Title:
Farewell
Scriptwriter:
NanaJji (@nana.novita)
Cast(s):
Jeon Jungkook [BTS] || Kim Soojin
[OC] || Kim Taehyung [BTS] || Park Yooji [OC] || Kim Myungsoo [INFINITE]
Genre:
Romance. Hurt. Family. Friendship. School-life
Duration:
Vignette
Rating:
Teen
Summary:
Katakan bahwa
ini perpisahan,
Meski
sesungguhnya tidak.
.
.
.
“Kau sama sekali tidak memberitahuku.”
Wajah Jungkook tampak begitu merah. Ia kesal, tentu
saja. Bahkan tanpa pemberitahuan apapun, kekasihnya berdiri di depan pintu
rumah dengan sebuah kabar buruk. Bukan kabar buruk, lebih tepatnya kabar duka
menurut Jungkook.
“Surprise!
Aku ingin membuatmu terkejut, Kook,” ujar Soojin dengan senyum riang. Tak
mengerti sama sekali bahwa awan gelap tengah menggandrungi Jungkook.
Ya, seperti katanya. Soojin berhasil membuat
Jungkook benar-benar terkejut. Hembusan napas terdengar berat dari arah
Jungkook. Ia sungguh tak tahu harus berkata apa lagi. “Ku kira kau baru akan
memberitahuku setelah kau sudah sampai di Tiongkok,” sindir Jungkook halus.
Soojin sama sekali tak memberitahu bahwa ia akan mencari beasiswa perguruan
tinggi di Tiongkok. Dan ketika sekarang ia sudah mendapatkannya, Jungkook tak
mampu lagi mencegah. Bagaimana ia bisa membiarkan Soojin untuk kuliah sangat
jauh seperti itu?
Yang perlu Jungkook lakukan hanyalah membiarkannya
berlalu begitu saja. Tapi Jungkook rasa ia tak sanggup.
“Hyung…”
Jungkook menidurkan dirinya di kasur Taehyung. “Kapan Soojin akan pulang?”
keluhnya lagi. Taehyung hampir mati karena bosan mendengar pertanyaan itu.
Bahkan baru tiga bulan setelah kepergian Soojin ke Tiongkok, Jungkook terus
menanyakan hal yang sama.
“Kenapa tidak kau tanyakan langsung pada Soojin? Aku
hanya kakaknya dan dia tidak pernah mendengarkan kata-kataku,” jawab Taehyung
yang masih sibuk memasukkan beberapa barang ke dalam ranselnya. Ia sedang
buru-buru saat ini tapi tanpa berdosanya Jungkook datang untuk mengeluh. “Aku
pergi,” pamit Taehyung dan langsung menuju pintu.
“Hyung!
Kau mau kemana?” teriak Jungkook langsung.
“Aku mau menjemput Yooji!” jawab Taehyung juga
dengan teriakan. Baru satu gerakan yang Jungkook ambil untuk mengikuti
Taehyung, laki-laki itu berteriak lagi. “Jangan ikuti aku!” Dan pupus sudah
harapan Jungkook.
Ia keluar dari kamar Taehyung menuju ruang tengah.
Entah kenapa rumah ini sudah serasa miliknya sendiri. Dan Jungkook harap juga
begitu untuk ke depan. Kim Soojin, gadis itu, sungguh! Jungkook tak mengerti.
Ia membuat Jungkook berdiri di keadaan seperti ini sekarang. Dirinya sudah
persis seperti orang yang tidak makan selama tiga hari, meskipun setiap
menitnya mulut Jungkook tak hentinya mengunyah.
“Hyung,
apa Soojin sempat menghubungimu?” Kini giliran Myungsoo yang di ganggu
Jungkook. Kakak pertama Soojin itu tengah sibuk memetik gitarnya lalu
mengangguk pelan. “Kapan, hyung?!
Kenapa dia tidak menghubungiku sama sekali?” protes Jungkook dengan mulut penuh
dengan biskuit.
Sedaritadi Myungsoo mencoba untuk berkonsentrasi,
namun gagal akibat Jungkook. Akhirnya gitar itu di letakkan di samping tempat
duduk lalu mata Myungsoo menatap Jungkook yang dengan santainya merebahkan diri
di sofa.
“Waktu itu aku yang menghubunginya lebih dulu. Ku
katakan padamu, Jungkook-ah. Jika kau
menunggu Soojin untuk menghubungimu lebih dulu, itu sama halnya dengan menunggu
sampai matahari ada dua,” jelas Myungsoo dengan penuh ketabahan hati. “Dulu pun
sejak ia memutuskan untuk bersekolah di Seoul dia tidak pernah menghubungi
keluarga di rumah, sampai akhirnya appa
memutuskan untuk tinggal di Seoul. Sebagai anak gadis dia terlalu nekat.”
Raut muram langsung bergumul di wajah Jungkook.
Ternyata Soojin benar-benar susah di mengerti, bahkan untuk kedua kakaknya.
“Jadi, apa harus aku yang menghubunginya lebih dulu?” Myungsoo mengangguk.
“Tapi aku juga tidak yakin dia akan mengangkat
teleponmu,” ujar Myungsoo sambil kembali meraih gitarnya. Memetik senarnya
hingga melantunkan melodi-melodi manis di udara.
“Wae, hyung?”
Jungkook kira pernyataan Myungsoo sebelumnya adalah hal terparah yang mungkin
ia dengar selama hidupnya, tanpa mengira bahwa ada yang lebih parah lagi di
bandingkan itu.
“Kemarin saat menghubungiku, Soojin mengatakan bahwa
dia mengikuti kuliah di dua universitas. Juga mengambil kerja paruh waktu di
beberapa tempat. Jadi pastilah dia sangat sibuk sekarang.”
“Mwo?!!”
Selamat untukmu Jeon Jungkook. Hidup ini ternyata
sangat keras.
.
.
.
“Ya, wae
geurae?”
Yooji memperhatikan wajah muram Jungkook. Ia sama
sekali tak mengerti dengan temannya itu. Sudah beberapa hari ini dia tak
bersemangat. Meskipun sejak kepergian Soojin, ia seperti itu, namun saat Jimin
atau Hoseok mengajaknya menari, ia pasti akan langsung melupakannya. Namun
beberapa hari ini ia bahkan menolah ajakan setiap orang yang mengajaknya untuk
berlatih menari.
“Apa Soojin ada menghubungimu?” Jungkook balik
bertanya. Pertanyaan yang masih sama Jungkook ajukan kepada orang terdekat
Soojin. Dan kali ini jawaban Yooji juga sebuah anggukkan. “Benarkah? Kapan?
Kenapa bisa? Apa saja yang ia katakan padamu???”
Yooji memundurkan tubuhnya agar menjauh dari
Jungkook. Apa itu tadi? Sebuah serangan pertanyaan? Ada-ada saja anak itu. “Apa
kau sungguh sefrustasi ini sejak Soojin tinggalkan? Sangat menakutkan.” Yooji
bergidik ngeri melihat keadaan Jungkook di depannya saat ini. Gadis itu
menggeleng-gelengkan kepalanya, kasihan.
“Ayolah, Yooji-ya.
Jawab pertanyaanku,” pinta Jungkook dengan memelas. “Sejak awal kepergiannya ia
bahkan tak membalas pesanku ataupun mengangkat teleponku. Tapi kenapa ia bisa
menghubungimu??”
Lagi-lagi Yooji hanya mampu menggelengkan kepalanya.
Kasihan sekali Jungkook. Kalau seperti ini ia benar-benar seperti tak di anggap
oleh Soojin. “Jadi begini, Jungkook-ah.
Kau tak usah terlalu bersedih seperti itu. Seperti yang Myungsoo oppa bilang, Soojin sangat sibuk saat
ini. Dan kemarin ia menghubungiku hanya untuk meminta pendapatku mengenai novel
yang akan ia kirimkan ke penerbit. Itu saja, bahkan ia tak sempat menanyakan
kabarku.”
Sebenarnya Yooji juga sedih dengan sikap Soojin,
namun ia mencoba untuk mengerti. Ia juga tak mengerti untuk apa sahabatnya itu
mengambil dua kuliah sekaligus. Terkadang ia memang penuh dengan ambisi.
Jungkook langsung menelungkupkan kepalanya diatas
meja. Beruntung sekali taman kampus itu cukup sepi, jadi Jungkook tak perlu
susah-susah untuk menjaga image-nya,
seperti yang selama ini selalu ia lakukan. Tapi Yooji akui, image Jungkook sudah hancur saat ini.
“Yooji-ya,
menurutmu Soojin tidak menemukan laki-laki lain disana, bukan? Arghtt!! Hatiku benar-benar tak tenang.”
Jungkook ingin sekali menangis, tapi tidak bisa. Menyebalkan!
“Eo, aku
kesana sekarang.” Yooji bangkit dari duduknya setelah menerima sebuah telepon.
“Jungkook-ah, aku pulang dulu,
Taehyung oppa sudah menungguku di
depan. Annyeong!”
Dan kembali Jungkook di tinggalkan sendirian dalam
suasana hati yang sungguh tak karuan ini. Bahkan pertanyaannya belum Yooji
jawab sedikitpun. Perlahan tangan Jungkook mengorek-orek saku blazer-nya dan menemukan ponselnya
disana. Beberapa angka Jungkook tekan di atasnya. Sebuah panggilan internasional.
“Ayolah, angkat teleponku, Jinie-ya,”
ujar Jungkook dengan memelas.
Tut tut tut!!! Lagi-lagi hanya suara itu yang membalas
panggilan Jungkook. “Terima kasih,” ujar Jungkook lirih lalu kembali
menelungkupkan kepalanya diatas meja.
.
.
.
Jungkook melempar tubuhnya diatas sofa ruang
keluarga Kim. Disana Taehyung dan Yooji sedang asik duduk berdua dengan TV yang
menyala tanpa manfaat, mereka sibuk mengobrol. Jungkook rasa mereka berdua
sedang memancingnya untuk merasa iri, tapi tanpa mereka lakukan, Jungkook pun
sebenarnya sudah merasakannya. Ia benar-benar iri.
“Kau baru pulang?” Myungsoo yang datang dari arah
dapur langsung menghampiri Jungkook dengan sebuah gelas besar di tangannya.
Jungkook dengan segera meraih gelas itu yang Myungsoo letakkan di atas meja. “Ya, ambil sendiri di dapur,” cegah
Myungsoo langsung mengambil gelasnya.
“Ah, hyung. Yang benar saja, tamu mengambil
minumnya sendiri?” protes Jungkook. Ia sungguh sedang kelelahan setelah
seharian melakukan kerja paruh waktu di sebuah toko pakaian. Myungsoo
mengangguk semangat untuk menjawab pertanyaan Jungkook. “Ah, sudahlah. Tidak usah.”
“Ck,
biasanya kau juga mengelilingi rumah ini seenaknya,” sindir Myungsoo. Ya, sejak
kepergian Soojin, itulah kegiatan utama Jungkook. Bahkan ia pernah menginap
seminggu penuh tanpa pulang kerumahnya. Entah apa saja yang di pikirkan anak
itu.
Pada akhirnya Jungkook duduk sendiri di ruang tengah
keluarga Kim. Taehyung sedang keluar bersama Yooji, sedangkan Myungsoo sibuk
memetik gitarnya bersama Soojung di taman belakang. Jungkook menghembuskan
napas berat dan menyandarkan punggungnya di sofa. Sangat lemas seakan ia tak
memiliki tulang sama sekali.
Jungkook membuka dompetnya dan mengeluarkan beberapa
lembar uang darisana. Senyum tipis terkembang di wajahnya. Sebentar lagi, pikirnya. Ya, sebentar lagi ia bisa bertemu dengan Soojin.
Hatinya sungguh bahagia.
Kini giliran ponselnya yang menjadi perhatian. Dan
di chatroom itulah Jungkook akan
selalu terdiam dalam senyum dengan pikiran melayang jauh akan angan. Chatroom-nya dengan Soojin. Dan pesan
terakhir yang gadis itu kirimkan padanya.
Bogoshipda…
Soojin mengiriminya satu kata sederhana itu kemarin
malam. Saat Jungkook sudah mulai putus asa akan menghilangnya Soojin tanpa
berkabar apapun. Sempat geram Jungkook di buatnya karena gadis itu menghubungi
yang lain. Tapi Jungkook ingat bagaimana kata-kata mereka.
“Ia hanya meminta
bantuanku.”
“Aku yang
menghubunginya lebih dulu.”
“Ia memintaku
mengurus surat-suratnya disini.”
“Soojin bahkan
tak menanyakan kabar.”
Dan pesan gadis itu pada Jungkook sudah cukup
membuatnya senang tak terhingga. Meskipun pada akhirnya ia harus mengambil
kerja paruh waktu yang melelahkan, tapi ia tetap senang. Ia akan bertemu dengan
Soojin.
Bagaimana
kabarmu, Kook? Aku sungguh ingin melihat senyummu. Jeongmal bogoshipoyo…
Jungkook dengan semangat mengetikkan beberapa huruf
diatas layar ponselnya. Tak peduli dengan keluhan yang tadi sempat ia utarakan
karena kelelahan. Jungkook tersenyum manis.
Nado bogoshipo.
Tunggulah aku, aku akan menunjukkan senyum ini padamu beberapa hari lagi. Saranghae…
.
.
.
FIN
Komentar
Posting Komentar