Title:
Our
tales ====> Cinderella Story
Scriptwriter:
NanaJji (@nana.novita)
Cast(s):
Oh
Sehun [EXO] || Kim Soo Jin [OC] || Kim Jongin [EXO] || Nam Joo Hyun [OC]
Genre(s):
Romance, School-life, Fluff
Duration:
Oneshot
Summary:
Untuk yang kedua kali, tangan
itu berhasil menahan Soojin disana, begitupula dengan ucapan laki-laki itu
selanjutnya.
“Maukah kau menemaniku
berdansa?”
.
.
Percayakah kau, bahwa
akulah orang yang seharusnya kau temui saat itu?
Namun takdir malah
tidak mempertemukan kita.
“Aku
pergi!!”
“Tunggu!”
Gadis
berpakaian seragam itu menghentikkan langkah sesuai perintah ibunya. Wajahnya
nampak tak senang dengan panggilan itu, ia hanya bisa mempersiapkan hati dan
telinga untuk mendengar ceramah yang kapan saja bisa mencuat ke permukaan.
“Kau
ini perempuan, untuk apa memakai sepatu seperti itu ke sekolah, hah?!” Tanpa merasa tega sedikit pun
Nyonya Kim memukul bokong anak perempuannya itu.
“Aww!! Ibu!”
“Apa?!
Cepat ganti sepatumu!” ucap Nyonya Kim yang membuat Soojin harus mengeluarkan wajah
memelasnya. “Ini! Ibu sudah baik membelikanmu.” Nyonya Kim menyodorkan sepasang
sepatu hitam dengan heels beberapa
senti. Benar-benar sepatu seorang gadis.
“Tapi,
Bu, nanti pulang sekolah aku harus mengikuti latihan dance. Bagaimana bisa ̶ “
“Cepat
ganti atau kau tak dapat bekal untuk besok!” potong Nyonya Kim dengan cepat.
Soojin dengan tergesa-gesa melepas sepatu kesayangannya dan memakai sepatu
pemberian Nyonya Kim.
“Kalkaeyo..”
Teriakan
tak semangat Soo Jin membawa pintu rumah itu tertutup meninggalkan Soojin di
luar dan melangkah semakin jauh. Diam-diam ia memasukkan sepatu kesayangannya
itu ke dalam tas.
.
.
.
“Joohyun-ah,
tunggu aku!!” Soojin dengan cepat mengikat tali sepatunya dan menaruh sepatu
hitam pembelian ibunya di pojok ruangan.
“Hahaha!
Sudah ku bilang ganti sepatu itu dari pertama kau sampai di kelas…,” ucap Joohyun
sambil melakukan gerakan pemanasan seperti para anggota klub dance wanita yang lain.
“Kau
tahu, terkadang ibuku bisa muncul dimana saja dan kapan saja,” bisik Soojin,
“seperti hantu di sebelahmu.”
“MWO?!” Joohyun seketika berteriak dan
menoleh kesamping. Tak ada apapun disana dan telinganya pun mulai mendengar
tawa puas Soojin. “YA!!” Dengan cepat kedua tangannya memukul keras tubuh Soojin,
namun bukannya merasa sakit, Soojin tetap meneruskan tawanya. Bahkan seluruh
ruangan kini menertawakan mereka berdua, aneh.
Tiba-tiba
semua kegiatan tersebut terhenti ketika Yoon Seongsaengnim masuk ke dalam ruang dance. Serempak mereka semua membungkukkan badan memberi hormat.
Latihan
hari itu benar-benar menguras tenaga karena Yoon Seongsaengnim memberikan beberapa gerakan baru yang rumit, para
siswa pun harus mengulangnya berkali-kali hingga berhasil menciptakan gerakan
yang sempurna.
Kegiatan
pun berakhir sekitar pukul 7 malam, meski latihan sepenuhnya belum selesai
untuk hari itu, mereka harus tetap mengakhirinya karena klub dance laki-laki juga akan berlatih.
“Ya,
Jinie-ya! Kau pulang dengan siapa
hari ini?” Joohyun berlari kecil untuk mensejajarkan langkahnya dengan langkah
panjang Soojin yang terlihat tergesa.
“Myungsoo
oppa. Aku baru melihat pesannya, dia
sudah menungguku di depan.” Soojin buru-buru memasukkan ponsel miliknya ke
dalam tas setelah sebelumnya membalas pesan dari Myungsoo ̶ kakaknya.
“Baguslah,
jadi kali ini kau tak usah menyusahkanku,” jawab Joohyun pura-pura marah.
“Tenang
saja, besok-besok aku akan lebih merepotkanmu!”
“YA!!!”
Joohyun
hendak memukul lengan Soojin, tapi percuma karena Soojin sudah berlari
meninggalkannya. “Annyeong!” ucap
Soojin melambaikan tangannya kearah Joohyun.
.
.
.
“Joohyun-ah!!”
Hari
itu masih begitu pagi dengan para siswa yang sibuk mengobrol di dalam kelas dan
teriakan Soojin sudah menghancurkan semuanya. Gadis itu lari begitu saja kearah
Joohyun yang sibuk menyalin tugas Biologi hingga mengganggu seluruh konsentrasi
temannya.
“Ada
apa?!” tanya Joohyun galak.
“Sepatu
dari ibuku! Aku meninggalkannya kemarin di ruang latihan, baru saja aku cari
kesana, tapi sudah tidak ada!”
“Oh,
tidak! Kau bisa di bunuh ibumu.”
“Aku
tahu itu. Lalu sekarang aku harus bagaimana?”
“Tentu
saja mencarinya, bodoh!”
Soojin
melengus mendengar ucapan Joohyun. Dia kan hanya panik, tapi tanggapan Joohyun
lebih dari itu. Kesal memang, tapi mau tak mau Soojin harus menyusul Joohyun
yang pergi lebih dulu demi menyelamatkan nyawanya melalui sepatu itu.
.
.
.
Seharian
itu Soojin dan Joohyun sibuk mencari sepatu itu di setiap sudut sekolah. Di
perpustakaan, di gedung olahraga, bahkan di tempat sampah sekolah mereka. Tapi
tetap saja, mereka tidak menemukannya. Sampai pada istirahat kedua, Joohyun
mulai mengeluh.
“Jinie-ya, aku lelah. Kau tahu aku hanya
sarapan roti tadi pagi dan tadi harus di jejali pelajaran Matematika dan Kimia
tiga jam berturut-turut-“
“Ya,
ya. Kau tak usah menjelaskan panjang lebar. Aku akan mentraktirmu, puas?”
Joohyun
hanya memberikan cengiran lebar pada Soojin sebelum mereka melangkah ke
kafetaria yang saat itu penuh sesak akan murid yang kelaparan.
“Hei,
Soojin!”
Si
empunya nama menghentikan gerakan makannya begitu mendengar teriakan itu,
begitupula dengan Joohyun di sampingnya.
“Ada
apa?” tanya Soojin pada Sohyun−teman sekelasnya.
“Tadi,
ada kakak kelas yang mencarimu. Dia minta bertemu nanti di ruang dance sepulang
sekolah, perihal sepatu katanya.”
“Benarkah?
Sepatu katamu?” Soojin segera bertanya. Wajah yang sebelumnya murung kini
tampak sedikit cahaya karena titik terang sudah ada di depan mata. Terdengar
pula hembusan napas panjang dari sebelahnya−Joohyun. Jelas saja, kawannya itu
juga merasa lega.
.
.
.
Pagi
itu Soojin sampai di sekolah dengan senyum begitu cerah. Setelah kejadian
kemarin sepulang sekolah, gadis itu tak bisa berhenti tersenyum meski rahangnya
akan patah. Ia melangkah ke bangkunya dengan santai. Joohyun masih belum datang,
jadi Soojin memutuskan untuk duduk saja di dalam kelas.
Tiga
menit setelahnya, Joohyun muncul di daun pintu. Berlarian tak jelas begitu
melihat sosok Soojin sudah duduk manis di bangkunya. Melihat kawannya datang,
Soojin pun berdiri lalu menyambutnya dengan senyum.
“Ku
kira kau akan memarahiku karena tidak bisa menemanimu kemarin,” ujar Joohyun
yang merasa begitu janggal dengan senyum manis Soojin.
Tapi
bukannya menjawab, Soojin kembali hanya tersenyum. Senyum yang bahkan semakin
lebar setiap detiknya.
“Jadi,
kau menemukan sepatumu?”
“Ya,
aku menemukannya.” Soojin memperlihatkan kakinya yang terbalut sepatu pemberian
ibunya yang sempat hilang kemarin. Dan tak lupa dengan senyum yang teramat
lebar.
“Sepertinya,
kau tidak hanya menemukan sepatumu...”
Dan
tebakan Joohyun benar, pasti ada satu hal yang telah terjadi dengan sahabatnya
itu. Soojin langsung menarik Joohyun untuk duduk. Dengan segera gadis itu
menceritakan segala hal yang telah berhasil membuatnya tersenyum seperti orang
gila pagi itu.
Menceritakan
bagaimana ia kemarin datang ke ruang dance sepulang sekolah dan bertemu senior
yang membawa sepatunya. Senior yang tampan bagai pangeran. Dan membayangkan
bahwa mereka hanya berdua disana saat itu, membuat Soojin hampir gila karena
senang.
“Kau
tahu, ini seperti cerita Cinderella! Aku meninggalkan sepatuku dan Pangeran
menemukannya! Bahkan ia mencariku sampai ke kelas!” tutur Soojin penuh
semangat. Benar kata Soojin, kisah itu memang seperti Cinderella. Tapi bukannya
Cinderella hanyalah dongeng?
“Kau
tahu siapa nama senior itu?”
Soojin
mengangguk antusias. Kemudian menceritakan tentang senior itu yang bernama Kim
Jongin−si ketua klub dance laki-laki−beserta
segala info yang telah Soojin cari tahu kemarin tentang laki-laki itu.
Gadis
itu tak henti-hentinya bercerita. Terlebih Joohyun yang sebagai pendengar juga
begitu tertarik dengan cerita Soojin.
“Jadi,
kau menyukainya?'”
Kali
ini, Soojin mengangguk dengan malu-malu. “Oh, ya! Aku nanti mau memberikan kue
pada Jongin sunbae sebagai tanda
terima kasih. Kau mau ikut?”
Sebagai
jawaban, Joohyun membentuk 'ok'
dengan jarinya. Soojin tersenyum senang. Ini pertama kalinya gadis itu
merasakan senang yang berlebih karena seorang laki-laki. Seharusnya ini akan
berakhir dengan baik.
.
.
.
“Jongin
sunbae tidak ada?”
“Ya,
belakangan dia sering ke ruang dance
saat istirahat.”
Begitu
jawaban yang Soojin dapat saat sampai di kelas Jongin. Sebagai gantinya, ia dan
Joohyun memutuskan untuk mendatangi sunbaenya
itu di ruang dance. Mereka juga anggota dari klub dance, jadi tidak ada salahnya mereka datang kesana disaat jam-jam
seperti ini.
Dengan
sedikit ragu Soojin membuka kenop pintu ruang dance. Setelah terbuka sedikit, Soojin bersumpah tidak akan pernah
menutupnya lagi.
Bagaimana
tidak?
Di
dalam sana, Jongin tengah menari dengan sangat cantik. Pemandangan yang begitu
indah bukan? Joohyun pun tak kalah terpesona dengan Soojin. Sungguh tarian yang
sangat bagus!
Musik
berhenti dan tanpa sadar kedua gadis itu bertepuk tangan. Tak ayal menimbulkan
keterkejutan bagi dua laki-laki di dalam ruangan.
“A-annyeong haseyo! Maaf karena kami
terlalu lancang. Tapi, tadi itu benar-benar tarian yang sangat bagus!” Soojin
tak bisa berhenti memuji, meski dengan tubuh bergetar karena gugup.
Jongin
mempersilahkan mereka berdua untuk masuk. Dirinya tentu tak akan lupa begitu
saja dengan gadis yang baru di temuinya kemarin.
“Tidak
jadi di marahi ibumu?” tanya Jongin basa-basi. Kemarin saat pertemuan
pertamanya dengan Soojin, gadis itu bercerita tentang bagaimana ia bisa di bunuh
ibunya kalau sepatu itu benar-benar hilang. Gadis yang bersemangat, itu kesan
pertama yang Jongin dapat.
“Karena
sepatunya sudah ketemu, jadi aku selamat.” Soojin tersenyum lebar,
memperlihatkan deretan giginya yang putih bersih.
Suasana
yang awalnya sedikit canggung mulai sedikit melumer. Soojin memperkenalkan
Joohyun. Begitu juga Jongin yang memperkenalkan sahabatnya−Sehun.
“Kuenya
enak,” puji Sehun jujur. Seketika menimbulkan semburat merah di pipi Soojin
karena malu. “Kau membuatnya sendiri?”
“Yah,
sebenarnya ibuku yang membuatnya. Aku tidak pandai membuat kue,” jawab Soojin
ragu sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Seketika
yang lainnya pun tertawa. Tiba-tiba suasana menjadi hangat seakan mereka sudah
mengenal sejak lama. Jadi ucapkanlah selamat pada Soojin karena ini akan
menjadi awal yang sangat bagus.
.
.
.
Sejak
kejadian sepatu yang hilang, mereka menjadi dekat. Hampir di setiap kesempatan,
dimanapun Jongin, dapat di pastikan bahwa ada Soojin disana. Karena Jongin
selalu mengajak Sehun, jadi mereka selalu bertiga. Terlihat sedikit ganjil
memang.
Bel
pulang baru semenit lagi akan berbunyi, tapi Soojin sudah sibuk mengemas
buku-bukunya.
“Mau
menemui Jongin sunbae lagi?” tanya
Joohyun di sebelahnya. Sebagai jawaban, Soojin mengangguk singkat. Sebenarnya
bukan pertanyaan yang perlu di ajukan karena Joohyun sudah tahu pasti
jawabannya.
Setiap
harinya sejak seminggu lalu, sepulang sekolah Soojin akan menemui Jongin di
ruang dance karena laki-laki itu
sedang latihan untuk lomba dance bulan depan bersama Sehun.
Tapi
hari itu, Soojin tak menemukan Jongin disana.
“Sunbae, oppa dimana?” tanya Soojin pada
Sehun yang menjadi satu-satunya penghuni di ruangan itu. Meski agak sedikit
ragu, Sehun akhirnya menjawab juga.
“Jongin
tidak latihan hari ini. Katanya, ia harus mengantar ibunya berobat.”
Wajah
Soojin berubah kecewa. Dengan tidak semangat tangannya meraih tasnya dan mengeluarkan
sebuah kotak makanan. “Pagi ini ibuku membuat brownies, sengaja aku bawakan untuk Jongin oppa. Tapi karena dia tidak ada, browniesnya untuk sunbae
saja.'
Diulurkannya
kotak berwarna biru muda itu pada Sehun dengan wajah sedih. Sehun pun
menerimanya dengan berat hati, tak tega melihat Soojin yang tampak begitu kecewa.
Tak
bisa Sehun bayangkan bagaimana reaksi Soojin jika tahu kebenarannya. Bahwa
Jongin merasa kurang nyaman di dekatnya, berbohong untuk menghindari gadis itu,
begitupula dengan makanan yang selama ini Soojin berikan tak pernah berakhir di
mulut Jongin, melainkan Sehun yang selalu menerimanya karena merasa kasihan
dengan usaha Soojin yang sejujurnya sia-sia.
Soojin
hendak berdiri dari duduknya, ingin meninggalkan ruangan itu karena orang yang
ia cari tak ada disana. Tapi satu genggaman di tangannya telah berhasil
menghentikan Soojin.
“Soojin-ah, maukah kau mau menemaniku latihan?”
.
.
.
Soojin
sibuk berguling-guling tak jelas di atas kasurnya. Mata dan telinganya
sedikitpun tak bisa lepas dari benda berbentuk balok yang terletak di atas meja
nakas.
Ia
menunggu benda itu untuk berdering. Tapi hanya sunyi yang mendengung sejak awal
penantiannya. Jongin belum juga mengubunginya sejak satu setengah jam lalu
gadis itu mengirim pesan setelah sebelumnya mencoba menelepon Jongin namun tak
ada jawaban.
“Apa
dia belum melihat ponselnya?” Soojin baru akan berguling lagi namun terhenti
oleh suara dering ponselnya. Gadis itu segera berdiri lalu mengangkat
teleponnya.
“Hallo?”
Terdengar suara Soojin yang tergesa menjawab telepon, juga wajahnya yang
terlihat sangat senang. Tapi tak bertahan lama setelah di dengarnya suara
Joohyun yang membalas di seberang.
“Kau
sudah mendapat pasangan untuk pesta nanti?”
Soojin
melemparkan tubuhnya begitu saja di atas kasur dengan bibir yang mempout
sempurna. “Jongin oppa belum juga
membalas pesanku, bahkan aku tidak bisa menghubunginya. Mungkin aku tidak akan
datang ke pesta nanti.”
Terdengar
hembusan napas panjang di seberang. “Kau tunggu saja balasan darinya. Tapi ku
harap kau tetap datang ke pesta meski tanpa Jongin sunbae.
Sambungan
terputus. Soojin menatap ponselnya penuh harap. Kemudian beralih pada sebuah dreamcatcher yang tergantung di jendela
kamarnya. Ditutupnya sepasang mata itu kemudian berdoa sekilas. Hanya berharap
pesannya segera di balas dan mendapat kejelasan atas semuanya.
Dan
ponsel itu benar-benar berdering. Sebuah pesan balasan dari Jongin.
Baiklah. Kalau begitu
aku akan menjemputmu jam tujuh nanti.
“Kita
benar-benar jodoh, oppa.” Soojin
berteriak kegirangan. Dengan segera ia menghubungi Joohyun dan memproklamasikan
kedatangannya nanti malam.
.
.
.
Pesta
akhir semester tampak lebih ramai dari tahun-tahun sebelumnya, pun lebih
meriah. Acara yang bertemakan pesta dansa itu membuat para siswa mau tak mau
untuk mencari pasangan atau merasa malu selama acara berlangsung karena tidak
ada partner untuk berdansa.
Diantara
hingar-bingar pesta malam itu, seorang gadis tampak kebingungan. Soojin−gadis
itu melempar pandangannya tak tentu untuk mencari Jongin. Ia baru saja sampai
setelah tadi Sehun menjemputnya sedikit terlambat. Ya, Sehunlah yang
menjemputnya bukan Jongin.
“Sunbae, Jongin oppa dimana?” Masih pertanyaan yang sama dengan menit-menit
sebelumnya. Sehun menghembuskan napas berat tak kentara, tangannya meraih milik
Soojin hingga gadis itu menatapnya heran.
“Bisakah
kau berhenti mencari Jongin?” Dan keheranan di diri Soojin semakin bertambah. “M-maksudku,
tadi aku sudah katakan bahwa Jongin akan datang terlambat. Jadi dia pasti belum
datang.”
“Sepertinya
aku hanya terlalu khawatir. Maaf aku jadi merepotkanmu, Sunbae.” Soojin melepaskan genggaman tangan Sehun perlahan. “Lebih
baik aku mencari Joohyun, jadi sunbae
bisa mencari pasangan sunbae, pasti
dia sudah menunggu.”
Lalu
Soojin menghilang begitu saja dari pandangan mata Sehun yang tampak kecewa.
Laki-laki itu membuka bibirnya perlahan lalu bersua dengan lirih.
“Aku
sama sekali tidak mempunyai pasangan, Soojin.”
.
.
.
Beberapa
buah kata mengalun di ballroom itu−sambutan
yang di sampaikan oleh tetua sekolah yang sekaligus menandai akan di bukanya
acara malam itu.
Di
tengah para siswa yang berdiam diri untuk mendengarkan pidato membosankan itu,
Sehun sibuk berlari menerobos kerumunan, tak peduli dengan teman-temannya yang
merutuk kesal karenanya.
Sehun
belum juga menemukan Soojin. Beberapa menit yang lalu ia melihat Jongin di
parkiran. Dan sekarang ia harus menemukan Soojin, sebelum gadis itu bertemu
dengan Jongin. Mata Sehun mau tak mau harus berkeliaran tak tentu. Ia tak boleh
membiarkan Soojin bertemu dengan Jongin atau semuanya akan berantakan.
Sekilas
Sehun menemukan sosok Joohyun di dekat deretan makanan. Dan ia langsung saja
menghampiri gadis itu.
“Joohyun-ah, dimana Soojin?”
Joohyun
pun balik menatap Sehun dengan bingung. “Soojin? Aku tidak melihatnya sejak
tadi. Dia bilang akan datang bersama Jongin sunbae.”
Jadi
gadis itu tidak menemui Joohyun? Dan sejak tadi dia berkeliaran untuk mencari
Jongin, bukan Joohyun? Itu berarti Sehun sudah tertipu?
Oh,
Sehun yang malang.
“Sepertinya
tadi aku melihat Soojin,” ucap Daehyun−pasangan Joohyun−dengan ragu. Seketika
sepasang netra Sehun menatap Daehyun penuh harap. “Kalau aku memang tak salah
lihat, sepertinya tadi Soojin berjalan menuju pintu masuk.”
“Oke,
terima kasih, Dae.” Sehun menepuk bahu Daehyun sekilas kemudian hilang begitu
saja. Dan benar kata Daehyun, Sehun menemukan gadis itu di dekat pintu masuk.
Terdiam sendiri sambil menatap satu objek yang secara gamblang memberitahu
Sehun bahwa ia terlambat.
Ya,
Soojin sudah melihat Jongin. Melihat laki-laki itu menggandeng tangan gadis
lain, bukan tangannya.
“Soojin-ah...”
Gadis
itu masih membelakangi Sehun, mencoba mencerna dengan baik apa yang di lihatnya
sekarang. Ingin sekali ia berpikir positif akan semua itu, namun terasa
mustahil ketika di dengarnya alunan musik lembut dan Jongin yang mulai berdansa
dengan gadis itu.
“Soojin-ah, aku tahu kau pasti cemburu melihat
semua ini. Tapi, maafkan aku.” Sehun tak tahu harus berkata apa lagi. Dari awal
semua memang salahnya. Ia yang telah membawa Soojin untuk melihat pemandangan
indah itu tanpa tahu jurang dalam tepat berada di bawah kakinya, dan kapan saja
gadis itu bisa jatuh kesana.
Soojin
terdiam. Cemburu? Gadis itu ragu. Entah mengapa ia tak merasa marah melihat
Jongin memegang tangan bahkan pinggang gadis lain, juga kenyataan bahwa Jongin
tidak pernah menganggap kehadiran Soojin lebih seperti yang gadis itu
bayangkan.
Tapi
air mata itu seakan menambah tanda tanya di diri Soojin. Ia tidak cemburu, lalu
untuk apa ia menangis? Apa sebenarnya yang tengah ia rasakan? Kenapa semuanya
begitu membingungkan?
Pertanyaan-pertanyaan
itu mengambang di udara, diterbangkan angin, lalu hilang entah kemana, tanpa
sebuah jawabanpun yang di dapatnya.
Malu.
Menangis tanpa sebab di hadapan seorang laki-laki sungguh memalukan. Maka,
Soojin pun melangkahkan kaki berusaha untuk pergi. Untuk yang kedua kali,
tangan Sehun berhasil menahan Soojin disana, begitupula dengan ucapan laki-laki
itu selanjutnya.
“Maukah
kau menemaniku berdansa?”
.
.
.
“Jadi,
kau benar-benar menyukai Jongin?”
Pertanyaan
itu teredam oleh melodi-melodi sendu yang mengalun memenuhi ruangan. Meski
ragu, tapi Soojin yang hanya berjarak beberapa senti di hadapan Sehun jelas
mendengarnya. Sangat jelas, terlebih itu mengenai Jongin.
“Tentu
saja.” Itu mungkin akan menjadi jawaban Soojin ketika ditanya seperti itu.
Namun nyatanya jawaban itu malah tertelan menuju kerongkongannya dan sebagai
ganti hanya hembusan napas kecil yang keluar untuk menjawab pertanyaan Sehun.
“Apa
karena cerita Cinderella itu??”
Kembali
Soojin hanya terdiam di buatnya. Ya, cerita Cinderella. Soojin sebagai si upik
abu yang kehilangan sepatunya, sementara Jongin adalah pangeran yang telah
menemukan sepatu itu sekaligus mendapatkan hati Soojin. Itulah kisah yang
selalu dapat membuat hati gadis itu bahagia tak tentu. Tanpa ia ketahui, cerita
itu sama sekali tidak benar.
“Bagaimana
sunbae tahu?”
Sehun
tertegun sejenak, sempat menghentikan langkah dansa mereka barang beberapa
detik. “Kukira itu hanya pemikiranku, jadi kau juga berpikiran seperti itu?”
Soojin
mengangguk perlahan. Sebelah tangannya bertumpu pada bahu Sehun dengan ragu,
begitupula tangan satunya yang di genggam Sehun terasa bergetar.
“Ya.
Meski setiap orang yang ku ceritakan mengatakan semua itu terlalu mengada-ada.
Juga Joohyun yang biasanya selalu mendengarkan ceritaku tampaknya mulai muak
belakangan ini,” ucap Soojin kecewa. Perlahan, kedua tangan gadis itu melepas
keterikatannya dengan tubuh Sehun, matanya menatap Sehun sendu.
Kesenduan
itu pun berubah menjadi kristal-kristal kecil di pelupuk Soojin. “Mungkin benar
kata mereka. Aku terlalu bodoh untuk percaya pada dongeng-dongeng murahan dan
beranggapan bahwa semua itu mungkin akan terjadi secara nyata. Bahkan,
sekarangpun Jongin oppa berdansa
dengan gadis lain, dan aku masih berharap untuk seorang pangeran. Aku
benar-benar bodoh.”
“Jadi
menurutmu, aku juga bodoh? Karena percaya pada semua dongeng itu?”
Soojin
masih terisak. Ingin menanggapi ucapan Sehun, namun ia tak bisa. Jadi ia hanya
memilih untuk diam dan berusaha menghentikan tangis bodohnya itu.
“Kau
tidak bodoh, Soojin. Kau hanya tidak tahu siapa sebenarnya pangeranmu.”
Soojin
tersentak. Sama sekali tak percaya dengan apa yang telah Sehun katakan. Apa
laki-laki itu baru saja mengatakan bahwa Jongin bukanlah pangeran Soojin,
melainkan orang lain?
Selang
beberapa menit hanya sunyi yang tercipta di udara sekitar mereka. Soojin
menatap cermat mata Sehun, berusaha menggali kebenaran atas ucapannya barusan.
Tapi, hal lain yang Soojin dapat dari netra itu.
Soojin
baru menyadari tatap mata Sehun yang selalu teduh untuknya. Keberadaan
laki-laki itu yang selalu ada disampingnya saat Jongin tak ada. Kesetiaan Sehun
yang mendengarkan segala ceritanya meski sahabatnya sendiri sudah muak dengan
semua itu.
Dan
keberadaan Sehun saat ini...
“Percayakah
kau bahwa akulah yang menemukan sepatumu? Yang berusaha mengembalikannya
padamu, namun takdir malah mempertemukanmu dengan Jongin?”
...
seakan membius Soojin untuk tetap berada disana.
.
.
.
THE
END
A/N:
Annyeong
readers!!!
Ceritanya
aneh ya?? Ayo..ngaku!!
Sebenernya
cerita ini aku buat dulu banget sebagai pelampiasan karena aku gak bisa jadi si
Cinderella /ehem//sedikit curcol//
kebalik
sama aku yang mulai move on,, eh ceritanya malah gak move on move on!! Setelah
iseng bongkar draft dan ketemu ini! Perlahan lah, aku selesein... Dan sekarang
jadi!! Yeyeyyey! /tebar confetti/
Sesuai
dengan cerita panjang aku di atas,, cerita ini jadi agak gak singkron antara
awal sama akhir...jadi yaaa....
Gimana
menurutmu?? comment juseyo....!!
Komentar
Posting Komentar