Langsung ke konten utama

[Vignette] Stranger


Title:
Stranger
Scriptwriter:
NanaJji (@nana.novita)
Cast(s):
Kim Soojin [OC] || Park Sohyun [OC] || Park Yooji [OC] || Lee Hyemin [OC] || Park Shinah [OC] || Kim Taehyung [BTS] || Jeon Jungkook [BTS]
Genre: Hurt. Family. Friendship. School-life
Duration: Vignette
Rating: Teen
Summary:
Hanya kali ini.
Aku tak mau lagi terlibat dengannya.
.
.
.

Mungkin semua ini adalah keputusanku. Tapi aku sama sekali tak pernah menyangka bahwa semua akan berakhir seperti ini. Kuliah di luar provinsi, jauh dari rumah, bahkan tanpa seorang pun keluarga di tempatku sekarang.
“Kau baik-baik saja?”
Yooji bertanya kala aku mulai merebahkan diriku di atas kasurnya. Beberapa hari ini aku memang sering menghabiskan waktu di apartement Yooji, meskipun biasanya ia yang selalu datang ke apartement-ku.
“Kurasa aku mulai muak,” ujarku pelan sambil memejamkan kedua mataku. Kejadian beberapa hari yang lalu kembali terputar di ingatanku.
Inilah resiko menerima tamu.
Sebuah kalimat sederhana tapi menusuk. Lebih-lebih di ucapkan oleh orang dengan wajah polosnya. Munafik. Wajah itu hanya tipuan.
Aku tak pernah berpikir bahwa Sohyun adalah orang yang seperti itu. Awalnya, aku tak mengenalnya sama sekali. Dugaanku, dia adalah orang yang baik. Pendiam, pintar, sopan, dan polos. Dia adalah anak dari teman ayahku. Kami berasal dari daerah yang sama dan kebetulan saja mendapatkan perguruan tinggi yang sama.
Jauh, itu faktor utama yang menyebabkan kami ada disini bersama. Ini bukan pertama kalinya aku berada jauh dari rumah. Dulu semasa sekolah atas pun aku bersekolah di luar kota, sekarang juga di kota yang berbeda, di pulau yang berbeda pula.
“Aku sama sekali tak menyangka bahwa ia akan berkata seperti itu.” Aku terduduk di samping Yooji yang menatapku terheran. Aku bingung, haruskah aku menceritakan ini pada Yooji? Bagaimana tanggapannya nanti jika sudah mendengar ceritaku?
“Siapa? Berkata apa?”
Dan akhirnya aku menceritakan semuanya. Waktu itu kami semua makan bersama di apartmentku. Aku, Yooji, Shinah, dan juga Hyemin, termasuk Sohyun juga. kami mengobrol banyak saat itu, hingga malam terlalu larut untuk pulang. Dan akhirnya mereka semua menginap di apartement kami.
Esoknya ketika Shinah, Hyemin, dan Yooji sudah kembali ke apartement-nya, sementara aku masih sibuk mengerjakan tugas sebelum berangkat untuk kuliah. Dan kata-kata itu tiba-tiba Sohyun ucapkan saat melihat piring-piring kotor masih bertumpuk di dapur.
Aku kesal, tentu saja. Hei, bukankah dia ikut makan kemarin malam? Lagi pula, aku tidak ada menyuruhnya untuk mencuci piring, bukan? Dan juga, makanan kemarin aku dan Hyemin yang membayarnya, kami sama sekali tidak minta uang darinya. Dia makan dengan gratis. Dan satu lagi, ia juga sering mengajak teman ke apartement kami. Kenapa sekarang ia jadi sangat egois?
“Dia benar-benar bicara seperti itu?”
Yooji bertanya dengan sangat keheranan. Dan yang bisa kulakukan adalah mengangguk. Aku orang yang jujur, sebisa mungkin aku tidak akan berbohong. Dan bukannya mau membanggakan diri, tapi aku bukanlah orang yang sering berkata kasar. Dan Sohyun          sudah berhasil membuatku mengumpat karena kesal.
Tak hanya kejadian itu saja. Banyak hal-hal kecil lain yang mencoba untuk aku lupakan. Bagaimana ia sering menyuruhku tanpa menggunakan kata ‘tolong’, dia yang dengan angkuhnya membagi jadwal bersih-bersih yang pada akhirnya hanya aku yang membersihkannya, mengkritik ini dan itu tentang kegiatan yang aku lakukan, belum lagi nada bicaranya yang tidak ramah.
“Aku kesal, Yooji-ya. Sangat kesal.”
Aku menggeram saking marahnya. Bahkan dengan AC yang hidup di ruangan itu terasa sangat panas. Yooji menatapku dalam diam. Aku tahu mengapa. Yooji mengenalku dengan baik. Dan mungkin ini adalah pertama kalinya aku sangat marah seperti ini.
Kemarahan seorang penyabar ;ebih menyeramkan di bandingkan dengan kemarahan seorang pemarah.
Itu kata pepatah. Dan mungkin aku seseram itu saat ini.
“Apa kau sudah menceritakan hal ini pada Taehyung oppa ataupun Jungkook?”
Kembali aku menggeleng. “ Aku tidak ingin menceritakan hal ini pada keluargaku ataupun Jungkook. Ini mungkin akan membuat citra dari keluarganya buruk. Aku bukan seseorang yang suka menebar aib orang lain. Kalau seperti itu, apa bedanya aku dengan dia?” ujarku dengan sedikit terpancing emosi. Ku hembuskan napas panjang. Menjadi marah ternyata sangat melelahkan.
.
.
.
“Kau yakin dia berkata seperti itu? Kau tahu, seringkali aku kasihan melihat wajahnya,” komen Hyemin ketika kami berempat sednag berkumpul di taman kampus.
Cih, sudah sangat lama aku merasakan sikap yang tidak baik terpendam dalam diri Sohyun.” Komentar yang berbanding terbalik dengan Hyemin di utarakan Shinah.
“Sudahlah, aku tidak ingin membahsanya lagi,” ujarku lemah dengan meletakkan kepalaku di atas meja bundar itu. “Aku mengantuk.”
Wae? Kau kurang tidur? Tidak biasanya kau seperti ini,” tanya Yooji sambil memperhatikanku. Aku memejamkan mata. Lelah akan ini semua. “Sudah ku katakan jangan di bahas lagi,” ujarku lagi dan kembali mencoba untuk tertidur.
Wah, wah!! Jadi ini ulah Sohyun juga? Hebat sekali dia,” ucap Shinah sambil sibuk menggelengkan kepalanya tak percaya. Ya, memang benar kata Shinah. Ini semua karena Sohyun.
Kemarin aku baru bisa mengerjakan tugas setelah Sohyun tertidur. Aku tak mengerti apa yang ia inginkan sesungguhnya. Biasanya aku belajar dengan mendengarkan musik, ia memintaku untuk mengecilkan volumenya. Aku lakukan, itu wajar menurutku. Lalu aku mendengarkannya melalui headset. Dan kebiasaanku ketika mendengarkan musik adalah bersenandung. Hanya bersenandung kecil, mirip seperti gumaman. Dan ia menyuruhku diam. Baiklah, kali ini aku juga melakukannya. Aku belajar benar-benar dalam sunyi. Kuputuskan untuk tidak mendengarkan musik sama sekali.
Tapi, apa? Ini adalah suatu ketidakwajaran. Ketika aku belajar dalam sunyi, ia sendiri yang membuat keributan. Aku mengerti, Sohyun memang rajin belajar. Tapi haruskah ia membaca materi di buku panduannya dengan keras? Haruskah ia membuat euphoria sendiri ketika bisa menyelesaikan satu soal? Heol. Dia bisa membacanya dalam hati!
Jadi tak perlu penjelasan lagi mengapa aku mengerjakan tugasku hingga larut malam, bahkan hingga pagi buta.
“Kulihat Sohyun juga sering sepertimu. Maksudku keadaannya. Aku sering melihat lingkar hitam di bawah matanya, dan ia tampak sangat kelelahan.”
Tanpa perlu bertanya tentang maksud ucapan Hyemin itu, kami mengerti. Hyemin sedang membela Sohyun saat ini.
Oh, ya? Kau yakin?” tanya Yooji sambil menatap sinis kearah Hyemin. Entah malaikat apa yang telah merasuki Hyemin hingga mampu berpikir seperti itu.
“Aku sempat bertanya pada Sohyun tentang matanya yang tampak begitu kelelahan.” Kami memperhatikan Hyemin baik-baik untuk mendengar penjelasannya. “Dan jawabannya, ‘Aku memang seperti ini, lingkar hitam ini sudah ada dari dulu’ seperti itu,” jelas Hyemin dengan nada bicaranya sendiri. Aku yakin jika mendengarnya secara langsung dari Sohyun pasti tak akan sehalus itu.
“Lalu, kau masih mencoba membelanya?” tanya Shinah sarkastis. Kalah telak, Hyemin hanya diam. Tapi aku tahu, dalam pikirannya Sohyun masihlah benar. Yooji memutar bola matanya kesal. Bagaimana tidak? Hyemin membuat suasananya begitu kaku. Apa harus kami bertengkar hanya karena orang seperti Sohyun? Aku sungguh tidak bisa membayangkannya.
“Hai!”
Sebuah suara terdengar dan aku langsung menghembuskan napas lelah. Sohyun. Itu suaranya. Dan ia sedang berjalan kearah kami dengan seorang temannya, Kim Kicha.
“Hai.”
Kami membalas sapaannya dengan senyum palsu, kecuali Hyemin. “Kau akan pulang?” tanyanya. Hanya ia yang paling peduli.
Eo. Oh, ya! Soojin-ah, tadi aku baru saja berbelanja keperluan masak. Nanti kau bisa mengganti uangku. Juga ditambah dengan hutangmu kemarin.”
Heol. Aku bahkan tak ada memintanya untuk berbelanja. Aku sama sekali tak pernah makan dari bahan-bahan yang ia beli. Ia masih memintaku untuk membayarnya? Memasak, itu hanya keinginannya sendiri. Dan masalah hutang, ck, itu bahkan hanya seharga dengan sebotol air mineral. Lalu uangku kemarin yang digunakan untuk membeli makanan yang ia makan, aku tidak menagihnya sama sekali.
Setelahnya, Sohyun pergi begitu saja bersama Kicha. “Bukankah kau tidak pernah memasak?” tanya Yooji yang hanya ku jawab dengan hendikkan bahu.
“Entahlah.”
.
.
.
Untuk pertama kalinya dalam sebulan ini, aku duduk dengan tenang di dalam apartement sambil menikmati langit sabtu sore. Sejak tadi pagi, hingga sore ini aku tak bisa berhenti tersenyum. Sama sekali tak peduli dengan kesibukan belajar Sohyun dengan cara aneh yang sangat berisik itu. Terserah apa yang ia lakukan saat ini, yang penting aku sedang sangat senang.
Bel apartement berbunyi dan aku segera berlarian untuk membuka pintu. “Kook!” seruku yang langsung memeluk sosok Jungkook yang muncul di balik pintu. Ya, hanya dialah alasanku bisa tersenyum disaat ada Sohyun di sekitarku. “Aku sungguh merindukanmu.”
“Benarkah? Aku kira hanya aku yang merindukanmu setengah mati, sampai-sampai aku merelakan hari liburku hanya untuk datang mengunjungimu.” Jungkook mengusap puncak kepalaku lembut. Uh, aku sungguh merindukan sikapnya itu. Kami memasuki ruang tengah dan mengobrol panjang lebar disana.
Sohyun bahkan tak keluar sama sekali dari kamarnya. Ia sibuk belajar. Belajar tiap hari dan tiap saat. Aku tahu dia pintar, aku akui itu. Tapi aku tak mau menyatakan bahwa diriku lebih bodoh darinya. Kita memiliki disiplin ilmu yang berbeda dan kita pintar dalam bidang masing-masing.
Begitu jelas perbedaan yang tampak diantara kami. Ia yang menekuni eksak dan aku di bidang sosial. Satu buktinya yaitu ketika proses penerimaan mahasiswa baru. Dengan sombongnya Sohyun bercerita tentang bagaimana ia mendapatkan predikat sebagai enam calon mahasiswa dengan tugas terbaik di fakultasnya. Ya, dia boleh sombong, tapi aku tak mau kalah. Di fakultasku, aku juga mendapatkan juara sebagai kelompok yang terbaik. Jelas berbeda bukan? Dia dengan kepintara individunya, yang hanya akan membuat otaknya pintar, dan aku dengan kepintaran sosialku, tak hanya mengerti teori namun juga praktek yang bagus dalam kehidupan. Jadi jika tujuannya menyombongan diri adalah untuk membuatku iri, ku katakana terima kasih, aku sama sekali tidak iri.
“Aku iri dengan Yooji,” ujarku dengan wajah memelas. Jungkook menatapku terkejut. Perlahan tangannya mengelus puncak kepalaku lembut.
Wae?” tanyanya lalu.
“Sebentar lagi Taehyung oppa akan tinggal disini. Pasti sangat senang menjadi Yooji, ia tidak akan jauh dari kekasihnya lagi.” Tangan Jungkook yang tadinya mengelus kepalaku berubah jadi mengacak rambut diatasnya. “Ah, Kook…,” protesku yang tidak terima atas tindakannya yang membuat rambutku kini berantakan.
Tawa Jungkook yang sebelumnya sempat menggema berhenti seketika. Wajahnya jadi tampak serius. “Mianhae…”
Ani, gwenchanayo,” potongku cepat. Seharusnya aku tidak menyinggung masalah hubungan kami. Aku tak mau di waktu singkat pertemuan kami ini diisi dengan kesedihan. “Aku hanya kesal dengan Taehyung oppa. Bukannya mengunjungi adiknya lebih dulu, dia malah langsung menemui kekasihnya. Padahal aku juga merindukannya,” ujarku pura-pura kesal.
“Tenang saja, Taehyung hyung bilang akan mampir kemari.”
Aku berdiri tiba-tiba dari dudukku, membuat Jungkook seketika terkejut. “Tidak, tidak. Kita saja yang kesana sekarang,” ujarku dengan mantap.
“Sekarang?”
Eo.”
.
.
.
Suara pintu terbuka terdengar sangat jelas begitu aku memasuki ruang apartementku. Kulirik jam tanganku. Masih pukul tujuh pagi, ada tiga jam lagi sebelum jam kuliah pertama dimulai.
“Kau baru datang? Semalam tidak pulang, ya?” Sebuah suara yang selalu menggangguku datang lagi dari arah dapur.
Eo,” jawabku singkat sambil merebahkan diriku sebentar di atas sofa ruang tengah. Sempat aku lirik sebentar, sepertinya Sohyun sudah siap-siap untuk pergi ke kampus. Ia selalu kuliah pagi dan aku selalu lebih siang. Tapi satu hal yang sampai saat ini aku tidak mengerti. Ia melakukan segala keributan itu dengan tujuan ternetu atau memang hidupnya tak pernah berjalan dengan kehati-hatian??
Jadi begini. Melihat jam kuliahku yang cukup siang, seusaha mungkin aku memanfaatkan waktu untuk tidur lebih banyak, mengingat kemarin malamnya aku harus bergadang untuk mengerjakan tugas akibat Sohyun. Namun ia yang bangun pagi bahkan tak pernah mengerti posisiku. Ada saja keributan yang ia buat di pagi buta. Seperti caranya menutup pintu dengan kasar, ada saja barang yang ia jatuhkan, langkah kakinya yang selalu tergesa-gesa hingga jelas terdengar, sampai-sampai saat mengunyah makanan pun ia bersuara.
Selama ini ia menuntut keheningan dariku, tapi sebenarnya hidupnyalah yang penuh akan kebisingan yang ia buat sendiri. Menyebalkan!
“Kemarin itu kekasihmu?” Aku hanya menggumam sebagai jawaban. “Tampan. Ternyata seleramu bagus juga.” Cih, jadi selama ini menurutnya seleraku tidak bagus? Padahal kuakui seleranyalah yang kampungan. Aku hanya tertawa kecil sebagai tanggapan, sebelum akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. Jika tidak, aku bisa stress sendiri berbicara dengan Sohyun, memancing emosi saja.
Aku melempar tubuhku di atas kasur yang empuk itu. Hmm, rasanya nyaman sekali. Berhadapan dengan Sohyun meskipun hanya berbicara, ternyata melelahkan juga. Ingin rasanya tidur lagi, tapi sebentar lagi Sohyun akan pergi, jadi ini adalah kesempatan yang pas untukku membuat tugas. Aku bangkit dari tidurku menuju meja belajar. Dan baru saja dibicarakan, samar-samar terdengar suara Sohyun yang berteriak untuk pamit.
Ku tengokkan kepalaku sedikit di daun pintu dan melihat kepergian Sohyun. Aku menghembuskan napas lega. Huft, akhirnya dia pergi juga. Lalu kulangkahkan kakiku menuju dapur. Perutku rasanya mulai lapar. Aku ingin memasak mie instan yang aku beli tadi sepulangnya dari apartement Taehyung oppa.
Tapi tiba-tiba langkahku terhenti, sesuatu terasa basah di bawah kakiku. Aku meneliti lantainya, basah. Entah karena air atau apa. Yang pasti ini menjijikkan. Kumasuki dapur lebih dalam dan niatku untuk memasak mie langsung hilang. Piring-piring serta wajan masih bertumpuk di atas pencucian piring. Beberapa tampak masih basah, pertanda itu baru saja di gunakan tadi, dan beberapa lagi tampak sudah mengering, pasti itu bekas kemarin ia makan.
Baiklah, aku sudah tidak kuat lagi. Ku raih ponselku dan mencari kontak Taehyung oppa. Sambungan telepon mulai terdengar, hingga suara oppa-ku menjawab dari seberang.
Oppa, aku ingin pindah. Aku mau tinggal bersamamu.”
.
.
.
FIN

A/N:
mian, mian banget kalo ff ini bertabur OC karena ini salah satu curcolan aku *hiks* maafkeunnnnn

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Vignette] Only Hope

Title:  Only Hope Scriptwriter: NanaJji (@nana.novita) Cast(s): Jeon Jungkook [BTS] || Kim Soojin [OC] || Park Yooji [OC] || Kim Yugyeom [GOT7] || Kim Namjoon [BTS] Genre: Romance. Friendship. Hurt. Duration: Vignette Rating: Teen Summary: Salahku yang terlalu berharap padamu

[Oneshot] Brother and Sister Complex

  Title: Brother and Sister Complex Author: Na n aJji (@nana.novita) Length: Oneshot Genre: Romance, family, friendship Main Casts: Kim Myung Soo (INFINITE) || Kim Soo Jin (OC) Rating: PG-15 Summary: Seperti sebuah napza. Berawal dari sebuah kebersamaan, hingga akhirnya membuatnya menjadi candu.

[Vignette] Biscuit

Title: BISCUIT Scriptwriter: NanaJji (@nana.novita) Cast(s): Oh Sehun [EXO] || Kim Soojin [OC] || Kim Jongin [EXO] Genre: Comedy. Friendship. Duration: Vignette Rating: G Summary: Haruskah ia memberitahu Soojin tentang apa yang ingin ia beli? . “ Oppa sungguh ingin membeli itu?” tanya Soojin tak percaya. Sehun hanya dapat mengangguk dengan polos. . . .