Title:
---Stay With Me---
Scriptwriter:
NanaJji
Main
Cast(s):
Kim Myung Soo [INFINITE] || Kim Soo Jin [OC]
Support
Cast(s):
Genre:
Romance, Angst, Sad
Duration:
Vignette
Rating:
PG-15
Summary:
Cinta. Love. Sarang. Ai.
Banyak kata untuk mengungkapkan perasaan
itu.
Begitu pula dengan menyatakannya.
Setiap orang mempunyai cara tersendiri
untuk menggambarkan perasaannya.
Bahkan dengan suatu hal yang tak pernah
kau pikirkan.
Cafetaria sekolah kini
sedang penuh sesak. Para siswa dan siswi sedang menikmati jam istirahat mereka.
Di bangku pojok, terdapat empat orang siswi. Tiga dari keempatnya sedang
mengamati seseorang yang berada di salah satu bangku depan.
“Ya! Soo Jin-ah!
Bukannya itu Myung Soo oppa??” tanya seorang siswi bernama Shin Ah. Tanpa
mengalihkan pandangannya, ia mencolek-colek lengan Soo Jin−satu-satunya yeoja
dari keempatnya yang sedaritadi tak menyibukkan diri dengan objek di bangku
depan−Kim Myung Soo.
Soo Jin melirik
sejenak, dengan mudahnya ia menemukan sosok Myung Soo diantara puluhan siswa
yang memadati cafetaria. “Ne,” jawabnya sambil mengaduk-aduk lemon tea di
mejanya, berusaha acuh terhadap perundingan kawan-kawannya.
“Kenapa Myung Soo oppa
bisa bersama senior Son Naeun??” Giliran So Hyun yang bertanya. Teman-temannya
memang memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi, jadi Soo Jin tahu, memang
tidak seharusnya ia berbohong.
“Tentu saja, mereka ‘kan
sudah berpacaran,” ucap Soo Jin dengan jujur dan santai.
“MWO?!” Ketiga temannya
menatap Soo Jin tak percaya. Bahkan Joo Hyun kini menempelkan punggung
tangannya di dahi Soo Jin.
“Ya! Wae irae?!” Soo
Jin menarik dahinya dari tangan Joo Hyun.
“Panas??” tanya Shin Ah
dan So Hyun tak menghiraukan perkataan Soo Jin. Soo Jin menatap teman-temannya
aneh. Joo Hyun ganti menempelkan punggung tangannya di atas dahinya. Ia
menggeleng.
“Kalian ini kenapa
sih??” tanya Soo Jin masih tak terima dengan tingkah teman-temannya.
“Ku kira kau sudah
gila,” ucap Shin Ah masih tidak percaya. “Ha! Aku tahu! Ini pasti mimpi!”
Dengan cepat tangan Shin Ah menggamit lengan So Hyun yang langsung saja
mendapat teriakan dan jitakan indah dari So Hyun.
“Jadi ini bukan mimpi.
Katakan sesuatu tentang ini,” ucap Joo Hyun yang juga menatap Soo Jin tak
percaya, sama seperti So Hyun dan Shin Ah yang kini hanya menatap Soo Jin
dengan mata membesar dan mulut sedikit terbuka.
Drrrt! Drrrrtt!! Soo
Jin mengambil ponselnya yang bergetar. Sebuah pesan. Ia pun langsung
membukanya.
Jinie-ya, aku tunggu di tempat
biasa..datanglah, karena aku pasti menunggumu… saranghae~
Senyum mengembang di
wajah Soo Jin begitu membaca pesan itu. Sejenak ia melihat kearah meja yang
menjadi pusat perbincangan teman-temannya beberapa menit lalu. Senyumnya pun
semakin lebar.
“Kalkaeyo!” Soo Jin
berdiri dari duduknya. Seketika ketiga sahabatnya itu menatapnya heran.
“Ya! Eodigayo?!” tanya
Joo Hyun sedikit berteriak. Soo Jin masih sibuk membereskan makanan yang belum
habis ia makan.
“Kalau ada apa-apa,
hubungi aku,” ucapnya sambil menggerakkan tangannya seakan menelepon.
“Annyeong!” tambahnya dan langsung pergi meninggalkan cafeteria yang semakin di
padati para siswa yang kelaparan.
“Kau lihat ekspresinya
tadi? Begitu menyedihkan. Dan lihatlah itu, dia pergi dengan rahang seolah akan
lepas karena tersenyum,” ucap Shin Ah yang seketika mengalihkan pandangan Joo
Hyun dan So Hyun dari tempat kepergian Soo Jin.
“Dia seperti memiliki
dua kepribadian. Iiii…mengerikan!” timpal So Hyun dengan merinding oleh
pikirannya sendiri.
“Menurutmu, siapa yang
mengiriminya pesan??” tanya Joo Hyun masih penasaran. Hening sejenak.
“Entahlah…” Akhirnya
Shin Ah pun menjawab lalu menyesap minumannya. Joo Hyun berhenti mengaduk-aduk
makanannya dan mulai berpikir. Sedangkan So Hyun masih bergidik ngeri dengan
pikirannya tadi.
_~**-**~_
“Oppa!” Soo Jin berlari
menghampiri namja yang sedang menyandarkan tubuhnya di tembok dan menghadap
langit luas.
Soo Jin sampai di
belakang namja itu, kedua tangannya bertumpu pada kedua lututnya. Napasnya
tersengal-sengal karena berlarian menuju atap sekolah yang harus melewati sejumlah
tangga, namun akhirnya ia sampai juga.
Namja di hadapannya pun
berbalik dan menghadap kearahnya. Kedua tangannya meraih tangan Soo Jin dan
membantunya untuk berdiri tegak. “Soo Jin-ah~” ucap namja itu. Matanya yang
tajam menatap dalam mata Soo Jin. Tangannya menggenggam tangan Soo Jin semakin
erat.
“Oppa..bagaimana
kalau−”
Ucapan Soo Jin
terputus, namja itu langsung menarik tubuh Soo Jin dalam pelukannya. Mata Soo
Jin membulat, tubuhnya terasa kaku. Seketika kesedihan menyelimuti dirinya.
“Myung Soo oppa…” ucap
Soo Jin lirih. Namja itu−Myung Soo−tak menghiraukan panggilan Soo Jin, matanya
terpejam, berusaha untuk tak memperlihatkan kesedihan yang juga menyelimutinya,
sama seperti Soo Jin.
Beberapa lama
keheningan menyelimuti mereka. Soo Jin mengambil nafas berkali-kali sebelum
akhirnya ia bersuara. “Oppa..b-bagaimana j-jika a-ada yang me-melihat??” tanya
Soo Jin tergagap.
“Tak akan ada yang
melihatnya,” ucap Myung Soo, masih dengan mata tertutup.
“Tapi oppa…”
“Diam dan percayalah
padaku.”
Perkataan Myung Soo
berhasil membungkam Soo Jin. Perlahan Soo Jin mulai mengangkat tangannya dan
memeluk Myung Soo. Kepalanya sedikit demi sedikit bersandar di bahu Myung Soo.
Kehangatan yang selalu ia rindukan, namun ia terlalu egois untuk mengakuinya.
Ya, ia tahu itu dan Myung Soo pun tahu.
“Soo Jin-ah, aku mohon
hentikan semua ini…,” ucap Myung Soo penuh permohonan. Soo Jin tahu, bahkan
sangat tahu apa yang dimaksud oleh Myung Soo.
*`Flashback`*
Soo Jin melangkahkan
kakinya menuju Myung Soo, begitu melihat namja itu berada di depan lokernya.
Tentu saja sebelumnya Soo Jin sudah memastikan bahwa sekolah sudah sepi, jadi
tak akan ada yang melihat mereka berdua.
“Oppa, sudah selesai?”
tanya Soo Jin yang berhasil membuat Myung Soo menoleh kearahnya.
“Huft~ kau membuatku
kaget. Nde, maaf membuatmu menunggu lama.” Myung Soo menatap Soo Jin penuh rasa
bersalah. Ia merasa sudah menjadi orang jahat untuk Soo Jin. Tak hanya karena
telah membuatnya menunggu, terlebih lagi karena hubungan mereka yang berakhir
menjadi ‘hubungan rahasia’ hanya karena dirinya, bukan, semua karena
kepopularitasannya. Myung Soo sungguh tak suka dengan segala bentuk
popularitasnya di sekolah, semuanya tak penting bagi Myung Soo.
Bahkan karena itulah
yang membuatnya semakin jahat bagi Soo Jin, karena ‘hubungan rahasia’ itu, ia
tak bisa memperlakukan Soo Jin sebagai yeoja chingu-nya, bahkan setiap Myung
Soo ingin pulang berdua dengan Soo Jin, ia harus membuat yeoja itu menunggu
hingga sekolah menjadi sepi. Ia tahu, ia benar-benar jahat.
“Surat lagi?” Suara Soo
Jin sontak membangunkan Myung Soo dari pikiran-pikirannya. Ia menatap Soo Jin
bingung. Seolah mengerti dengan tatapan Myung Soo, Soo Jin menunjuk kedalam
loker Myung Soo yang berisi tumpukan kertas berwarna-warni, meskipun sesungguhnya
didominasi dengan warna pink, yang semakin menunjukkan bahwa kertas-kertas itu
pastilah bukan milik Myung Soo.
“Aish! Mengganggu
saja!” Dengan kesal Myung Soo mengambil kertas-kertas itu, meremasnya dengan
sembarang dan membuangnya di tempat sampah. Bukannya ia tak berterima kasih
kepada hutan karena telah menghasilkan kertas, tapi untuk apa juga ia menyimpan
semua kertas yang hanya berisi kata-kata menjijikan yang sungguh tak berguna
baginya.
“Oppa…” Soo Jin masih
berada di tempatnya, menatap kedalam mata Myung Soo. Myung Soo pun mau tak mau
ikut menatap kedalam mata Soo Jin. Mata itu selalu berhasil menghipnotisnya,
membuatnya terpana akan kedamaian dalam mata itu hanya dengan menatapnya saja.
“Oppa…” panggil Soo Jin
lagi yang berhasil menyadarkan Myung Soo, membuat namja itu bergerak-gerak tak
jelas karena salah tingkah.
“Terimalah senior Naeun
menjadi yeoja-mu, oppa…aku mohon~”
*`Flashback End`*
Bel pulang sekolah
sudah berbunyi satu jam yang lalu, jam pun sudah menunjukkan pukul 4 sore, dan
yeoja yang sedaritadi hanya berdiam diri di dalam ruang kelasnya itu akhirnya
bangkit dari duduknya dan berniat untuk pulang.
Soo Jin mulai
melangkahkan kakinya menuju pintu kelas, setelah sebelumnya merapikan semua
buku yang berserakan diatas mejanya. Namun sesuatu mengagetkannya.
Shin Ah, So Hyun, dan
Joo Hyun sudah berbaris rapi di depan pintu untuk menghalangi jalannya. Ketiga
pasang mata itu menatap Soo Jin intens, namun mereka tak mau membuka mulut
sebelum Soo Jin yang bicara terlebih dahulu.
“Mwo? Apa maksudnya
ini??” Soo Jin akhirnya buka mulut setelah beberapa lama mereka semua terdiam.
“Kami butuh penjelasan!”
_~**-**~_
“MWO?!! JADI KAU YANG
MENYURUHNYA?!!!!!”
Soo Jin menaruh jari
telunjuk di depan bibirnya, memberi isyarat pada kawannya agar tak berteriak.
“Neo mitchoseo?!” Hanya
Joo Hyun yang dapat berkata. Sedangkan Shin Ah sedang memijat-mijat kepalanya
pusing dengan apa yang baru saja ia dengar dan So Hyun sibuk mengepal-ngepalkan
tangannya gemas dengan perilaku Soo Jin.
“Ne, aku yang memintanya.”
“Kau…arght!” Joo Hyun
sudah tak mampu berkata apapun, ia sungguh kesal, kecewa, sekaligus kasihan
pada sahabatnya ini. Apa yang telah di makan Soo Jin selama ini sampai dia bisa
berbuat seperti itu??
“Aku hanya tak ingin
membuat Myung Soo oppa menyakiti banyak yeoja. Kau tahu sendiri ‘kan? Naeun
sunbae menyatakan perasaannya di depan banyak orang, jika Myung Soo oppa menolak,
kau tahu betapa sakitnya perasaan Naeun sunbae, aku tak ingin melihat yeoja lain
sakit hanya karena namja-ku ̶ ”
“Dan kau tega menyakiti
diri sendiri untuk menyenangkan orang lain?!” Akhirnya Shin Ah mulai buka
mulut, kesabarannya sudah habis mendengar semua kebodohan Soo Jin. Soo Jin
menatap ketiga sahabatnya, perlahan ujung bibirnya tertarik membentuk sebuah
senyuman.
“YA! Apa kau sudah
gila, heh?! Kau masih bisa tersenyum di saat seperti ini! Apa kau pikir kau
seorang malaikat?!!!” protes So Hyun sangat marah, ingin sekali ia menjambak
rambut Soo Jin, namun untung saja masih ada Shin Ah dan Joo Hyun yang
melarangnya.
“Arghhtt!!” geraman
frustasi So Hyun menemani kepergiannya yang diikuti Shin Ah dan Joo Hyun,
meninggalkan Soo Jin sendiri di kelasnya.
_~**-**~_
Soo Jin melangkahkan
kakinya menyusuri koridor dengan frustasi. Sudah hampir satu minggu ia terus
sendirian, karena ketiga sahabatnya itu telah memutuskan untuk tak bicara
dengannya gara-gara perihal kemarin.
Soo Jin mulai
memikirkan tentang ia yang sebenarnya menyuruh Myung Soo menerima Son Naeun
menjadi yeojachingu-nya. Namun ia masih berpikir bahwa itu adalah hal yang
mungkin masih wajar di lakukan olehnya sebagai pacar Myung Soo. Itu yang ia
pikir.
Otaknya terus berputar
memikirkan hal itu. ‘Lalu apa yang harus
kulakukan agar mereka mengerti tentang keinginanku?’ Dahi Soo Jin berkerut
semakin dalam, matanya sama sekali tak fokus pada jalanan yang di lewatinya.
Sampai matanya menemukan sosok Myung Soo yang berjalan lawan arah dengannya.
Hanya satu yang
terlintas dalam benak Soo Jin saat itu. Berbalik dan pergi, anggap saja ia tak
melihat Myung Soo, apalagi mengenalnya. Bukannya itu yang selalu ia lakukan
beberapa bulan terakhir, bahkan dari awal ia mengenal Myung Soo.
“JINIE-YA!!!”
Namun teriakan itu
berhasil menghentikan langkah Soo Jin. Gadis itu sangat mengenali suaranya dan
dengan tergesa Soo Jin melangkahkan kakinya berusaha menghiraukan panggilan
itu.
“Jinie-ya…” Suara itu
kembali memanggilnya dengan lembut. Soo Jin pun dapat merasakan bahwa sebuah
tangan tengah mencegah jalannya. “Kau mau kemana?”
Soo Jin dengan sangat
berhati-hati membalikkan badannya. Ia benar-benar berharap bahwa kejadian itu
tidak seperti yang ia pikirkan. Namun, harapannya pupus begitu juga ketika
sosok Myung Soo nampak di penglihatannya. Soo Jin hanya menatap bingung kearah
Myung Soo kemudian ia meneliti sekelilingnya. Puluhan pasang mata tengah
menatap mereka berdua dan Soo Jin tahu, sebentar lagi hidupnya tak akan tenang.
Soo Jin
menggeleng-gelengkan kepalanya. Meskipun sepertinya tidak mungkin, ia tetap
berharap Myung Soo akan mengerti maksudnya.
“Jinie-ya, aku lapar,
bagaimana jika kau menemani namjachingu-mu ini makan, hm?”
Baiklah Kim Soo Jin,
harapanmu benar-benar pupus sekarang.
_~**-**~_
Soo Jin menundukkan
kepalanya dalam-dalam, berusaha agar wajahnya tak nampak sedikit pun.
Sedaritadi telinganya sudah menangkap ribuan suara yang terus membisikkan
dirinya dan Myung Soo, bahkan bak virus yang menyebar, gossip tentang ia yang
telah merebut Myung Soo dari tangan Naeun menjadi perbincangan hangat.
Myung Soo datang dengan
dua buah milkshake di tangannya. Matanya sibuk memperhatikan yeojanya yang
hanya bergeming di tempat. Myung Soo tahu semua itu adalah resiko atas
tindakannya, tapi ia harus melakukan itu. Hatinya terus memaksa.
Myung Soo menaruh
gelasnya dengan sedikit bersuara agar Soo Jin mengangkat tundukan kepalanya.
Dan sesuai perkiraan, Soo Jin melakukannya. Wajah cantik itu menggambarkan
banyak tanda tanya, kulitnya pucat, dan tatapan matanya sangat lemah.
Bisikan-bisikan itu
terdengar sangat jelas, di tambah lagi dengan kedatangan Naeun dan ia berhenti
tepat di hadapan Soo Jin. Matanya memperlihatkan kemarahan dan merendahkan.
Gerak tubuhnya ingin menunjukkan bahwa ialah yang paling hebat. Jauh di
bandingkan Soo Jin, jelas gadis itu tengah membandingkan dirinya.
Mata Soo Jin terlihat
semakin memprihatinkan. Ia mulai berkaca-kaca dan Myung Soo memperhatikannya.
Hatinya mendorong Myung Soo untuk memeluk Soo Jin, tapi itu hanya akan
memperburuk keadaan. Tapi apa yang harus ia lakukan? Tentu ia tak bisa diam
begitu saja.
“YA!!! Apa kalian tahu,
tak selamanya apa yang kalian lihat adalah kebenaran! Gadis ini adalah
yeojachingu-ku sejak setahun lalu dan untuk seterusnya! Jadi kalian tak berhak
bersikap seperti itu padanya!!” Myung Soo mengambil nafas panjang dan
menolehkan pandangannya kearah Naeun.
“Dan untukmu Son Naeun,
kau harusnya berterima kasih padanya karena ialah yang memintaku untuk
menerimamu menjadi yeojachingu-ku. Seharusnya kau malu sekarang.”
_~**-**~_
Soo Jin melangkahkan sendiri kakinya tanpa
seorang teman. Wajahnya menunduk, berharap tak seorang pun yang dapat melihat
wajah dan mengenali dirinya.
Sama seperti dugaannya,
hidupnya tak tenang setelah kejadian kemarin. Seorang Kim Soo Jin yang bukan
siapa-siapa dan menjalani hidupnya secara normal, kini harus menerima ratusan
pasang mata yang membicarakannya baik atau buruk. Hidup seperti neraka baginya.
Soo Jin meremas kedua
tangannya gelisah, tubuhnya bergetar seiring dengan langkahnya yang semakin
cepat. Sebutir kristal sudah menghuni pelupuk matanya, ia benar-benar ingin
menangis saat ini.
Soo Jin merasakan
sebuah tangan menggenggam tangannya dan membawa tubuhnya berlari. Soo Jin tak
menolak, tangan itu begitu hangat dan menenangkan. Sejenak ia melupakan tentang
masalahnya. Soo Jin tahu benar siapa orang itu.
Mereka sampai di atap
sekolah, Soo Jin masih terus menundukkan kepalanya. “Jinie-ya…” Panggilan itu
kembali membongkar memori Soo Jin, mengingatkannya tentang fakta yang sedang ia
hadapi.
Soo Jin mendongakkan
kepalanya. “Oppa…,” ucapnya lirih, matanya sudah berkaca-kaca. Wajahnya jelas
menampakkan bahwa ia sedang banyak pikiran.
Myung Soo benar-benar
sakit melihat Soo Jin seperti itu. Tangannya membawa tubuh Soo Jin kedalam
dekapannya. “Menangislah jika kau ingin menangis,” ucap Myung Soo lembut.
Tangannya mengelus halus rambut panjang Soo Jin. Seketika saat itu pun tangis
Soo Jin pecah dalam pelukan Myung Soo.
Tangis Soo Jin sudah
mereda. Tentu kehangatan Myung Soo membuatnya menjadi tenang. “Apa kau percaya
padaku, Jinie-ya?” tanya Myung Soo.
Soo Jin mengangguk
dalam dekapan Myung Soo. Mulutnya masih enggan untuk bersua. “Jadi tetaplah
seperti ini. Jangan mencoba untuk menghindar atau pura-pura tidak terjadi
apapun. Karena memang beginilah semuanya terjadi, maka janganlah merasa takut,
karena aku akan selalu disini. Di sampingmu.”
“Oppa…”
“Jangan pernah
dengarkan mereka. Karena bukan mereka yang menjalaninya tapi kita; aku dan
dirimu, arraseo?”
“Nde, arraseo.”
Myung Soo mengeratkan
pelukannya. Hidungnya dapat mencium bau harum rambut Soo Jin seperti kelopak
bunga sakura yang sedang diterbangkan oleh angin musim semi. Mewarnai langit
dengan warnanya yang indah, tak peduli bagaimana musim akan berganti setelahnya,
semasih ia tak sendiri, karena ada angin yang akan selalu menemaninya.
~*`*`KKEUT`*`*~
Komentar
Posting Komentar