Title:
Stuck in the Moment
Scriptwriter:
NanaJji (@nana.novita)
Cast(s):
Jeon Jungkook [BTS] || Kim Soojin
[OC] || Kim Yugyeom [GOT7]
Genre:
Romance. School-life. Hurt.
Duration:
Vignette
Rating:
PG-17
Summary:
On
each place my feet rest
On
each place my hands touch
On
each place I place my eyes
I
see you
.
.
.
Cuaca terasa begitu terik di luar sana. Saking
teriknya hingga membuat uap-uap di pinggiran gelas berisi minuman dingin di
atas meja semakin banyak. Sebentar lagi seluruh es di dalam gelas itu mencair,
namun Jungkook tak segera meminumnya, malah membiarkan dinginnya minuman itu
hilang begitu saja sejak pertama kali ia mendudukkan diri di kursi itu.
“Jadi?”
Gadis di hadapan Jungkook mulai bersua setelah
sekian lama Jungkook diam tanpa suara, menciptakan kehening yang begitu aneh
diantara keduanya. Jungkook mengambil napas dalam, ia sungguh tak tahu harus
mengatakan apa.
“Oh, maaf.
Jadi begini, aku mau minta pertolonganmu,” jawab Jungkook dengan ragu. Ia sama
sekali tak percaya bahwa gadis di hadapannya kinilah yang akan ia temui.
Seharusnya ia bertanya lebih dulu kepada Yugyeom, bukannya langsung mengiyakan
saja saran temannya itu. Dan sekarang ia harus mengumpulkan seluruh
keberaniannya untuk berbicara dengan Soojin, yah, itu nama gadis di hadapannya saat ini.
“Pertolongan apa?” tanya Soojin dengan polos. Ia tak
mengerti kemana arah pembicaraan ini pada akhirnya, Jungkook hanya memberikan
penjelasan yang kembali mendatangkan pertanyaan untuk Soojin. “Jika bisa ku
lakukan, pasti akan aku bantu.”
Jungkook menghembuskan napas kecil lalu tersenyum
simpul. Ya, Soojin akan membantunya. “Aku ingin memintamu berakting untuk
acaraku,” ujar Jungkook kembali dengan senyum. Ia tahu, tanpa melihat jadwal
kegiatannya, Soojin pasti akan mengangguk. Jungkook tahu bahwa Soojin senang
berakting, ia suka sibuk di dunia itu. Jungkook tahu.
Dan seperti yang Jungkook tahu, gadis itu mengangguk
semangat.
.
.
.
“Jadi kau sudah mengatakannya pada Soojin?” Yugyeom
bertanya di keesokkan harinya. Senyumannya bahkan semakin lebar setelah melihat
anggukkan kecil Jungkook. “Benarkah? Wah,
gomawo, Jungkook-ah!” teriak Yugyeom girang sambil melingkarkan lengannya di leher
Jungkook layaknya sahabat karib.
“Kita mulai latihan sore ini, jadi kau jangan
langsung pulang setelah pelajaran nanti,” jelas Jungkook sambil terus merajut
langkahnya menuju ruang musik. Meskipun ingin tersenyum, tapi Jungkook rasa ia
tak mampu. Begitu banyak yang ia pikirkan saat ini mengenai pentas seni yang
akan ia lakukan. Bahkan sampai saat ini ia belum memutuskan instrumen lagu yang
akan ia mainkan. Bagaimana caranya ia bisa latihan, sedangkan acaranya tinggal
seminggu lagi?
“Siap! Aku pasti akan langsung datang ke ruang
latihan.” Yugyeom masih melingkarkan tangannya di leher Jungkook, meskipun
wajah Jungkook tampak tak nyaman dengan itu, rasanya terlalu susah untuk
mengambil napas di tengah kelumit masalahnya. “Oh, itu Soojin!” seru Yugyeom saat melihat sosok Soojin yang datang
dari arah yang berlawanan dengannya. Gadis itu berjalan sendirian dengan sebuah
buku tebal di tangannya. Jungkook bisa menebaknya, Soojin pastilah baru datang
dari perpustakaan.
Jungkook memperhatikan gadis itu. Dimana pun dan
bagaimana pun keadaannya, Jungkook selalu melihat Soojin tersenyum. Tentu saja
ia gadis yang ramah, tak heran jika sepanjang jalannya banyak anak yang
melemparkan sapa kearah gadis itu. “Hai, Soojin-ah!” Dan seperti itu juga yang di lakukan teman di sebelahnya kini.
“Darimana?” tanya Yugyeom dengan sangat ramah, bahkan mungkin berlebihan.
Soojin menghentikan langkahnya dan tersenyum kearah
mereka. “Hai,” sapanya balik. “Dari perpustakaan, meminjam buku.” Dan benar
kata Jungkook. “Kalian sendiri?” Jungkook sudah ingin buka mulut, namun ia
kalah cepat oleh Yugyeom.
“Kita mau pergi ke ruang latihan, ada beberapa hal
yang perlu di urus. Oh ya, nanti sore ingat kan?” Soojin mengacungkan
jempolnya. Dapat Jungkook lihat dari ujung matanya bahwa Yugyeom tersenyum
sangat lebar. Meski malas untuk mengakuinya, tapi Jungkook tahu bahwa Yugyeom
menyukai Soojin. Dan lebih malasnya lagi, mereka berdua tampak cocok. Ramah dan
terbuka kepada semua orang, tidak sepertinya yang terkesan menutup diri dan tak
pandai berteman.
“Aku pasti akan datang,” ujar Soojin sebelum
akhirnya gadis itu berlalu meninggalkan Yugyeom dengan senyuman mengembang dan
Jungkook dengan wajahnya yang tetap penuh beban. Ia terus saja memikirkan
penampilan mereka nanti. Dan karena memang seperti itulah Jungkook, ia selalu
ingin segala yang ia lakukan sempurna, tanpa tahu bahwa itu terlalu membebani
dirinya.
.
.
.
Pintu ruang latihan terbuka dan Soojin bisa melihat
secara langsung Jungkook yang duduk di depan piano. Gadis itu masuk tanpa
suara, ia tak ingin memecah konsentrasi laki-laki itu yang tampak begitu
serius.
Not-not balok terpajang di hadapannya, tangan
Jungkook pun siap untuk menekan tuts piano. Namun hal itu tak kunjung terjadi,
ia terus saja terpaku. Lima detik jarinya bermain di atas tuts, lagi-lagi
Jungkook mengulangnya. Tak lebih banyak dari sebelumnya dan ia kembali
mengulang.
“Kenapa tidak kau teruskan saja?” Pertanyaan Soojin
seketika menginterupsi konsentrasi Jungkook. Ia sungguh tak sadar tentang
kedatangan gadis itu. “Lakukan saja, jangan pikirkan bahwa itu akan terdengar
jelek,” ujarnya lagi lalu mengambil tempat di samping Jungkook.
Jungkook menggeser dirinya dan membiarkan Soojin
duduk di sampingnya. Perlahan Soojin menekan tuts piano itu dan melodi-melodi
menenangkan muncul dari sana. Jungkook memperhatikannya, gadis itu begitu
menikmati permainannya sendiri. Bahkan ia pun mulai bersenandung kecil
mengikuti irama lagu. Sampai lagu berakhir dan Jungkook tetap tak bisa
mengalihkan pandangannya dari gadis itu.
Soojin menolehkan kepalanya kearah Jungkook lalu
tersenyum. “Kau hanya perlu melakukannya dan nikmati. Jangan terlalu membawanya
sebagai beban dan keharusan.” Itu kata-kata petuah Soojin yang sampai saat ini
Jungkook selalu ingat.
Perlahan permainan pianonya membaik dan Jungkook
mulai menikmati permainannya. Hingga seminggu itu berlalu. Dan Jungkook akan
menampilkan keahliannya kepada semua orang.
Di belakang panggung, Jungkook melihat Soojin yang
sedang di rias dan di sebelahnya Yugyeom selalu menemani gadis itu. Mengajaknya
bercakap panjang hingga tak jarang tawa lepas keluar dari bibir Soojin.
“Yugyeom-ah!”
Sebuah panggilan mengalihkan percakapan Soojin dan
Yugyeom. Laki-laki itu kemudian pergi menuju seseorang yang memanggilnya dan
meninggalkan Soojin duduk sendiri. Riasannya sudah lengkap dan ia tampak begitu
cantik. Ya, Jungkook mengakuinya. Gadis itu benar-benar cantik.
Kau hanya perlu
melakukannya dan nikmati. Jangan terlalu membawanya sebagai beban dan
keharusan.
Kata-kata Soojin kembali mengiang di telinga
Jungkook, membawanya kini melangkahkan kaki, dan mendudukkan dirinya di tempat
Yugyeom sebelumnya−di sebelah Soojin. Lakukan
dan nikmati. Kembali Jungkook menetapkan dirinya.
“Hai,” sapa Jungkook akhirnya. Soojin seketika
menolehkan kepalanya dan menatap Jungkook dengan senyum. Lagi-lagi senyum.
Kalau boleh Jungkook katakan bahwa ia membenci senyum itu, mungkin ia sudah
meneriakkannya sejak dulu. Bagaimana ia benci senyum itu yang mengundang
ketertarikannya, tak hanya Jungkook tapi juga laki-laki lain. “Bagaimana
persiapannya?” tanya Jungkook hanya sebagai basa-basi awal dan itu tampak begitu
kaku. Sungguh.
“Baik-baik saja. Semua akan berjalan dengan lancar,
aku harap. Kau bagaimana? Ku lihat permainan pianomu semakin bagus, aku
menyukainya,” ujar Soojin dengan mata berbinar. Jungkook tersenyum dengan
leluasa, tak lagi merasa beban di punggungnya terlalu berat. Aku menyukainya. Ya, kata-kata itu
mungkin cukup membuat Jungkook percaya diri, hingga saat ini ia mampu berdiri
di atas panggung tanpa tangan yang gemetar menekan tuts piano.
Tapi semuanya mungkin tak akan pernah berjalan
dengan baik-baik saja. Di tengah panggung, Jungkook dapat melihat Soojin dan
Yugyeom berakting secara teatrikal, menari tarian kontemporer, berpelukan,
hingga adegan ciuman itu.
Entah mengapa, Jungkook merasa hatinya tersakiti. Ia
menyukai Soojin, Jungkook tahu. Tapi Jungkook juga tahu bahwa ini salahnya.
Salahnya yang tak mampu berbuat apapun untuk perasaannya, selain membiarkan
dirinya tersakiti saat ini, dan melihat Soojin pergi dengan laki-laki lain.
Tatapan Jungkook masih terpaku pada adegam ciuman
itu dan tatapannya tiba-tiba saja bertemu dengan Soojin. Pengecualian untuk
kali ini, gadis itu tak tersenyum sama sekali, tak tampak sedikit pun raut
riang yang selalu ia tunjukkan pada semua orang. Mata itu memancarkan kesedihan
dan sebulir air mata tertangkap oleh penglihatan Jungkook.
Apa maksudnya? Jungkook tak tahu. Kali ini ia
sungguh tak tahu, meski semua tentang diri Soojin ia mengetahuinya, tapi
Jungkook menyerah saat ini. Dan ia telah memutuskan untuk mengubur semua
harapannya tentang gadis itu. Sampai kapanpun Jungkook tak akan memiliki
kesempatan itu.
.
.
.
“Jungkook-ah!”
Suara itu begitu di kenalnya, namun Jungkook tak
ingin menghentikan langkahnya sama sekali. Seperti keputusannya, ia tak mau
terdorong lagi ke dalam lubang hitam yang sama sekali tak memberikan penerangan
pada jalan perasaannya.
“Jeon Jungkook!”
Sekali lagi panggilan itu Soojin teriakkan. Dan
Jungkook masih berpura-pura tak mendengarnya. Gadis itu berlari, meski dengan
kesusahan akibat heels dan gaun
panjangnya. Usahanya pun tak sia-sia, Soojin berhasil meraih tangan Jungkook,
dan laki-laki itu kini berdiri di hadapannya.
“Ada apa?” tanya Soojin langsung.
“Tidak ada apa-apa,” jawab Jungkook. Cih, tidak apa-apa katanya? Kau mulai
pintar berbohong Jeon Jungkook.
“Tidak ada apa-apa? Tapi kenapa kau seolah-olah
menghindariku? Aku tahu kau sebenarnya mendengar semua panggilanku, tapi kenapa
kau harus membuatku berlarian dengan heels
dan gaun ini?!” Tapi tidak untuk Kim Soojin, kau tidak bisa membohonginya,
Jungkook.
Mata gadis itu berkaca-kaca, satu bulir air mata pun
turun begitu saja di pipi Soojin. Namun dengan cepat Soojin menghapusnya dan
kembali menatap dalam mata Jungkook.
Jungkook masih tak mampu angkat bicara. Otaknya
seakan berhenti begitu saja hingga ia tak mampu berpikir dan mensimulasikan
pikirannya lewat kata ataupun gerakan. “Sudahlah, lupakan, Kook.” Soojin
kemudian pergi. Ia lelah, bukan karena kesibukan yang ia lakukan, tapi karena
ia sendiri tak tahu apa yang ia lakukan saat ini. Tapi baru saja dua langkah ia
jalin, ia kembali menghampiri Jungkook.
“Kook? Maaf, tapi aku ingin sekali memanggilmu
seperti itu. Dan aku hanya ingin mengatakan padamu, bahwa ciuman tadi tidak
benar-benar terjadi, itu hanya akting, dan kau harus tahu, bahwa akting juga
mempermainkan sudut pandang penontonnya. Aku sungguh tidak berciuman dengan
Yugyeom. Aku hanya ingin kau tahu itu… Kook.”
Soojin pergi lagi. Ia ingin benar-benar meninggalkan
Jungkook, tapi beberapa langkah di jalaninya, dan ia kembali berhenti,
menghembuskan napas panjang dan membalikkan badannya. Menatap netra Jungkook
yang berada beberapa meter di hadapannya dengan tajam.
Tanpa tahu apa yang akan ia lakukan, Jungkook
merajut langkah, dan memberhentikannya di hadapan Soojin. Gadis itu masih
menatapnya dengan nanar. Soojin menatap Jungkook yang ketinggiannya hampir sama
dengan Soojin akibat keberadaan heels
itu di kakinya.
“Apa harus aku yang mengatakannya?” tanya Soojin
penuh dengan protes. Sebagai balasan Jungkook tak menjawabnya sama sekali,
melainkan langsung memeluk erat gadis itu.
“Tidak, tidak. Kau tidak perlu mengatakannya. Ini
sudah begitu jelas, maafkan aku. Saranghae…”
.
.
.
Lakukan dan
nikmati
Aku hanya perlu
melakukan itu saja, bukan?
.
.
.
END
Komentar
Posting Komentar