitupun
sangat sederhana. Namun terasa sangat nyaman karena dirawat dengan baik, bersih
dan rapi, lantai yang terbuat dari papan kayu pun membuat ruangan ini menjadi
hangat.
“Annyeong
haseyo!” sapa laki-laki itu. Aku dan Soo Jin pun membungkukkan badan lalu
duduk. Laki-laki itu kemudian menoleh kepada istrinya.
“Mereka
mau menumpang istirahat” jelas sang perempuan.
“Ne,”
jawabku dan Soo Jin berbarengan yang membuat kami bingung. “Jadi begini…” aku
pun angkat bicara setelah aku dan Soo Jin terdiam beberapa saat dan menjelaskan
kejadian yang kami alami hingga kami sampai disini sekarang.
Kamipun
akhirnya berbincang-bincang sambil menikmati teh hangat dan camilan kecil yang
disuguhkan oleh suami istri tersebut. Park haraboji dan Jung halmeoni, begitu
mereka menyuruh kami memanggilnya.
“Hari
sudah mulai larut. Lebih baik kalian membersihkan diri dulu. Sebentar, saya
ambilkan handuk dan perlatan mandi,” ucap Park haraboji.
“Oh,
tidak usah repot-repot,” Soo Jin berdiri hendak mencegah namun haraboji
bersikeras, Soo Jin pun akhirnya kembali duduk.
“Oppa,
aku merasa tidak enak,” ucapnya sambil menatapku dengan wajah sedih. Haraboji
sudah pergi mengambil handuk. Kami tinggal berdua di ruangan ini.
“Tidak
apa. Mereka terlihat senang dengan keberadaan kita.” Soo Jin menghela nafas
berat dan menundukkan kepalanya tidak enak. Yeoja ini tetap terlihat cantik
meski dalam keadaan berantakan seperti ini. Ternyata lucu juga melihat raut
wajah kagetnya. Setelah beberapa lama kejadian itu berlalu, ia terlihat masih
sangat tegang.
Haraboji
pun datang dengan membawa dua buah handuk dan perlatan mandi lainnya.
“Kamsahamnida!” Soo Jin berdiri sambil membungkukkan badannya lalu mengambil
handuk dan peralatan itu. Dia terlihat merasa sangat tidak enak. Soo Jin
menyerahkan handuk satunya dan perlatan mandi itu padaku.
“Kau
duluan saja,” ucapku dan menyerahkan peralatan mandi itu padanya. Soo Jin
menatap ku bingung dan mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan−mencari
sesuatu.
“Oh,
kamar mandi ada di bagian timur. Dari sini lurus saja, belok kiri. Nah, disana
ada dua pintu. Pilih pintu berwarna abu.” Haraboji memberi petunjuk pada Soo
Jin. Soo Jin tersenyum kemudian membungkukkan badannya sekali lagi, lalu pergi
menuju kamar mandi.
~~~***~~~
AUTHOR
POV
“Makanan
siap!” seru Soo Jin sambil membawa
semangkok besar soup. Nyonya Jung datang dari belakang membawa lauk pauk yang
lain. Sedangkan Myung Soo dan Tuan Park sedang menyiapkan peralatan makan
seperti mangkok, sumpit, dan sendok.
“Woa!
Jarang-jarang istriku masak banyak seperti ini,” ucap Tuan Park untuk menggoda istrinya.
“Tentu
saja yeobo, kita kan kedatangan tamu special.” Myung Soo dan Soo Jin hanya
tersenyum mendengar kata-kata Nyonya Jung.
“Ayo,
mari kita makan!” tawar Tuan Park setelah semua hidangan tersedia di meja. “Ne,”
jawab Soo Jin dan Myung Soo berbarengan.
Mereka
semua pun akhirnya menikmati hidangan yang di dahului oleh Tuan Park. “Oh!
Makanannya sangat enak. Sudah lama rasanya aku tidak makan makanan seenak ini,”
ucap Tuan Park di sela-sela makannya.
“Pasti
itu karna yeoja cantik yang memasaknya, betul kan Soo Jin?” Soo Jin terkaget
mendapat pertanyaan dari Nyonya Jung, lalu ia pun tersenyum.
“Jadi,
kau bisa memasak Soo Jin-ah?” Pertanyaan Myung Soo langsung merubah raut wajah
Soo Jin. Tuan Park dan Nyonya Jung pun tertawa terbahak-bahak.
“Ooo…kalian
ini lucu sekali! Mengingatkanku saat-saat muda dulu, benarkan yeobo?” Nyonya
Jung menyinggung siku suaminya.
“Tentu
saja, yeobo. Mereka terlihat sangat cocok. Lihat! Wajah mereka mirip bukan?”
Kata-kata Tuan Park berhasil membuat semburat merah pipi Soo Jin, Myung Soo pun
hanya salah tingkah di buatnya.
“Benarkah?
Banyak orang yang mengatakan kami jodoh,” ucap Myung Soo sambil menatap Soo
Jin.
“Oppa!”
Soo Jin pun memukul lengan Myung Soo. Tuan Park dan Nyonya Jung kembali di
buatnya tertawa.
“Kami
sangat senang kalian ada disini..”
“Ye.
Kami juga senang bisa berada disini dan mengenal halmeoni, juga haraboji,” ucap
Soo Jin dengan senyuman mengembang di wajahnya.
Hidangan
di meja makan kini sudah bersih, mereka telah selesai makan malam. “Sudah
selesai?” tanya Myung Soo pada Soo Jin yang baru saja datang dari dapur untuk
membantu Nyonya Jung mencuci piring. Soo Jin pun hanya mengangguk menjawab
pertanyaan Myung Soo dan duduk di sampinya.
“Sepertinya
kalian sudah lelah,” ucap Tuan Park. “Yeobo! Apa kamarnya sudah siap?”
teriaknya pada Nyonya Jung yang berada di dapur.
“Ye!”
jawab Nyonya Jung singkat. “Mari, haraboji antar ke kamar..” Mereka pun berdiri
dan berjalan mengikuti Tuan Park.
“Oh
ya! Maaf, disini hanya ada dua kamar, jadi tak apa kan jika kalian berbagi
kamar..” ucap Tuan Park setelah mereka sampai di depan kamar.
“Mwo?”
Soo Jin berhenti melangkah. Matanya melebar dan mulutnya sedikit terbuka saking
kagetnya. Ia menatap Tuan Park tak percaya.
“Ne.
Tidak apa. Kamsahamnida!” ucap Myung Soo lalu membungkukkan badannya yang
kemudian diikuti oleh Soo Jin.
“Yasudah.
Selamat beristirahat.” Tuan Park pun pergi meninggalkan mereka berdua.
~~~***~~~
“Oppa…”
ucap Soo Jin pada Myung Soo. Matanya tajam menatap mata Myung Soo.
“Ya!
Waeyo? Kenapa kau melihatku seperti itu!” Myung Soo bergidik dilihat seperti
itu oleh Soo Jin.
“Awas
kalau oppa berani macam-macam!” ancam Soo Jin. Ia mengambil tumpukan selimut
dan guling untuk di jadikan pembatas antara wilayahnya dan Myung Soo.
“Ya!
Apa yang kau lakukan?!” Myung Soo terkaget karena selimutnya tiba-tiba ditarik
Soo Jin.
“Ini
wilayahku dan itu wilayah oppa, arraseo?” Soo Jin menepuk-nepuk kasurnya dan
menunjuk kasur di sebelahnya. Kemudian ia pun merapikan tempat tidurnya lalu
berbaring. Myung Soo pun ikut berbaring di tempatnya.
“Soo
Jin-ah…” panggil Myung Soo setelah beberapa lama suasana hening.
“Ne”
jawab Soo Jin pelan.
“Kau
belum tidur?” tanya Myung Soo.
“Padahal
aku sudah mengantuk, tapi entah kenapa aku tidak bisa tidur, oppa…”
“Mau
kunyanyikan sebuah lagu?”
“Ne.
Aku ingin mendengar oppa menyanyi…”
I have died everyday waiting for you
Darling don’t be afraid I have loved you
For a thousand years, I’ll love you for a thousand
more
And all along I believed I would find you
Time has brought your heart to me, I have loved you
For a thousand years, I’ll love you for a thousand
more~~
Myung
Soo berhenti bernyanyi. Hening~ tak ada respon dari Soo Jin. “Soo Jin-ah?”
panggil Myung Soo.
“…”
Tak ada jawaban. Myung Soo bangun dari tidurnya. Ia melirik kearah Soo Jin.
Didapatinya Soo Jin tengah tertidur nyenyak. Myung Soo pun tersenyum. Wajah Soo
Jin begitu damai dan tenang saat tidur, seperti anak kecil. Myung Soo pun
tertawa kecil mendapati bahwa yeojachingu-nya ini memang seperti anak kecil.
Ini kali keduanya ia melihat Soo Jin tertidur.
Myung
Soo melirik levis di tangannya. Pukul 10 malam. Ia harus segera tidur, besok ia
masih harus mengurus mobilnya. Ia kembali berbaring di tempatnya, kemudian
menghadap ke Soo Jin. Lalu di gesernya pembatas yang terbuat dari selimut dan
guling itu sejajar dengan kepalanya. Kini ia dapat melihat wajah Soo Jin dengan
jelas.
“Jaljayo,
Good Night~” bisiknya lalu matanya pun terpejam.
~~~***~~~
Mataku
perlahan terbuka. Silau cahaya matahari yang menyeruak di kamar ini
membangunkanku dari tidur malamku yang nyenyak. Aku pun bangun dari kenyamanan
tempat tidurku dan terduduk disana.
“Hyung,
kau sudah bangun…” Sosok di dekat jendela berkata. Aku tak dapat melihat
wajahnya, ia berdiri tepat di depan cahaya matahari yang menyilaukan itu.
“Kau−“
“Hyung,
aku kesini hanya sebentar, jadi tolong dengarkan aku..” Aku pun terdiam
mendengar kata-kata itu.
“Aku
datang untuk mengingatkanmu. Kau ingat permohonan terakhirku?”
“Permohonan?”
tanyaku bingung.
“Jaga
dia.” Sosok itu semakin mendekat, namun itu membuat sosok itu semakin tak
terlihat.
“Jaga
dia..” Seolah terhipnotis, aku mengikuti ucapannya.
“Ya,
jaga dia!”
Sosok
itu berjalan semakin dekat, semakin dekat…
HAAA!!!
_~*To Be Continued*~_
Komentar
Posting Komentar