Title:
Could It Be...
Author:
NanaJji
Length:
Oneshoot
Genre:
Romance, family, friendship
Main
Casts:
Kim
Soo Jin (OC) || Kim Myung Soo (Infinite)
A/N
Akhirnya kuputuskan untuk mengubah blog ini.../serem ceritanya/
hehehe,, ini cerita udah lama author buat,, jadi cerita ini jadi yang pertama nongol di blog author!! yeyyeye!! /tebar confetti/
udah sempet di post di fb author sih...
tapi gakpapa,, liat aja langsung ceritanya..check this out!!
Wanita paruh baya itu menyambut kedatanganku dan keluarga
dengan hangat. Sudah lama rasanya aku tak berkunjung ke tempat ini. Kami; aku,
eonni, eomma, dan appa sedang berkunjung kerumah ahjuma ku, Fei ahjuma.
Eomma dan appa baru saja datang dari Busan. Yah~ memang
aku dan kakakku tinggal di Seoul karena kami memutuskan untuk bersekolah
disini. Sedangkan eomma dan appaku tinggal di Busan, karena
bisnis yang tak mungkin ditinggalkan begitu saja.
Keluarga besar kami sekarang sedang berkumpul. Ahjuma,
ahjussi, beserta putra dan putrinya semua datang, sama seperti keluargaku.
“Wah, Soo Jinie~ neo jeongmal yeppeunde!” Kata-kata Fei ahjuma berhasil membuat semburat merah
bersarang dipipiku.
“Tentu saja eomma, yeojachingu-ku memang yeppo.” Sebuah suara tiba-tiba merusak pendengaranku. Mwo? Apa
yang dia maksud ‘aku adalah yeojachingunya’??!
Aku hanya dapat melongo menatap sang sumber suara. “Ah,
aniya~” jawabku tergagap. Tentu saja, bagaimana tak kaget? Pernyataan macam apa
itu? Seenaknya saja mengakuiku sebagai yeojachingunya! Tunggu saja pembalasanku
Myung Soo oppa!!
Semua mata kini tertuju padaku, seakan aku telah memenangkan dorprise dan mereka siap untuk meminta
bagian. Aku hanya bisa tersenyum
dengan sangat terpaksa. Sedangkan si
pembuat masalah hanya terkikik senang.
~~~***~~~
Huft, memang kalau sudah berkumpul seperti ini, pasti akan
memakan waktu berjam-jam, membosankan.
Sama membosankannya dengan pelajaran sejarah yang meskipun aku mendengarkannya
berkali-kali, tetap saja aku tidak mengerti.
Tapi, tunggu dulu! Ngomong-ngomong masalah pelajaran,
aku jadi ingat sesuatu, tapi apa? Jadwal besok; Bahasa Inggris, Kimia, Mate ̶
Oh ia!! Besok aku ada ulangan!! Andwae!!
Aku belum belajar sama sekali! Mana eomma dan appa masih sibuk mengobrol lagi,
bagaimana caranya aku pulang? Masa aku harus naik bus sendirian, ini kan sudah
larut malam, berbahaya!
“Eomma, besok aku ada ulangan, aku belum belajar…,”
rajukku pada eomma sambil mengeluarkan beberapa jurus aegyo ampuhku.
“Aigoo, tapi kita tidak bisa pulang sekarang. Masih ada urusan
penting.” Eomma menjawabnya sambil berbisik.
“Wah, Soo Jinie, waeyo?” tanya Fei ahjuma. Sepertinya daritadi
ia memperhatikanku yang duduk dengan gelisah.
“Ah, ne. Katanya besok dia ada ulangan, tapi dia baru
ingat tadi, jadi dia belum belajar,” jelas eomma pada Fei ahjuma. Yang bertanya hanya
mengangguk tanda mengerti.
“Chakka!” katanya lalu. Fei Ahjuma pergi dan kemudian datang
diikuti Myung Soo oppa. “Biar Myung Soo saja yang mengantarkanmu, sekalian dia
juga belajar. Kalau disini pasti susah baginya untuk konsentrasi,” jelas Fei ahjuma.
Aku hanya menatap eomma dan membentuk mulutku seakan
berkata ‘mwo?’ dan membulatkan mataku dengan
maksimal.
“Lebih baik daripada tidak sama sekali kan?” Jawaban eomma membuatku tak dapat mengelak lagi.
“Eomma, appa, semuanya kami pergi dulu~” ucap kami
berdua−aku dan Myung Soo oppa−lalu membungkukkan badan kami 90 derajat.
~~~***~~~
“Pegangan yang erat, nanti kau bisa jatuh tahu. Kalau kau
jatuh siapa juga yang repot? Pasti aku juga yang repot!” Sambil mengendarai motor pun ia masih sempatnya
mengomeliku seperti ini. Menyebalkan.
CIIITTT...
Bunyi rem motor itu terdengar sangat menyeramkan bagiku.
Ditambah jalanan yang licin sehabis hujan tadi. “Oppa! Pelan-pelan! Kau mau
kita mati, heh?!” omelku kini pada Myung Soo oppa sambil memukul punggungnya.
“Ya! Sudah ku suruh kau untuk pegangan tapi kau tak mau
melakukannya. Yasudah, berarti ini bukan salahku,” ucapnya santai.
Kini kami tengah berhenti di lampu merah. Cuaca malam ini
sangat dingin. Ditambah lagi aku hanya memakai jaket tipis ini, mana aku tahu
kalau akhirnya aku akan pulang dengan motor seperti ini. Aku mulai
mengusap-usap telapak tanganku satu sama lain sambil menunggu lampu merahnya
berubah menjadi hijau.
Tiba-tiba sebuah tangan menarik kedua tanganku,
memasukkannya kedalam saku jaket namja di depanku ini. Tak salah lagi, itu
memang tangan Myung Soo oppa.
“Kalau seperti ini kan lebih aman. Kau juga tak
kedinginan lagi kan?” ucapnya santai.
“Terserah oppa saja lah…” Aku
menjawab dengan pasrah.
~~~***~~~
“Haaa…akhirnya sampai juga...,” ucapku sambil merentangkan
tangan ketika sampai di ruang tengah apartementku. Padahal baru tadi siang aku meninggalkannya
apartementku, tapi rasanya sudah berhari-hari. Hhaaa! Aku benar-benar merindukannya.
“Bukannya kau suka lama-lama naik motor denganku?”
Myung Soo oppa mengatakannya tanpa menoleh kearahku.
Haish.. orang ini bisa saja menggodaku dalam keadaan
seperti ini. “Oppa! Kalau ada apa-apa, aku ada di kamar. Annyeong!” Tanpa menghiraukan godaan dan tanpa menunggu jawaban
darinya, aku langsung mengambil langkah seribu menuju kamarku.
Hmmm...kasurku ini terasa lebih empuk dari biasanya. Atau
hanya aku saja yang terlalu lelah karena mendengar obrolan para orang tua yang
tak akan ada habisnya itu, entahlah~ yang pasti aku bisa istirahat sekarang.
Baru sedetik ku memejamkan mata, tiba-tiba aku teringat
sesuatu.
ULANGAN MATEMATIKA!!!!!
Dengan langkah seribu aku menuju meja belajarku dan
langsung membolak-balik halaman buku dengan lebih dari 200 halaman itu. Haish~
kenapa aku bisa melupakan hal sepenting ini!
Kulirik jam dinding di kamarku, pukul 9 malam. Dengan
konsentrasi yang sudah penuh terkumpul, aku pun membaca dan memahami setiap angka yang tertulis disana.
~~~***~~~
Tokk! Tokk!!
“Soo Jin-ah!” Myung Soo mendongakkan kepalanya di depan
pintu. “Ye. Ada apa oppa?” jawab Soo Jin masih tak teralihkan dari buku
matematikanya.
“Apa kau lapar? Aku tadi membuat ramen tapi tak enak jika
aku makan sendirian.” Myung Soo masuk menghampiri Soo Jin sambil membawa
nampan berisi satu mangkuk besar ramen, lalu duduk di sofa samping tempat tidur
Soo Jin.
“Entahlah, padahal tadi aku sudah makan. Tapi perutku
lapar lagi, mungkin karena terlalu
keras berpikir...,” jawab Soo Jin polos dan mengacak sedikit rambutnya.
“Kau ini lucu sekali!” ucap Myung Soo sambil mempersilahkan
Soo Jin duduk di sebelahnya.
“Ramen buatanmu enak juga oppa, lebih enak dari tumpukan soal matematika itu,” ucap Soo Jin setelah ramen di mangkuknya habis.
PLETAK! Jitakan Myung Soo mendarat di kening Soo Jin.
“Appo!” keluh Soo Jin sambil mengusap-usap keningnya yang sakit.
“Matematika tak semengerikan itu, kau tahu?”
Myung Soo tak menghiraukan keluhan Soo Jin, ia malah berjalan menuju meja belajar
lalu mengambil buku-buku Soo Jin.
“Yang mana kau tidak mengerti?” Myung Soo menyerahkan
buku itu kepada pemiliknya.
“Ini?” tunjuk Soo Jin ragu. Sebenarnya, ia hampir tak mengerti keseluruhan soal tersebut. Myung Soo pun menjelaskan dengan perlahan pemecahan soal
matematika itu. Tanpa perintah, Soo Jin pun mengangguk mengerti.
~~~***~~~
Matahari bersinar terik hari ini. Para siswa dan siswi Senior
High School berkerumun di depan gerbang sekolah−jam pulang sekolah. Aktivitas
disana bermacam-macam, ada yang menunggu jemputan, membeli makanan ringan di
dekat sekolah, atau hanya sekedar mengobrol dengan teman untuk menghabiskan
waktu. Tak terkecuali 4 sekawan itu−Soo Jin, Joo Hyun, So Hyun, dan Shin Ah.
“WOAAA!! Cakep banget!!” seru So Hyun, matanya tak lepas
memandangi namja diatas motor sport yang baru lewat di hadapan mereka ̶ Changjo.
“Hmm! Cakepan juga Baek Hyun sunbae,” bantah Shin Ah lalu merong kearah So Hyun. Soo Jin dan
Shin Ah tertawa melihat ekspresi So Hyun yang seakan ingin menelan Shin Ah hidup-hidup.
“Cakepan...itu...” ucap Joo Hyun seperti terhipnotis
memandangi motor yang datang dari arah utara. Ketiga sahabatnya mengikuti arah
pandang Joo Hyun. Motor itu kini berhenti di hadapan mereka, sontak membuat
mereka kaget dan salah tingkah.
Soo Jin hanya menatap sepatunya. Shin Ah dan Joo Hyun
berpura-pura mengobrol. Dan So Hyun berpura-pura sedang mencari Cangjo
yang baru saja lewat dan pasti tak ada disitu.
“Soo Jin-ah!!” Semua kini menoleh kearah sumber suara dan kearah Soo Jin
secara bergantian.
“Oppa?!!” Soo Jin mengernyitkan dahinya setelah ia
melihat bahwa namja yang ada di atas motor sport itu adalah sepupunya−Kim Myung
Soo.
“Cepat naik!” perintah Myung Soo. Ketiga teman Soo Jin
masih menatap mereka berdua secara bergantian dengan mulut menganga.
“Eeemm..aku pulang dulu ya!! Annyeong!”
pamit Soo Jin pada teman-temannya dan tanpa respon apapun dari teman-temannya,
motor sport itu sudah melenggang jauh.
~~~***~~~
“Oppa! Kenapa oppa mangajakku kesini??” tanya Soo Jin
setelah mereka sampai di sebuah taman di tengah kota. Suasana tak terlalu ramai karena langit terlihat
mendung, membuat orang enggan untuk keluar dari rumah.
“Sudahlah, mau ikut aku atau kutinggalkan saja disini?” ancam Myung
Soo dan berjalan mendahului Soo Jin.
“Oppa tunggu!!” Soo Jin berlari mengejar Myung Soo. Myung
Soo berbalik dan alhasil mereka berdua bertabrakan. Jarak mereka kini sangat
dekat. Bahkan mereka bisa merasakan hembusan nafas masing-masing. Mata mereka
saling bertemu selama beberapa detik hingga akhirnya rintik hujan menyadarkan
mereka.
Dengan gerakan panik mereka berlari mencari tempat
berteduh. Mereka akhirnya memutuskan untuk berteduh di sebuah rumah-rumahan
kecil tempat bermain anak-anak. Tempat yang sempit harus mereka bagi berdua.
Mereka berdua duduk sambil memeluk kaki masing-masing,
memandangi setiap tetesan air hujan membasahi tanah. Hening menyelimuti mereka.
Tatapan mereka sangat teduh begitu melihat hujan.
“Aku suka hujan.” Myung Soo membuka percakapan. “Aku juga, tapi aku lebih
suka gerimis.” Soo Jin menimpali.
“Dulu aku suka bermain di tengah hujan.”
“Aku sering mengamati hujan dari balik jendela kamarku
dan menunggu hujan itu berhenti dan
pelangi muncul. Aku menyukainya.”
“Aku sangat suka mencium bau tanah saat
hujan membasahinya.”
“Aku suka dedaunan yang basah setelah hujan reda.”
“Hujan. Hujan seakan bisa merubah pekatnya suasana kota.”
“Menghapus semua polusi yang menyesakkan dada. Huft~”
“Heii..kau terlalu puitis!” Myung Soo memecah suasana
sepi. Soo Jin hanya bisa memanyunkan bibirnya.
“Oh ia! Oppa, gomawo,”
ucap Soo Jin dengan manis. “Uuu..untuk apa?” Myung salah tingkah dilihati seperti itu
oleh Soo Jin.
Soo Jin membenahi posisi duduknya. “Karena oppa telah
mengajariku semalam dan yaah~ tadi aku lumayan bisa menjawab ulangannya.” Ujung bibir Soo Jin tertarik membentuk sebuah senyuman.
“Haa... masalah itu. Tenang saja, jangan terlalu
berterima kasih seperti itu,” canda Myung Soo sambil menyiku Soo Jin. “Isshh...yasudah.
Kutarik lagi ucapan terima kasihku!” Soo Jin merong kearah Myung Soo.
“Heii! Hei! Tidak bisa begitu. Aku sudah banyak
membantumu bukan?” Kini giliran Myung Soo yang merong.
“Ye. Aku tahu. Kemarin oppa kan yang membopongku dan
menidurkanku di kasurku, heh?”
“Engg..bukannya kemarin kau juga yang menyelimutiku di
sofa, hmm?” Myung Soo balik bertanya.
“Huh! Bukannya menjawab malah balik bertanya!” Soo Jin merajuk. Myung Soo hanya tersenyum melihat
tingkah laku Soo Jin.
“Jangan mengejekku seperti itu. Aku sedang kesal!” Soo
Jin melipat kedua tangannya di depan dada.
“Waeyo?” Myung Soo mengintrogasi.
“Tadi, tiba-tiba saja Park songsaengnim datang dan
mengatakan bahwa besok ulangan. Padahal ia sendiri jarang datang untuk
mengajar. Apa yang mau ku jawab besok?!” Kini giliran kakinya yang ia hentak-hentakkan untuk menunjukkan
betapa kesalnya dia hari ini.
“Sudah jangan seperti ini. Toh Park songsaengnim tidak
akan mendengarnya kan?” Myung Soo mencoba menenangkan.
“Kuharap besok Park songsaengnim mengalami diare! Jadi
tidak bisa mengajar! Dan aku tidak
jadi ulangan!” rutuk Soo Jin.
“Ya.. kau ini lucu sekali. Mana mungkin Tuhan mengabulkan
doa seperti itu, hahaha,” tawa Myung Soo renyah.
“Aku hanya berharap. Tak salah kan?” Soo Jin menunjukkan
muka paling kesalnya.
“Yeojachingu-ku tak boleh marah seperti ini. Jelek tahu!”
“Oppa ini!! Kenapa selalu mengakuiku sebagai
yeojachingu-mu, heh?!!”
Suasana hening... Myung Soo hanya terdiam menunduk, ia
melihat sepatunya, namun tatapannya kosong. Soo Jin merutuk dirinya karena ia
tak dapat mengendalikan emosinya. Rintik-rintik hujan mendominasi suasana di
sekeliling mereka.
“Aku hanya berharap. Tak salah kan?” Myung Soo membuka
mulutnya dan menatap Soo Jin dalam.
“Hmm?” Soo Jin menengadahkan kepalanya. Dan yang ia temui
adalah tatapan teduh Myung Soo. Dan ia pun langsung terlonjak. “Mwoya?!!”
“Hei, lihat!! Wajahmu memerah Jinie-ya!!”
Tunjuk Myung Soo pada wajah Soo Jin yang memerah seperti kepiting rebus.
“Oh! Jadi oppa mengerjaiku
ya?!!” geram Soo Jin seraya menyembunyikan wajah malunya. Sungguh ia sudah
tertipu oleh Myung Soo.
“Menurutmu aku serius? Hei! Aku hanya bercanda!!”
teriak Myung Soo yang berhasil mendapatkan pukulan bertubi-tubi dari Soo Jin.
Ya, kali ini Myung Soo hanya menjawabnya ‘bercanda’
namun hari esok, Myung Soo tahu jawaban itu sudah berbeda. Ia hanya tak bisa
mengungkapkannya sekarang. Mungkin perlu waktu lebih lama untukknya..
~*`*`KKEUT!`*`*~
Komentar
Posting Komentar