Langsung ke konten utama

[Oneshot] Geu Arrogant Girl


Title:
Geu Arrogant Girl
Scriptwriter:
NanaJji (@nana.novita)
Main Cast(s):
Byun Baek Hyun [EXO-K] || Park Shinah [OC]
Support Cast(s):
Kim Jong Dae / Chen [EXO-M] || Park Chorong [A PINK]
Genre: Romance. School life. Psychology.
Duration: Oneshot
Rating: Teen
Summary:
Semua hal memiliki sebab
Begitupula dengannya, ia juga memiliki alasan
.
.
.

Sedikit tergesa kulangkahkan kaki menyusuri koridor menuju kelasku yang berada di ujung sana. Aku kesiangan, gara-gara menonton bola tadi malam. Alhasil, sekarang sudah pukul 07.55, tepat 5 menit sebelum bel masuk berbunyi.
Namun sepertinya pagi ini Dewi Fortuna memang sedang tak memihak padaku. Well, karena menonton bola tadi malam, aku tak hanya bangun kesiangan tapi lebih parahnya lagi, aku lupa mengerjakan tugas matematika sebanyak 50 soal itu! Sangat banyak dan aku belum mengerjakannya satupun!
Dan sekali lagi aku harus merutuki channel TV yang mengadakan acara bola tadi malam, karena membuatku melupakan dua hal. Pertama, aku melupakan tugas matematikaku. Kedua, itu adalah pelajaran pertama yang kudapat hari ini!!
Koridor yang sedaritadi terdengar ribut, tiba-tiba meredam suaranya. Aku dapat melihat para siswi yang tadinya berteriak riang tentang idola mereka kini mulai berbisik-bisik dengan temannya. Oh, apa mereka membicarakanku? Apa ada yang salah dengan ku pagi ini? Namun, setelah kuperhatikan dengan baik-baik, tak ada yang salah sedikitpun padaku. Lalu apa?
Aku pun berjongkok, berpura-pura mengikat tali sepatuku yang sebenarnya tidak lepas demi menguping apa yang di bisikan siswi di sebelahku.
“Hei, lihat bagaimana namja di sekolah kita menatap si anak baru itu? Menyebalkan!”
“Tapi, ku akui dia memang cantik.”
“Mungkin dia memang cantik. Tapi kudengar, dia sangat sombong!”
“Benarkah?”
“Hmm!!”
“Sayang sekali ya.”
Itulah bisikan-bisikan yang berhasilku dengar. Aku pun menatap sosok yang sedang ‘dibicarakan’ oleh siswi-siswi itu, dan sosok itu mulai berjalan memasuki pintu kelas. Seketika itu juga aku ingat sesuatu, aku belum mengerjakan tugas! Alhasil, aku kini berlari dengan tergesa memasuki pintu kelas yang sama dengan ‘sosok’ itu masuki.
“Jongdae-ya! Pinjam tugas matematikamu! Ppalli! Ppalli!!” Jongdae menyerahkan buku tugasnya yang kebetulan ada di atas meja, ia hanya menggelengkan kepala melihat tingkahku. Oh, tumben sekali aku seperti ini.
Aku melangkahkan kaki ke mejaku yang ada di deretan belakang. Aku pun melihat ‘sosok menyeramkan’ itu. Sejujurnya ia tak menyeramkan, sungguh. Bahkan ia sangat cantik, pandai, berbakat dalam segala bidang. Hanya saja, seperti gossip yang baru saja kalian dengarkan, ia sangat angkuh! Catat: ANGKUH!
Maka dari itu, aku tak melempar senyum sedikitpun padanya. Hanya melirik sekilas dengan wajah datar. Dan seperti hari-hari sebelumnya, ia tak menghiraukan siapapun disini, hanya duduk manis di bangkunya yang berada tepat disebelahku dan memasang headset di telinganya.
Aku kembali fokus pada tugas yang belum aku kerjakan, baru sampai nomor kelima, dan kembali perhatianku teralih. Yeoja itu mengeluarkan beberapa buku yang cukup tebal, menaruhnya di kolong meja dan mengambil salah satu buku bersampul biru muda lalu membacanya.
Beberapa kali aku memperhatikannya tak pernah membawa buku pelajaran, hanya ada novel dan buku tugas yang hari itu akan dikumpul. Layaknya hari ini. Namun herannya, ia tetap dapat menjawab setiap soal apapun. Apa otaknya terbuat dari komputer?!
“Selamat pagi anak-anak!!”
Kwon Songsaengnim memasuki kelas, sontak membuat seluruh siswa bergegas menuju meja mereka masing-masing.
“Deretan belakang! Ambil buku tugas teman-teman kalian!”
Oh, matilah kau Byun Baekhyun!
“Mana bukumu?” Yeoja di sampingku kini berdiri dan menghadap kearahku, dengan terpaksa aku menyerahkan buku tugasku yang hanya terjawab lima buah soal dari lima puluh soal. Rekor terbaru yang aku pecahkan!
Yeoja itu memandang sinis kearahku, sebelah ujung bibirnya tertarik keatas, dan tersenyum mengejek. Aku hanya memandangnya sekilas dan memasang telinga ketika mulutnya mulai terbuka.
“Dasar bodoh!”
.
.
.
Mwo?! Dasar bodoh? Apa benar itu yang dia katakan? Aku bodoh? Tahu apa dia tentangku?!” Di sepanjang perjalanan menuju kelas setelah menghabiskan waktu istirahatnya di kafetaria, Byun Baekhyun terus saja mengumpat. Terang saja, ia begitu sakit hati mendengar ucapan itu. “Oh, bahkan ku rasa itu bukan lagi ucapan, melainkan sebuah kutukan!”
“Ya, sudahlah. Kau tahu dia memang seperti itu, bahkan satu sekolah tahu.” Jongdae mulai memelankan suaranya di akhir kalimat. Mereka sudah memasuki kelas dan sontak berhenti bicara ketika mendapati sosok yang sedang dibicarakan merupakan satu-satunya penghuni kelas kala itu. Baekhyun memilih duduk dahulu di bangku depan tepat di samping Jongdae.
Waktu istirahat sebentar lagi berakhir. Dan itu berarti Baekhyun harus menahan emosi yang membara selama pelajaran berlangsung. Baekhyun menoleh kearah gadis itu sekilas, seperti biasa dan mungkin memang selalu itu yang ia lakukan, mendengarkan musik dengan headset di telinga dan bersandar santai sambil membaca novel. Begitu setiap harinya, terlihat sangat monoton.
Ya! Jongdae-ya! Terkadang aku merasa bosan harus bangun setiap pagi dan bergegas pergi ke sekolah. Kegiatan yang terus berulang setiap hari, bukankah membosankan Jongdae-ya?!” Baekhyun sedikit mengeraskan volume suaranya, berharap gadis itu mendengar apa yang ia ucapkan. Namun, gadis itu tak bergeming, malah kini ia semakin asik mendengarkan musik, terlihat kala ia menggerak-gerakkan kepalanya dan sesekali menyeruput susu kotak yang ia bawa.
Ya! Apa yang kau lakukan?” Jongdae berbisik mencoba untuk menegur temannya. Namun, Baekhyun hanya mendecak malas.
“Aku sebal, Jongdae-ya!”
Dan bel pun berbunyi. Baekhyun segera mengerang penuh amarah dan berjalan kearah bangkunya yang berada tepat di sebelah gadis menyebalkan itu.
Jung Songsaengnim melangkah masuk ke dalam kelas dan menyapa murid-muridnya. “Anak-anak, hari ini saya akan memberikan kalian tugas yang sekaligus menjadi projek kalian untuk semester ini,” ucap Jung Songsaengnim yang langsung di balas helaan napas tidak senang dari para siswanya.
“Kalian harus membuat sebuah lagu yang bertemakan ‘Cinta Pertama’. Tentu kalian sebagai remaja akan mudah untuk membuatnya,” ucapan tersebut langsung saja mendapat sorak sorai dari para siswa, terkecuali yeoja yang duduk di bangku belakang, sedaritadi ia tetap mendengarkan lagu melalui headset-nya.
“Baiklah, kalian akan mengerjakannya berdua. Jadi, cukup kelompoknya teman sebangku kalian saja.”
Setelah mengatakan kalimat itu, Jung Songsaengnim pergi meninggalkan kelas dengan tenang tanpa menghiraukan salah satu anak muridnya hampir pingsan di dalam kelas.
“JONGDAE!!” Baekhyun berteriak seperti toa, mengalihkan semua tatapan penghuni kelas kearahnya. Namun tak di hiraukannya, ia tetap berlari menuju bangku Jongdae dan mengeluh tidak jelas, membuat lawan bicaranya itu pun bingung sendiri.
“Kau harus kembali ke tempat dudukmu dan segera bertemu partner kerjamu itu, Baek.” Jongdae menepuk pelan bahu Baekhyun, mencoba untuk menyalurkan sedikit saja kekuatan yang meski terlihat percuma. “Sebelum kau terlambat,” tambah Jongdae.
Baekhyun akhirnya kembali ke tempat duduknya dengan perasaan berat, sangat berat hingga ia merasa berjalan seperti keong, berharap dengan begitu ia akan semakin lama sampai di tempat duduk, atau tiba-tiba Jongdae akan berubah pikiran dan langsung memanggil dirinya kembali.
Namun, sampai bel pulang sekolah pun, Jongdae tak merubah pikirannya.
.
.
.
Pagi itu Baekhyun memasuki kelas dengan senyum terkembang seperti biasa. Namun tiba-tiba alisnya berkedut ketika menemukan teman-teman sekelasnya sedang sibuk berbincang-bincang.
Pagi-pagi sudah bergosip, pikir Baekhyun dan tetap melangkah kearah tempat duduknya tanpa sedikitpun niat untuk menguping pembicaraan teman-temannya. Baru saja Baekhyun hendak meninggalkan kelas, namun panggilan Jongdae berhasil membuatnya terhenti di depan pintu.
“Bagaimana dengan projekmu, Baek? Kudengar, projek itu akan dinilai dua minggu dari sekarang.”
Ya! Bagaimana aku bisa mengerjakan projek itu, hah?!” Baekhyun mulai melayangkan protes. Kedua tangannya dilipat di depan dada. Dengan cepat Jongdae merespon dengan pukulan tangannya di atas kepala Baekhyun. “YA!”
“Apa kau tidak ingin mendapat nilai, hah? Kau tahu Jung Songsaengnim tidak menerima protes sekalipun nilaimu dalam pelajaran seni selalu bagus!” Jongdae mulai menceramahi sahabatnya yang bertingkah kekanakan.
“Tapi aku tidak suka! Shinah, Park Shinah, siapalah nama gadis itu, aku tidak menyukainya!!!” Baekhyun mulai berteriak histeris, semua pasang mata di dalam kelas sudah tertuju pada Baekhyun namun beberapa detik kemudian tatapan itu segera beralih, ketika seorang siswa berbicara memecah keheningan.
“Shinah-ssi…”
Shinah berdiri di depan pintu, tepat di belakang Baekhyun. Keheningan tercipta begitu lama, tak ada yang berani bicara, ataupun hanya sekedar mengerjapkan mata. Shinah menatap Baekhyun dengan datar, namun tatapan itu sarat akan merendahkan. Setelahnya, gadis itu berjalan santai menuju tempat duduknya.
Baekhyun mengacak rambutnya frustasi, sedangkan Jongdae masih menatap Shinah yang duduk di bangkunya.
“Kau punya masalah besar, Baek.”
.
.
.
Pulang sekolah, Baekhyun mendiamkan dirinya di depan pintu gerbang. Entah apa yang sedang ia lakukan. Dari gelagatnya, sepertinya Baekhyun sedang menunggu seseorang. Di dasar otakknya, Baekhyun memiliki sebuah rencana, namun di dasar hatinya, ia tak ingin melakukan rencana tersebut. Dan satu hal lagi yang membuat Baekhyun tambah bingung, ia tak tahu dasar mana yang lebih dalam.
“Selamat berjuang, Baek.” Satu tepukan di bahu Baekhyun oleh sahabatnya−Jongdae, dan setelahnya laki-laki itu menghilang secepat kilat. Sepertinya tak ada satu orang pun di dunia ini yang akan membantu Baekhyun. Oh tidak, ada satu orang. Dirimu sendiri, Baekhyun.
Tepat setelahnya, orang yang ditunggu-tunggu pun melintas tepat di hadapan Baekhyun, membuat sepasang kaki Baekhyun melangkah dengan ragu.
“Shinah-ssi!” panggil Baekhyun lalu menghampiri gadis itu.
“Ada apa?” Tanggapan singkat muncul dari kedua belah bibir Shinah. Gadis itu melangkahkan kaki tanpa henti. Dengan terpaksa Baekhyun mengikutinya.
“Kapan kita bisa membuat tugas seni itu?” tanya Baekhyun to the point, sama sekali tak ingin berlama-lama dengan gadis itu.
“Aku sudah membuatnya.”
“Tanpa aku? Itu tidak adil!”
“Memangnya kau bisa membantu apa??”
“Aku selalu mendapat nilai A saat pelajaran seni, jadi kau jangan coba-coba untuk meremehkanku!”
“Baiklah, besok sore jam 4 di rumahku.”
“Oke, aku pasti akan datang.”
Baekhyun berhenti mengikuti gadis itu. Ia sudah berpikir tentang rencana yang akan ia lakukan besok, bagaimana ia akan membuat Shinah tutup mulut dengan talenta yang ia miliki. Namun, di sela-sela pikirannya, terasa ada sesuatu yang mengganggu. Oh, damn! Baekhyun lupa menanyakan satu hal lagi.
Ya!! Dimana rumahmu?!”
“Kau bisa mencari tahunya sendiri!”
.
.
.
Baekhyun terduduk lesu di atas sofa ruang tamu itu. Keringat masih setia menguar dari pori-pori kulitnya. Sore itu, Baekhyun berkeliling kompleks perumahan elit dengan berjalan kaki setelah sebelumnya bertanya pada Kim Seokjin−si ketua kelas−tentang alamat gadis bernama Park Shinah.
Dan disanalah dia. Duduk sendiri tanpa sebuah sapaan hangat yang harusnya di peroleh atas kerja kerasnya sore itu. Park Shinah datang bersama seorang gadis di sebelahnya. Dan untunglah gadis satunya lagi memberi senyum pada Baekhyun.
“Apa kau tidak menghidangkan minum untuk temanmu, Shinah-ya?” tanya si gadis satunya pada Shinah.
Shinah mengangkat bahunya dengan acuh. “Untuk apa aku memberi minum orang yang bahkan tak menyukaiku?” ucapnya lalu duduk di salah satu sofa.
Baekhyun menggertakkan giginya kuat. Kalau tahu akan seperti ini, lebih baik rasanya jika Baekhyun membiarkan saja Shinah yang mengerjakan tugas itu sendiri. Toh, keberadaannya memang terlihat di abaikan.
“Yasudah. Nanti biar aku saja yang membawakannya.”
Gadis itu pergi dengan meninggalkan kesunyian diantara Baekhyun dan Shinah. Dan Baekhyun pun merutuk di dalam hatinya berkali-kali. Padahal Baekhyun rasa, dirinya sudah teramat acuh, namun untuk menghadapi gadis ini, ia harus menjadi orang paling acuh di dunia.
“Tadi itu eonni-mu?” tanya Baekhyun mencoba bersikap seperti biasa, meski di dalam hati ia amat enggan untuk melakukannya.
“Ya, kenapa?” Jawaban ketus malah muncul dari bibir Shinah. Sepertinya gadis itu tak menyiakan kesempatan sedikitpun untuk Baekhyun bisa bernapas lega.
“Tidak. Hanya saja kalian tampak berbeda,” jawab Baekhyun dengan asal.
Yah, dia ramah. Dan aku tidak. Itu kan maksudmu??”
“Ya, memang.” Itu jawaban milik Baekhyun, namun ia tak cukup berani bersua untuk itu. Maka ia pun hanya memilih diam.
“Kuanggap diammu sebagai jawaban iya.”
Baekhyun serasa ingin terjun dari lantai dua rumah itu begitu saja. Bagaimana gadis itu bisa menyimpulkan jawaban seseorang seenaknya? Yah, meskipun itu benar, tapi tetap saja! Baekhyun sibuk merutuk dalam hati.
“Kau bisa bermain piano, 'kan? Aku akan memainkan gitarnya.”
Yah, setidaknya ada piano yang akan menemani Baekhyun dalam jangka waktu yang tak bisa ia tentukan. Mungkin kurang dari 10 menit ke depan ia akan keluar dari rumah itu, atau bisa saja berkali-kali lipat dari itu.
.
.
.
“Jadi, bagaimana, Baek?” tanya Jongdae keesokan harinya. Hari itu Baekhyun datang lebih pagi dari biasanya dengan wajah kusut dan Jongdae langsung melempar pertanyaan pada laki-laki itu.
Sekilas, Baekhyun melirik kearah deretan bangkunya di belakang untuk menemukan keberadaan Shinah. Dan nihil. Dengan lunglai, Baekhyun membawa kakinya kesana tanpa terlepas Jongdae yang mengekor di belakangnya untuk menunggu jawaban.
“Dengan wajah seperti ini, menurutmu aku baik-baik saja?” Baekhyun menghempaskan dirinya begitu saja di atas kursi. “Aku pulang pukul sepuluh malam karena dia terus memintaku mengulang latihan. Dan setelahnya, aku harus mengerjakan seratus soal matematika sebagai hukuman karena tugas waktu itu tidak kuselesaikan.”
“Jadi, kau tidak dapat tidur?”
“Menurutmu?! Aku tidur pukul tiga pagi tadi dan sekarang aku mengantuk!” Baekhyun menyembur Jongdae begitu saja. Sementara sang lawan bicara meringis melihat kawannya yang tampak tak bernyawa dengan mata merah yang menyeramkan.
“Baiklah, lebih baik kau tidur. Kau seperti mayat hidup!”
Jongdae segera mendapat delik dari Baekhyun dan kabur begitu saja. Membiarkan sahabatnya itu untuk pergi ke alam mimpi sebelum jam pelajaran di mulai.
Dan benar perkiraan Jongdae, Baekhyun tidur dengan lelap hingga tidak mendengarkan suara bel yang terdengar begitu nyaring. Kwon Seongsaengnim sudah berdiri di ambang pintu dan sebentar lagi sudah berada di dalam kelas, namun Baekhyun bahkan belum mengedipkan matanya.
Beberapa detik kemudian Baekhyun terlonjat dari tidurnya akibat mendengar suara melengking Shinah yang begitu keras di bandingkan murid-murid lain yang memberi salam pada Kwon Seongsaengnim.
Setelah memberi salam dengan kesadaran yang hampir sepertiganya, Baekhyun hendak duduk lalu memarahi Shinah. Namun rencana itu berantakan akibat panggilan dari Kwon Seongsaengnim. “Byun Baekhyun! Kemarikan tugasmu!”
Baekhyun menghela napas berat dan memberikan tatapan tajam kearah Shinah yang juga menatapnya sekilas. Gadis itu tersenyum miring lalu berucap sebelum Baekhyun menyerahkan tugasnya pada Kwon Seongsaengnim. “Seharusnya kau tidak tidur di kelas, Byun Baekhyun,” ucap Shinah mengejek.
Wajah Baekhyun mengerang keras. Matanya merah karena marah, namun lebih dari itu, ia merasa sangat mengantuk. Ia pun akhirnya memberikan tugas matematikanya itu pada Kwon Seongsaengnim dengan kekesalan yang membuncah terhadap gadis bernama Park Shinah.
.
.
.
Sore itu, Baekhyun kembali harus berlatih di rumah Shinah. Ia melangkah dengan sangat malas di trotoar jalan. Kalau bisa ia ingin tak pernah sampai di rumah gadis itu. Ia malas melihat semua tingkah Shinah yang menyebalkan, tidak seru, dan selalu bisa membunuh Baekhyun dengan kata-katanya.
Arght!! Kau ini bagaimana?! Ini jelas-jelas berbeda dengan yang kemarin kau nyanyikan.  Hanya menyanyikannya seperti kemarin, tidak bisa? Kau ini bodoh atau apa?!!”
Dan sekali lagi Baekhyun mendapat tamparan keras atas ucapan Shinah. Dengan sangat kesal ia pun memilih untuk pergi saja. Habis sudah semua kesabarannya, ia tak bisa menolerir tingkah kasar Shinah lagi. Apapun resikonya, ia tak mau lagi peduli akan tugas yang Jung Seongsaengnim berikan.
Tanpa sepatah katapun dari Shinah untuk mencegah Baekhyun pergi, laki-laki itu malah semakin memantapkan hatinya untuk berhenti berurusan dengan gadis itu. Baekhyun duduk di halte bus, ia malas pulang dengan jalan kaki, meskipun uangnya tinggalah sedikit. Ia terlalu lelah dengan semua masalahnya dan gadis itu, Shinah. Bagaimana ia bisa berperilaku sekasar itu sebegai wanita?
“Baekhyun-ah,” panggil seorang gadis yang Baekhyun kenali sebagai kakak Shinah. Park Chorong, perempuan yang sangat lembut, feminim, sama sekali tak seperti Shinah. Baekhyun sendiri masih heran, apakah mereka benar-benar saudara kandung?
Chorong duduk perlahan di samping Baekhyun. Setelah mendengar teriakan dari ruang musik dan kepergian Baekhyun yang tiba-tiba dari rumahnya, membuat Chorong tahu bahwa ada sesuatu yang terjadi. “Maafkan adikku. Dia memang suka seenaknya seperti itu. Tapi kau harus tahu, bahwa sesungguhnya ia tak bermaksud untuk menyakitimu,” jelas Chorong perlahan.
Baekhyun tak menyahut sama sekali. Pernyataan Chorong sama sekali tak mampu merubah persepsinya akan Shinah. Tak bermaksud menyakitinya? Jika iya, seharusnya ia tak melakukan hal seperti itu.
“Mungkin ini memang terdengar mengada-ada, tapi aku berusaha untuk memberitahumu yang sesungguhnya.” Chorong masih tak mau menyerah. Apapun itu, ia harus meluruskan semua ini demi Shinah. Jujur saja, Baekhyun adalah teman pertama yang Shinah bawa ke rumah. Selama ini adiknya itu tak pernah mempunyai teman, Chorong tahu betul.
Baekhyun tak ingin lagi mendengar tentang gadis bernama Shinah itu. “Aku hanya memintamu untuk mendengarkan, aku tak akan memaksamu untuk bisa mengerti!” teriak Chorong saat Baekhyun sudah berdiri hendak meninggalkannya.
Mungkin Baekhyun memang tampak tak sopan. Tapi ia hanya lelah, muak. Tapi demi menghormati usaha Chorong dan memang tak sepantasnya Baekhyun memperlakukan Chorong seperti itu. Masalahnya ini tak ada kaitannya dengan Chorong. Kenapa Baekhyun jadi sangat emosi?
Laki-laki itu kembali duduk di samping Chorong, membiarkan bus yang sebelumnya berhenti di depan mereka pergi begitu saja. “Terima kasih karena kau sudah mau mendengarkanku, Baekhyun-ah.”
“Anggap saja ini untuk membalas kebaikan nuna yang sudah menyambutku dengan baik di rumah itu.” Dan darisanalah cerita Chorong di mulai. Cerita yang mampu merubah persepsi Baekhyun yang awalnya sama sekali tak mau mengerti menjadi paham. Seiring dengan itu, penyesalan dalam diri laki-laki itu pun datang.
.
.
.
Baekhyun menutup bukunya segera setelah bel istirahat itu berbunyi. Setelah mendengar cerita Chorong kemarin, ia bahkan tak bisa tidur malamnya. Semua yang Chorong ucapkan terus saja mengiang di telinganya. Herannya, setelah tidur hanya tiga jam, mata Baekhyun saat ini tidak merasa kantuk sedikitpun, ia masih memikirkannya.
“Baek!” Jongdae menghampirinya. Tapi panggilan itu tak Baekhyun gubris, ia melenggang begitu saja keluar kelas. “Ck, ada apa dengannya?” keluh Jongdae lalu kembali duduk di bangkunya.
Sementara itu Baekhyun melangkah cepat menyusuri koridor yang sangat ramai itu. Hari ini Shinah tidak datang ke sekolah, tapi setelah Baekhyun menghubungi Chorong, ia mengatakan bahwa gadis itu sudah berangkat pagi sekali. Jadi, kemana sebenarnya Shinah pergi?
Baekhyun tidak tahu dan memang tidak pernah tahu tempat-tempat yang biasanya Shinah kunjungi. Mungkin saja Baekhyun harus mencari Shinah di luar sekolah, tapi setelah tadi sibuk bertanya pada beberapa orang yang ia kenal, ada yang sempat melihat Shinah. Jadi bisa di katakan bahwa sekolah adalah pilihan terbesar untuknya mencari saat ini.
Dengan napas satu-satu setelah berlari, Baekhyun akhirnya berhenti sejenak. Ia sudah mencari ke sekeliling sekolah, tapi ia bahkan tak melihat sosok Shinah sedikitpun. “Ia tak suka keramaian. Sebisa mungkin ia pasti akan menghindari kumpulan orang-orang.” Satu kalimat Chorong mengingatkannya. Baekhyun kembali berpikir keras. Tempat sepi. Ya, tempat mana lagi yang belum ia cari?
Jentikan jari pun terdengar setelahnya. Baekhyun kembali berlari. Ia tahu tempat dimana Shinah berada. Dan disanalah ia terhenti. Di depan sebuah gedung tua yang tak terurus. Kata orang itu adalah gudang, tapi di dalamnya bahkan tak terisi apapun. Perlahan Baekhyun memasuki lorong gedung itu dan mengintip tiap kelasnya. Sampai pada sebuah suara melodi yang merdu menggema dari salah satu ruangan.
Melalui daun pintu yang usang itu, Baekhyun dapat melihat Shinah duduk di salah satu bangku dengan harmonika yang dimainkan bibirnya. Melodinya sangat Baekhyun kenal. Ya, itu adalah lagu yang mereka ciptakan bersama.
Even if I’m not a good talker, please understand me
I will tell you all the truth that I’ve been keeping
I wanna be with you, always from a step behind you
Don’t forget there’s person who will protect you
Lean on me, believe in my love
Let’s be together for always, forever
Tanpa sadar, Baekhyun menyanyikan lagu itu. Ketulusan itu muncul, tanpa mengada-ada, Baekhyun menyanyikannya dengan hati untuk Shinah. Dan makna lagu itu pun merasuki jiwa Baekhyun, membuatnya sungguh merasakan makna dari tiap katanya, membuatnya jatuh cinta secepat ini.
Lagu selesai, persis ketika Baekhyun kini berdiri di hadapan Shinah. Gadis itu mendongak. Senyuman miring itu kembali Baekhyun dapat darinya, tapi bekas air mata di pipinya tak mampu membohongi Baekhyun bahwa keadaannya baik-baik saja. Tidak, bahkan sejak awal, Shinah tak pernah baik-baik saja.
Kekerasan itu, keacuhannya, dan sifatnya yang individualis bukanlah tanpa alasan. Dulu sekali, ketika ia bahkan baru bisa membaca dan menulis, Shinah mempunyai sahabat. Ya, sahabat kecil. Mereka sudah seperti saudara kembar, itu yang Chorong ucapkan kemarin. Sampai pada suatu saat, dengan mata kepalanya sendiri, Shinah melihat sahabatnya itu di pukuli oleh beberapa anak nakal yang seringkali mengganggunya. Tapi saat itu berbeda, mereka semakin kasar, memukulnya dengan benda-benda keras. Sahabatnya sama sekali tak melawan dan Shinah pun hanya mampu melihatnya dari kejauhan, ia ketakutan. Hingga rasa takut itu berubah menjadi penyesalan. Sahabatnya meninggal di depan matanya.
“Ia mengalami trauma yang begitu kuat hingga membentuknya sekeras itu saat ini. Ia hanya tak ingin tampak lemah di mata orang lain. Dan ia tak mau memiliki teman lagi karena ia tak ingin ada yang tersakiti lagi nantinya.”
Lagi-lagi ucapan Chorong terngiang di telinga Baekhyun. Laki-laki itu tersenyum lalu mensejajarkan tingginya dengan Shinah yang sedang duduk. Wajah Shinah semakin mengeras, ia membuang mukanya sambil mendecih.
Cih. Sudah ku katakan, kau bisa menyanyikannya lebih baik,” ujarnya sedikit menghina. Tapi itu sama sekali tak menggoyahkan keteguhan Baekhyun yang telah ia bangun sejak kemarin.
“Maaf,” ujarnya pelan. Mata Shinah membulat mendengar kata itu. Ia sama sekali tak menyangka kata maaf akan Baekhyun ucapkan untuknya. Tapi lebih dari itu, ada satu kalimat lagi yang membuatnya semakin tak percaya. Baekhyun menjulurkan satu tangannya dan tersenyum tipis kearah gadis itu.
“Shinah-ya, maukah kau menjadi temanku?”
.
.
.
END





A/N:
hahahahaaiii
untuk yang satu ini mohon di maklumin banget ya, ini soalnya udah lama aku garap tapi baru selesein skrang, hiks.. jadi kurang sinkron antara awal dan akhirr... mianhaee, jeongmalll

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Vignette] Only Hope

Title:  Only Hope Scriptwriter: NanaJji (@nana.novita) Cast(s): Jeon Jungkook [BTS] || Kim Soojin [OC] || Park Yooji [OC] || Kim Yugyeom [GOT7] || Kim Namjoon [BTS] Genre: Romance. Friendship. Hurt. Duration: Vignette Rating: Teen Summary: Salahku yang terlalu berharap padamu

[Oneshot] Brother and Sister Complex

  Title: Brother and Sister Complex Author: Na n aJji (@nana.novita) Length: Oneshot Genre: Romance, family, friendship Main Casts: Kim Myung Soo (INFINITE) || Kim Soo Jin (OC) Rating: PG-15 Summary: Seperti sebuah napza. Berawal dari sebuah kebersamaan, hingga akhirnya membuatnya menjadi candu.

[Vignette] Biscuit

Title: BISCUIT Scriptwriter: NanaJji (@nana.novita) Cast(s): Oh Sehun [EXO] || Kim Soojin [OC] || Kim Jongin [EXO] Genre: Comedy. Friendship. Duration: Vignette Rating: G Summary: Haruskah ia memberitahu Soojin tentang apa yang ingin ia beli? . “ Oppa sungguh ingin membeli itu?” tanya Soojin tak percaya. Sehun hanya dapat mengangguk dengan polos. . . .