Title:
Answer
Scriptwriter:
NanaJji (@nana.novita)
Cast(s):
Jeon Jungkook [BTS] || Kim Soojin
[OC] || Park Jimin [BTS] || Kim Taehyung [BTS] || Park Yooji [OC] || Kim
Myungsoo [INFINITE] || Park Chanyeol [EXO] || and the other cast(s)
Genre:
Romance. Hurt. Family. Friendship.
Duration:
Chaptered
Rating:
Teen
Summary:
Tak perlu ada
yang di salahkan atas semua ini. Yang perlu di lakukan adalah memberikan
jawaban yang baik pada diri sendiri. Jawaban atas jalan kita ke depan.
.
.
.
Myungsoo akhirnya meninggalkan Soojin sibuk sendiri
di dalam kamarnya. Gadis itu sedang mengemas pakaian-pakaian yang biasa ia
gunakan untuk pemotretan. Myungsoo hanya menatap adiknya dengan aneh lalu
melangkah menuruni tangga. Di bawah sana Jimin sedang duduk bersama Taehyung
sambil menonton TV dengan santai. Myungsoo duduk di sebelah Jimin dan melempar
tatapan heran pada laki-laki itu. Seperti biasa, Jimin selalu menjadi orang
pertama yang belakangan ini menjemput Soojin, bahkan tanpa Myungsoo pinta.
“Jimin-ah,
sebenarnya apa yang sudah kau katakan pada Soojin?” tanya Myungsoo dengan
heran. Jimin seketika menolehkan kepalanya kearah Myungsoo dengan penuh tanya.
Perkataan? Bukankah ribuan kata sudah yang ia katakan pada Soojin? Bagaimana ia
bisa tahu begitu saja kata mana yang Myungsoo maksud?
“Kau tahu, belakangan ini Soojin menerima semua job yang di tawarkan, tanpa menolaknya
satupun. Aku bahkan hampir tak pernah melihatnya ada di rumah,” ujar Taehyung
begitu saja. Terkadang ia kesal dengan Myungsoo yang terlalu lama berbasa-basi.
Mengatakan tujuannya secara langsung pastilah lebih baik, tak memakan banyak
waktu.
Jimin merasa di pojokkan. Ia tahu, Taehyung dan
Myungsoo sangat khawatir dengan keadaan Soojin. Tapi bukankah ini lebih baik di
banding gadis itu yang selalu menangis mengingat Jungkook? “Aku hanya
menyuruhnya untuk segera melupakan Jungkook, apa itu salah?”
Myungsoo menggeleng demi menjawab pertanyaan Jimin,
tapi raut laki-laki itu tetap menyatakan bahwa ada yang salah dengan ucapan
Jimin. “Kurasa, Soojin salah mengartikan ucapanmu. Atau mungkin saja ini
merupakan salah satu caranya untuk melupakan Jungkook. Tapi menurutku, semua
ini tidak perlu.”
Kata-kata Myungsoo di akhiri dengan kedatangan
Soojin yang sibuk membawa koper pakaiannya. Baru saja gadis itu pulang dari
sekolah dan sekarang ia harus pergi lagi. “Mau kemana lagi?” tanya Taehyung
yang berdiri guna membantu Soojin membawa kopernya.
“Gomawo, oppa.”
Soojin membiarkan Taehyung membawa kopernya dan mendudukkan diri di samping
kakak tertuanya, Myungsoo. “Oppa,
hari ini aku ada syuting video klip. Mungkin aku akan pulang sangat larut,”
pamitnya pada Myungsoo. Namun laki-laki itu tak segera menjawab, melainkan
sibuk menatap Soojin dengan khawatir.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Myungsoo sambil mengelus
pelan puncak kepala adiknya. Soojin mengangguk antusias. Memang tak ada yang
bisa ia lakukan selain menyibukkan diri. Jika tidak, mungkin ia akan teringat
lagi akan Jungkook.
“Oppa bisa
mengandalkanku.” Soojin berujar dengan ceria, membuat Myungsoo kini mencubit
pipinya dengan gemas. Ya, dia harus mempercayai Soojin. Selama ini ia sudah
mengajarkan hal yang baik pada adiknya, tidak mungkin Soojin akan melakukan
hal-hal buruk. “Oh! Manajerku sudah
datang, aku pergi dulu, oppa!” Soojin
melambaikan tangannya kearah Myungsoo dan Jimin yang duduk di sofa, lalu pada
Taehyung yang baru saja muncul di daun pintu setelah tadi membawa koper adiknya
keluar.
“Hyung,
apa kau tahu Soojin akan menjadi model video klip siapa?” Jimin bertanya begitu
saja pada Myungsoo. Laki-laki itu menggeleng, ia tak pernah tahu soal pekerjaan
Soojin, itu urusan manajernya.
“Memangnya kenapa?” tanya Myungsoo santai sambil
meneguk kopi dingin milik Taehyung.
“Entahlah, hyung.
Firasatku kurang nyaman.”
.
.
.
Soojin tengah sibuk dengan riasannya ketika seorang
laki-laki tinggi menghampirinya. Ia hampir saja terkikik melihat wajah
laki-laki itu, ia lucu. “Jadi, kau model video klip nanti?” tanyanya dengan
suara berat khas laki-laki.
Soojin mengangguk sambil tersenyum kemudian
membungkukkan badannya untuk memberi salam. “Kim Soojin imnida,” sapanya dengan ramah. Laki-laki di hadapannya pun tampak
senang dengan perkenalan Soojin.
“Kim Namjoon.” Laki-laki itu mengulurkan tangannya
kepada Soojin, gadis itu pun membalasnya dengan ragu. Dari wajah serta cara
bicaranya, sepertinya darah Korea tak begitu kental padanya, atau mungkin hanya
pengaruh lingkungan. Namjoon memiliki sedikit aksen Amerika. “Oh, ya. Aku akan menjelaskan beberapa
adegan yang harus kau lakukan bersama penyanyinya nanti. Jadi inti lagunya itu
tentang seorang laki-laki yang kehilangan kekasihnya karena keegoisan dia
sendiri, seperti itu. Ini ada skrip pendek yang bisa kau baca. Dua puluh menit
lagi kita take.”
Penjelasan panjang Namjoon hanya mampu di terima
anggukkan oleh Soojin. Laki-laki itu berucap panjang lebar tanpa mencoba untuk
mengambil napas cepat-cepat. Di dalam hati sebenarnya Soojin begitu takjub. Apa
laki-laki itu adalah seorang rapper?
Gadis itu bertanya-tanya.
Seperginya Namjoon, Soojin menatap cermin rias di
hadapannya. Ia tampak begitu cantik saat itu, tapi Soojin tak pernah menganggap
dirinya pantas untuk semua itu. Ia tak pernah melakukan perawatan lebih untuk
penampilannya, ia tak suka ke salon. Terkadang ia merasa begitu rendah ketika
teman-teman sekelasnya sibuk mengobrol tentang jadwal perawatan kecantikan
mereka dan Soojin bahkan tak pernah melakukannya.
Dilihatnya skrip yang beberapa menit lalu di berikan
Namjoon. Terdapat beberapa scene yang
harus Soojin lakukan disana. Dan di lembar terakhir, Soojin menemukan lirik
lagu yang akan di buat musik videonya hari itu. Love is Not Over. Itu yang tertulis disana. Di bawah judul itu,
Soojin menemukan nama pencipta lagunya. Saat itu pula, Soojin merasa menyesal
telah mengiyakan semua tawaran job
yang di tujukan padanya.
“Terlalu biasa kau selalu menundukkan kepalamu itu.
Kau tidak serendah apa yang kau pikirkan.”
Sebuah suara memaksa Soojin untuk mendongakkan
kepalanya. Melalui pantulan cermin di hadapannya, Soojin dapat melihat dengan
jelas siapa pemilik suara itu. Jeon Jungkook. Ya, dia penyanyi itu, dia pula
yang telah menciptakan lagu itu, tak lupa juga Soojin akan adegan yang akan ia
lakukan berdua bersama Jungkook. Air mata gadis itu hampir saja menetes, tapi
segera di tahannya.
“Menundukkan kepala terdengar lebih baik di
bandingkan selalu mendongakkan kepalamu tinggi-tinggi.” Soojin menatap
lekat-lekat netra Jungkook melalui pantulannya di cermin. Ia cukup mampu untuk
menatap bayangannya saja, tapi untuk menatap sosok itu secara langsung, Soojin
rasa ia tak akan sanggup.
“Ya, ini memang salahku. Aku minta maaf.”
Soojin hampir menjerit tak percaya mendengar
kata-kata Jungkook. Tidak pernah Soojin mendengar pengakuan bersalah serta kata
maaf itu sekalipun dari mulut laki-laki yang dulu adalah kekasihnya. Bahkan
sebagai kekasih ia tak pernah melakukan itu. Tapi saat ini hubungan mereka
sudah berakhir dan Jungkook mengatakannya pada Soojin.
“Kau tahu kan, Kook? Bahwa penyesalan selalu datang
terakhir. Karena jika kau menyadarinya lebih awal, maka semua ini tidak akan
pernah terjadi.”
Soojin mengakhiri kalimatnya dengan senyum sarkasme.
Ia berdiri lalu meninggalkan Jungkook terdiam kaku di tempatnya. Menyesali
segala tingkah serta sikapnya kepada gadis itu. Dan sangat menyesal ketika saat
ini ia sama sekali tak memiliki kesempatan untuk memperbaiki segalanya.
.
.
.
“Apa?! Dia membatalkan semua job itu?!!” Myungsoo berteriak tak percaya dengan ponsel menempel
di telinga kirinya. Ia tak habis pikir dengan apa yang ia dengar dari sambungan
telepon seberang. Chanyeol yang masih tetap duduk di sofa sambil memetik
gitarnya hanya mampu diam mendengar nada suara Myungsoo, begitu juga dengan
raut wajahnya yang tampak begitu marah. “Yeol, sepertinya aku harus segera
pulang,” ujar Myungsoo sambil menolehkan kepalanya kearah Chanyeol. Sahabatnya
itu pun menganggukkan kepalanya pelan, ia begitu mengerti kesusahan yang sedang
Myungsoo rasakan saat ini. Setelahnya, Myungsoo langsung berjalan menuju pintu
sambil melanjutkan perbincangannya melalui telepon.
Chanyeol menatap kepergian Myungsoo yang hilang di
balik pintu rumahnya. Tatapan itu kemudian beralih ke taman samping rumahnya,
dimana adiknya kini tengah duduk di samping Taehyung. Park Yooji. Chanyeol sama
sekali tak mengerti apa yang ada di pikiran Yooji saat ini. Bahkan setelah
kemarin Chanyeol dengan berani mengatakan kepada Taehyung bahwa adiknya itu
menyukainya, laki-laki itu masih bisa bersikap sangat dingin pada Yooji. Dan
yang lebih mengherankan lagi, karena Yooji juga tahu akan hal itu, dan ia masih
mengekor di belakang Taehyung.
“Ya! Aku
ingin keluar membeli minum, apa kalian mau menitip sesuatu?” Chanyeol berteriak
dari ruang tengah kearah kedua makhluk yang sibuk duduk berdua dalam diam.
Yooji dan Taehyung seketika menoleh dan menatap Chanyeol yang sedang berkacak
pinggang. Ia heran, mengapa dua orang itu sangat betah dengan keadaan mencekam,
bahkan dengan hanya diam seperti itu tampak lebih horror di bandingkan dengan
film hantu.
Taehyung berdiri lalu menghampiri Chanyeol. “Aku
ikut denganmu, hyung,” ujarnya pelan.
Dan Chanyeol tahu persis kalimat apa yang akan mengiringi ucapan Taehyung
barusan.
“Oppa, aku
juga ikut.”
Yah, persis seperti yang selalu terjadi. Kalimat itu
muncul dari bibir Yooji. Chanyeol menghembuskan napas lelah. Ia yang cukup
melihat mereka saja merasa penat, apa mereka yang menjalaninya tak merasa
begitu? Chanyeol menarik Yooji untuk berdiri diantaranya dan Taehyung,
melingkarkan tangannya di lengan Yooji, dan memaksa Taehyung untuk melakukan
hal yang sama.
“Kita harus berjalan seperti ini sampai waktu yang
aku tentukan,” perintah Chanyeol. Taehyung hanya diam tak menanggapi, sementara
Yooji terkejut dengan tingkah kakaknya itu. Apa semua sudah tampak terlalu
jelas hingga Chanyeol melakukan hal seperti ini demi adiknya itu? Yooji
bertanya-tanya.
Bahkan dengan keberadaan Chanyeol disana tak mampu
mengubah apapun. Tak peduli dengan orang-orang yang memandang aneh kearah
mereka, ketiga orang itu sampai di depan sebuah minimarket. Sebuah pemandangan menarik perhatian mereka. Di salah
satu bangku, Myungsoo duduk sendirian.
“Ada apa, Myung?” Chanyeol langsung menghampiri
Myungsoo yang tampak melamun, sementara Taehyung dan Yooji langsung di
dudukkannya di bangku sebelah Myungsoo.
“Soojin dimana, hyung?”
Pertanyaan Taehyung membuat semuanya keheranan, jelas sekali bahwa Myungsoo
begitu murung, dia bahkan tak bertanya perihal keadaan kakaknya. Myungsoo hanya
diam sambil mengendikkan bahu.
Soojin semakin tak mampu di tebak belakangan ini.
Jika saja Myungsoo di berikan kesempatan untuk bertemu Jungkook−si akar
permasalahan ini−mungkin Myungsoo sudah menghajar laki-laki itu. Dia sudah
membuat Soojin berkorban begitu banyak dan dengan mudahnya ia menyia-nyiakan
semua itu.
“Jadi, sebenarnya ada apa, Myung?” Kembali Chanyeol
bertanya dengan hati-hati. Ia tahu, begitu susah ada di posisi Myungsoo saat
ini karena Chanyeol sendiri mengalaminya. Seringkali di tengah malam ia
mendengar isak tangis dari kamar Yooji. Atau pun melihat Jimin yang bahkan tak
pernah ada di rumah untuk mengawasi Soojin. Menjadi kakak ternyata tak seenak
kelihatannya. Kasihan, mereka harus mengalami perdebatan dengan perasaan
separah itu.
“Soojin benar-benar membatalkan semua job-nya ke depan. Ku dengar dari Jimin, job terakhir yang Soojin garap adalah
pembuatan video klip untuk lagu Jungkook. Kurasa itu sebabnya.”
Myungsoo menelungkupkan kepala di atas meja bundar
itu. Mereka tinggallah berdua, sementara Taehyung masuk untuk memesan mie cup dan akan selalu ada Yooji di belakangnya.
“Kau mau rasa apa?” tanya Taehyung sambil memilih mie cup di atas rak.
“Samakan saja dengan milik oppa.” Taehyung langsung melirik Yooji yang berdiri di sampingnya.
Tangannya terhenti begitu saja untuk mengambil mie cup.
“Bisakah kau berhenti mengikutiku?” ujar Taehyung
masih dengan nada cueknya dan kembali memilih beberapa rasa mie cup di tangannya. “Bukankah ini tampak
tidak menyenangkan?”
Kata-kata Taehyung itu mampu membuat Yooji diam di
tempat. Matanya mulai berkaca-kaca. Ia tak mampu berkata apa lagi atas
penolakan Taehyung yang kesekian kali. Mungkin ini memang salahnya yang begitu
membangkang. Jelas sudah bahwa tak ada harapan baginya untuk bersama Taehyung,
tapi ia tetap bersikeras. Hingga pada akhirnya ia merusak semua hubungan baiknya
dengan Taehyung, hingga membuat laki-laki itu kini tak nyaman akan
keberadaannya.
“Jangan pernah mengikutiku lagi, tapi berjalanlah di
sebelahku, Yooji-ya.”
Air mata Yooji terlanjur menetes. Namun kalimat
Taehyung itu apa maksudnya? Apa yang sebenarnya ia ingin Yooji lakukan?
“Jalanlah seperti ini di sebelahku.”
Taehyung menarik tangan Yooji dan menggenggamnya
erat, menuntun perjalanan mereka berdua menuju kasir. Yooji harap ini bukan
sekadar mimpi. Taehyung yang dingin itu kini menggenggam tangannya.
“Oppa…”
“Tetaplah seperti ini, Yooji-ya. Jangan pernah biarkan aku melangkah sendirian.”
.
.
.
“Myung, kurasa mereka sudah baikan,” bisik Chanyeol
pelan di samping Myungsoo. Mereka tengah berjalan di belakang Taehyung dan
Yooji yang akhirnya jalan bersebelahan. Senyuman tipis mengembang di bibir
Myungsoo.
“Apa itu yang kau maksud baikan, Yeol? Mereka bahkan
berpegangan tangan.” Myungsoo menahan tawanya. Ini benar-benar lucu. Ia tak
menyangka Taehyung yang sedingin itu mampu berbuat romantis di depannya. Yooji
pastilah sangat senang saat ini.
“Entahlah, Myung. Aku sama sekali tak mengerti apa
yang ada di pikiran mereka. Tapi jujur saja, mereka membuatku iri.” Chanyeol
mengeluh di akhir kalimat yang akhirnya mengundang tawa dari Myungsoo. Rasanya
sudah begitu lama tak mendengar tawa lepas Myungsoo akibat tumpukan masalah
yang mereka alami belakangan ini.
“Sudah ku katakan padamu untuk segera mencari
kekasih, kan? Jadi jangan salahkan orang lain jika sekarang kau merasa iri.”
Myungsoo masih tak dapat menghentikan tawanya. Menurut Myungsoo, Chanyeol
adalah orang yang sempurna. Ia baik, pintar, bijaksana, tampan pula. Namun
sayangnya sampai sekarang ia bahkan masih sendiri.
“Melihat masalah adik-adik kita belakangan ini malah
membuatku semakin mengurungkan niat untuk mencari kekasih, Myung. Masalah
perasaan itu terlalu rumit. Belum lagi orang di sebelahku ini yang memiliki
kekasih tapi tampak selalu sendiri, hahaha.”
Myungsoo melirik tajam kearah Chanyeol. Tentu saja
orang yang di maksud adalah Myungsoo sendiri. Ia sadar. “Soojung sedang pergi
ke California untuk bertemu keluarganya sekaligus liburan. Tidak perlu
menyindirku seperti itu.”
Tiba-tiba saja langkah mereka terhenti akibat kedua
orang di depannya. Siapa lagi kalau bukan Taehyung dan Yooji. Tapi penyebab
utamanya hanyalah satu orang yang kini ada di hadapan mereka semua.
“Jeon Jungkook!” seru Yooji tak percaya. Laki-laki
itu hanya menggunakan hoodie dan
masker untuk penyamarannya, tentu saja Yooji masih bisa mengenalinya. Semua
orang disana tak terkecuali Jungkook juga ikut terkejut. Laki-laki itu menahan
napasnya seketika. Bertemu dengan Taehyung dan Yooji membuatnya kembali
teringat akan kejadian waktu itu di ruang musik. Dan melihat dua orang pria di
belakang sungguh membuat Jungkook merasa kecil. Pria satunya sangat tinggi dan
satunya lagi tengah menatapnya dengan sangat tajam.
“Jadi, kau yang punya nama Jeon Jungkook itu? Akhirnya
kita bisa bertemu juga.” Myungsoo sudah mengepalkan tangannya erat-erat siap
untuk melayangkannya kearah Jungkook. Namun dengan segera tangan Chanyeol di
sebelahnya menghalangi.
“Untuk apa kau ada di sekitar sini? Kau tidak takut
ada fans fanatik yang akan
mengenalimu?” Chanyeol bergilir angkat bicara sambil meredam emosi Myungsoo di sebelahnya.
Apapun itu, ia tak akan membiarkan semua berakhir dengan bangku hantam.
“Ternyata berani juga kau menampakkan batang
hidungmu lagi di hadapanku.” Satu kalimat tajam lagi yang Jungkook dapatkan
dari Taehyung. Ia kini mengerti bagaimana perasaan di bully itu, dan benar-benar paham tentang ketakutan yang Soojin
rasakan selama ini akibatnya. Ya, kondisi ini persis sebuah persidangan dan ia lah
yang menjadi tersangka. Jungkook resmi bersalah dalam kasus ini.
“Oppa!”
Teriakan itu mengalihkan mereka semua pada
sumbernya. Jauh beberapa meter di belakang Jungkook, Soojin berdiri kaku dengan
Jimin di sebelahnya. Ketika manik itu bertemu tatap dengan Jungkook, senyum
Soojin langsung luntur begitu saja.
“Apa yang kau lakukan disini?” tanyanya sarkastis.
Tapi entah apa yang ada di pikiran Jungkook saat
itu. Ia membalikkan badan lalu melangkah mendekati Soojin. Setelahnya ia meraih
tangan gadis itu dan membawanya berlari menjauh. Memegangnya erat, sama sekali
tak membiarkannya terlepas.
.
.
.
“Lepaskan, Kook!”
Soojin menjerit keras, yang berhasil menghentikan
langkah cepat Jungkook yang membawanya. Tangannya masihlah di pegang erat oleh laki-laki
itu. Jungkook berbalik lalu menatap gadis itu. Dengan paksa Soojin melepas
pegangan Jungkook. “Lepaskan!” ujar Soojin lirih. Bulir air mata di kelopaknya
tak mampu lagi ia tahan. Gadis itu mulai terisak.
Jungkook segera saja membawa Soojin ke dalam
pelukannya. “Maafkan aku, Jinie-ya.”
Jungkook mempererat pelukannya saat Soojin mulai memberontak. Tak seharusnya ia
ada di situasi itu lagi. Sudah begitu susah baginya untuk melupakan Jungkook,
meskipun sampai saat ini hal itu belum ia raih. Ia tak bisa melupakan Jungkook.
“Kau jahat, Kook!” Soojin memukul keras dada
Jungkook, ia tak mampu melepaskan diri. Dan lebih dari itu, sesungguhnya ia
merindukan pelukan Jungkook. Soojin ingin seperti ini dalam waktu yang lama.
Beberapa menit berlalu, tangis Soojin sudah mereda. Mereka
duduk di bangku taman yang cukup sepi. Hanya beberapa sepasang kekasih ataupun
anak sekolahan yang masih menggunakan seragam bergosip dengan teman mereka.
Soojin hanya diam, ia tak mau memulai pembicaraan. Ia
tak mampu, atau air matanya akan menetes lagi. Jungkook sendiri tak tahu
bagaimana caranya menghadapi situasi ini. Gadis di sampingnya ini telah mampu
membuatnya diam tak berdaya, tak mampu berpikir, apalagi bertindak. Beberapa gadis
sekolah yang sibuk bergosip mulai mengalihkan perhatian Soojin dan Jungkook.
“Hei, apa kalian
sudah menonton teaser lagu terbaru Jungkook oppa?”
“Sudah, sudah. Dan
aku benar-benar kesal dengan gadis yang menjadi modelnya. Menyebalkan! Kenapa ia
harus dekat-dekat seperti itu dengan kekasihku!!”
“Ya! Jangan asal
bicara. Aku dengar-dengar. Si model itu adalah mantan kekasih Jungkook oppa.”
“Heol! Berani-beraninya
ia menampakkan wajah di satu layar dengan Jungkook oppa, terkenal juga tidak! Pasti ia sudah merayu Jungkook oppa dengan cara yang murahan!!”
Dan kalimat-kalimat hinaan lain yang tak mampu lagi
Soojin dengarkan. Ia mulai bangkit dari duduknya. Namun, tangan Jungkook
menahannya. Laki-laki itu ikut bangkit, melepaskan hoodie serta masker yang akhirnya menampakkan jelas wajahnya.
“Ya! Berita
macam apa itu, hah? Dia tetap
kekasihku dan akan terus menjadi kekasihku!” labrak Jungkook pada gerombolan
gadis itu yang hanya mampu melongo menatap Soojin dan Jungkook yang berdiri di
hadapannya.
Kembali Soojin hanya diam. Melihat perlakuan dan
kemarahan Jungkook saat ini membuatnya benar-benar goyah. Masihkah Jungkook
mencintainya? Haruskah ia kembali pada laki-laki itu meski sesungguhnya Soojin
sangat ingin?
Dan akhirnya hati Soojin luluh untuk yang kesekian
kalinya akibat laki-laki bernama Jeon Jungkook itu.
“Kook, tolong katakan padaku yang sejujurnya,” ujar
Soojin lirih. Mereka kembali duduk di bangku itu setelah gerombolan anak
sekolahan itu pergi. Jungkook tak lagi memakai hoodie serta maskernya. Ia membiarkan wajahnya tampak begitu jelas,
tak heran jika beberapa orang memperhatikan mereka berdua sambil
berbisik-bisik.
“Sejujurnya? Tentang apa?” tanya Jungkook polos. Wajahnya
masih tampak merah karena emosi meskipun nada bicaranya ia buat setenang
mungkin.
“Tentang apapun itu. Aku memberikanmu waktu untuk
menjelaskan semuanya sekarang.”
“Baiklah, mungkin bisa saja kau tidak percaya, tapi
aku sudah mengatakan yang sejujurnya. Aku hanya tidak ingin kau ter-bully seperti itu. Aku sungguh tak
pantas menjadi kekasihmu, Jini-ya. Aku
tak pernah melakukan atau mengorbankan sesuatu untukmu. Sedangkan kau telah
mengorbankan segalanya. Tapi aku sungguh senang melihatmu sudah bahagia bersama
laki-laki lain saat ini.”
Cih, bahagia? Soojin mendecih dalam diam. “Laki-laki
lain? Siapa?” Soojin semakin tak mengerti saja arah pembicaraan ini. Apa sesungguhnya
Jungkook jujur atau hanya mencari alasan?
“Laki-laki yang waktu itu bersamamu di warung makan,
yang menjemputmu di gerbang sekolah, yang tadi datang bersamamu. Dia benar-benar
menyayangimu dan aku tak seberapa di bandingkan dia yang bisa selalu ada
disisimu. Maafkan aku.”
“Bisakah kau berhenti mengucapkan kata maaf, Kook? Aku
tak membutuhkannya. Sebuah tindakan, itu yang aku perlukan. Bukan hanya
kata-kata semata. Maksudmu, Jimin oppa?
Dia kakak Yooji dan aku sudah menganggapnya sebagai kakakku sendiri.”
Entah mengapa, setelah mendengar penjelasan
Jungkook, hati Soojin terasa lebih tenang. Dan melihat kesalahpahaman Jungkook
membuat Soojin kini tersenyum tipis. “Jadi aku salah?” tanya Jungkook polos. Soojin
mengangguk sambil menahan tawa. Kemarahan Soojin sungguh hilang seketika
melihat wajah polos Jungkook.
Di tengah tawa kecilnya, Jungkook meraih tangan
Soojin dan menggenggamnya erat. “Jinie-ya,
bisakah kita memperbaiki semuanya? Tidak. Maksudku, bisakah aku memperbaiki
diriku agar layak untukmu?”
Tawa Soojin pun terhenti. Hatinya berdesir keras,
degup jantunya tak mampu ia kendalikan. “Jeon
Jungkook, kenapa kau membuatku seperti ini lagi??” jerit Soojin di dalam
hati. Gadis itu hanya mampu diam. Berpikir dengan otak dan juga perasaannya. Soojin
tak mau menyesal lagi, meski sesungguhnya ia masihlah sangat mencintai
Jungkook.
“Aku masih mencintaimu, Jinie-ya. Masih sama sejak pertama kali aku bertemu hingga sekarang, sama
sekali tak berubah.” Genggaman tangan Jungkook semakin erat. Namun Soojin
melonggarkan genggaman itu perlahan.
“Mungkin semuanya butuh waktu, Kook. Ini tidak
semudah kata itu terucap. Lagi pula kau juga harus memikirkan resiko atas
tindakanmu saat ini? Bagaimana kau bisa menjelaskan jika esok pagi foto kita
telah tersebar di semua media? Apa yang akan kau katakan?”
Soojin berhasil mengutarakan keraguannya. Andai saja
Jungkook bukan siapa-siapa, hanya orang rendah yang sama seperti Soojin,
mungkin tak perlu banyak pertanyaan untuk menjawab kalimat Jungkook. Soojin akan
langsung menjawab iya, namun karena Jungkook berbeda, maka semuanya pun akan
berbeda.
“Bahwa kau adalah kekasihku. Aku akan mengakui semua
itu di media besok. Dan aku tak akan pernah membiarkanmu terjangkit
berita-berita bodoh ataupun tersentuh oleh tangan-tangan kotor itu lagi. Aku
berjanji,” ujar Jungkook dengan serius. Ia sungguh ingin berubah. Apapun itu
agar ia tetap bisa bersama Soojin.
“Aku harap kau bisa memegang janjimu itu, Kook.”
.
.
.
FIN
Komentar
Posting Komentar