JUST A STRANGER
.
.
Hanya melihatmu tersenyum, itu
terasa cukup
.
.
.
Jika
aku boleh memilih, aku tak ingin jatuh cinta padamu. Mungkin ini memang egois,
tapi menurutku kaulah yang paling egois. Mengapa kau tak bisa pergi begitu saja
dengan semua kisah-kisahmu? Tanpa harus meninggalkan banyak jejak di dalam hatiku.
Kau tahu bahwa semua ini benar-benar menyakitkan.
Bahkan
setelah dua tahun lamanya, aku masih bisa membayangkan dirimu yang berdiri
diatas panggung sambil menyanyikan lagu yang kau ciptakan, kedua irismu yang
menatapku saat kita berpapasan, atau senyum ceriamu yang ku lihat meski untuk
orang lain, bukan untukku, dan tak akan pernah.
Pertama
kalinya aku merasakan hal semacam ini dan kau telah membuatku terperosok jauh
hingga ke dasar. Tak pelak membuatku sulit untuk kembali.
Seperti
aku yang sedang berlari namun menoleh ke belakang. Dan aku pun jatuh
berkali-kali, itu semua karenamu.
Apa
kau tak pernah merasa bersalah disana? Atau hanya sekadar mengingat namaku
barang sedetik saja??
Kemungkinan
besar, tidak. Aku bukanlah hal yang penting dalam hidupmu. Bukan seperti dirimu
yang bagaikan proklamasi dalam sejarah hidupku.
Ingin
rasanya sesekali aku menghubungimu lalu mencurahkan segala kerumitan yang aku
hadapi seperti dahulu. Itu membuatku tenang, bahkan lebih tenang dari
seharusnya.
Tapi
semua itu terasa tabu saat ini. Mungkin kau tidak akan peduli lagi jika aku
melakukannya. Bahkan mungkin kau tak ingat akan memoar kita, segala kebersamaan
yang kita jalin, meski tak pernah kau sadari.
Karena
nyatanya aku tak pernah berdiri di sampingmu, menimpali segala canda yang kau
lontarkan, ataupun sebuah senyuman yang tak pernah kita bagi bersama.
Kau
tahu aku, aku mengenalmu. Semua itu terasa tak imbang.
Diantara
kau dan aku terjalin sebuah perasaan tak terdefinisikan, itu yang aku harap.
Harapan palsu tanpa di dasari oleh keyakinan dan kemampuan untuk meraihnya,
melainkan hanya diam berpangku tangan.
Beberapa
kali ku tengok gadis yang pernah mengisi hari-harimu dulu. Ia tampak baik-baik
saja bersama pria lain sekarang. Sontak hal itu membuatku bertanya-tanya.
Apa
hanya aku yang membawa semua ini terlalu berat? Atau panah yang peri kecil itu
tancapkan terlalu dalam??
Mungkin
tak seharusnya aku menyalahkan pihak-pihak lain dalam kasusku ini.
Jadi
kuputuskan bahwa semua ini salahku.
Seharusnya
saat itu aku membiarkanmu pergi begitu saja. Bukannya menarikmu kembali dan
membuatmu membubuhkan sebuah cerita singkat di atas kertas putih perjalanan
kasihku.
Namun
apa daya, semua telah terjadi. Ku coba lupakanmu dan semua sia-sia.
Aku
hanya bisa diam disini dan berharap seseorang bersedia untuk menghapus tinta
yang kau torehkan dengan sebuah kisah baru.
Sebuah
kisah yang ku harap akan mempunyai akhir yang indah.
SEKIAN…..
Komentar
Posting Komentar