Title:
Answer
Scriptwriter:
NanaJji (@nana.novita)
Cast(s):
Jeon Jungkook [BTS] || Kim Soojin
[OC] || Park Jimin [BTS] || Kim Taehyung [BTS] || Park Yooji [OC] || Kim
Myungsoo [INFINITE] || Park Chanyeol [EXO] || and the other cast(s)
Genre:
Romance. Hurt. Family. Friendship.
Duration:
Chaptered
Rating:
Teen
Summary:
Tak perlu ada
yang di salahkan atas semua ini. Yang perlu di lakukan adalah memberikan
jawaban yang baik pada diri sendiri. Jawaban atas jalan kita ke depan.
.
.
.
Seminggu berlalu, Jungkook tak pernah sekalipun
melihat Soojin. Ia pun tak pernah pergi ke sekolah, mengingat persiapan album
terbarunya sedang giat dilakukan. Suasana bulan Desember memang begitu dingin,
Jungkook sibuk mengeratkan mantel ketubuhnya. Sambil melangkah menuju rumah
makan di dekat gedung perusahaannya, Jungkook merutuk kesal.
“Namjoon hyung
seenaknya menyuruhku membeli makanan, padahal aku kan penyanyinya!” Kesal
sekali ia dengan produsernya itu. Ia bahkan baru saja selesai latihan vokal dan
kini harus berkutat dengan udara dingin di luar. Dengan hoodie serta masker, Jungkook rasa itu cukup untuk menutupi
wajahnya. Semoga fans-fans gila tak
mengenalinya.
Jungkook memasuki rumah makan itu dan duduk di salah
satu bangku sambil menunggu pesanannya. “Aku makan disini saja, biarkan saja
Namjoon hyung menunggu lama. Dia
menyebalkan!”
Sambil menatap ponselnya, Jungkook diam terpaku. Ia
membuka percakapannya dengan Soojin. Sama sekali tak pernah menghapus semua
pesan-pesan itu. Jungkook selalu membaca pesan itu kembali, tak tahu berapa
kali sudah ia membacanya, namun ia sama sekali tak pernah bosan. Ingin sekali
ia membuat percakapan baru disana, tapi pesan terakhir Soojin selalu
menghentikan niatnya.
Beruntung sekali ponselnya itu bisa terselamatkan
dan semua isi di dalamnya, termasuk pesan itu dan foto-fotonya bersama Soojin.
Jika tak ada semua itu, Jungkook tak tahu lagi bagaimana hari-harinya bisa
berlalu.
Jungkook mendecih. Berlalu dengan baik? Tidak juga.
Setelah semua kata perpisahan itu, harinya sama sekali tak pernah baik. Suram,
begitu ia mengatakannya. Kenangan-kenangan manis itu selalu menghantuinya. Di
malam hari, pagi hari, dan di setiap kesempatan, gadis itu selalu menelusup ke
dalam otaknya. Heran. Ia tak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Apa
Soojin memakai ilmu magis untuk semua ini? Jungkook rasa ia tak akan pernah
bisa lepas dari gadis itu.
Jungkook akhirnya mendongakkan kepalanya setelah
sekian lama ia terpaku pada ponsel itu yang menampilkan pesan terakhir Soojin.
“Selamat
tinggal, Jeon Jungkook.”
Jungkook menghela napas berat lalu memasukkan ponsel
hitam itu ke dalam saku blazer-nya.
Lama sekali pesanannya datang. Jungkook hampir mati menunggu, untung saja ia
masih bisa menahan laparnya. Jika tidak, ia mungkin sudah meninggalkan rumah
makan itu. Mata Jungkook berkeliling memperhatikan seluruh isi rumah makan itu.
Keadaannya cukup sepi, jadi Jungkook tak begitu khawatir untuk makan disana.
Mata Jungkook kini tak sengaja menangkap seorang
laki-laki dan perempuan yang sedang berdiri membelakanginya sambil memesan
makanan. Rambut hitam panjang yang terurai, kurus, dengan tinggi lebih dari 165
cm, gadis itu benar-benar tampak seperti Soojin. Gadis itu kini tertawa dengan
laki-laki di sebelahnya. Suara tawa itu juga begitu mirip.
Jungkook menggeleng cepat. Tidak, tidak. Itu bukan
Soojin, pasti Jungkook sedang mengkhayal karena terlalu sering memikirkan gadis
itu. Ya, ini semua karena ia terlalu sering memikirkannya. Tidak mungkin itu
Soojin. Mereka berdua tampak seperti sepasang kekasih, tidak mungkin Soojin
mendapatkan penggantinya secepat ini. Bahkan untuk berhenti memikirkan gadis
itu saja, Jungkook tak bisa. Bagaimana Soojin bisa dengan mudah mendapatkan
kekasih baru? Sekali lagi, itu tidak mungkin.
Setelah semua pertengkaran di dalam dirinya, kini
Jungkook terpaksa menerima kenyataan pahit di hadapan matanya. Gadis itu
berbalik dan benar, dia adalah Soojin. Dan laki-laki di sebelahnya pastilah
kekasih Soojin. Mereka tampak bahagia dan tertawa bersama.
Jungkook terus memperhatikan Soojin dan laki-laki di
sebelahnya−statusnya masih tidak di ketahui. Tapi tak sedikitpun tatapan Soojin
mengarah padanya. Apa gadis itu tak menyadari kehadiran Jungkook disana? “Ah,
Soojin memang selalu begitu,” ucap Jungkook dalam hati, ia bahkan hampir
lupa tentang tingkah kekasihnya itu. Sangat sedikit waktu yang ia habiskan
bersama Soojin selama ini, Jungkook terlalu sibuk dengan urusannya. Laki-laki
itu menyesal sekarang. Andai ia memperhatikan kekasihnya dengan lebih, mungkin
lebih banyak kenangan yang akan ia ingat.
“Oppa, aku
ke kamar kecil sebentar.”
Samar-samar Jungkook mendengar percakapan kedua
orang itu. Soojin bangkit dari duduknya lalu pergi ke toilet yang letaknya di
belakang. Jungkook kini bimbang, ingin mengikuti gadis itu tapi ia ragu.
Haruskah ia bertindak seperti itu? Tapi hati kecilnya ingin sekali memperbaiki
kehancuran ini. Ia ingin bersama Soojin lagi.
Dan pilihannya jatuh pada kata hati. Jungkook
berdiri lalu mengikuti langkah Soojin. Gadis itu memasuki toilet wanita dan
Jungkook hanya bisa menunggu di depan pintu sambil menyandarkan tubuhnya di
tembok. Soojin keluar dari toilet seperti biasa, tapi kemudian ia merasa
tangannya di tarik seseorang. Gadis itu langsung membalikkan badannya dan
menemukan siapa pelaku itu.
“Kook?!” Gadis itu berucap tak percaya. Matanya
menatap Jungkook lama. Benarkah itu Jungkook? Jungkook yang dulu miliknya tapi
tidak lagi? “K-kau disini?” tanya Soojin tergagap. Meski selama ini ia sudah
berusaha melupakan Jungkook, ia akui telah gagal saat ini. Jantungnya berdegup
begitu kencang, masih sama seperti dulu ketika awal ia mengenal Jungkook.
Soojin masih mencintai laki-laki itu.
“Soojin-ah,
siapa laki-laki itu?” tanya Jungkook langsung pada inti masalah. Laki-laki itu
kini menatap Soojin dalam. Sungguh, rasanya sudah begitu lama ia tak manatap
wajah ini. Ia merindukannya. Soojin pun mau tak mau ikut menatap Jungkook. Tak
jauh berbeda dari laki-laki itu, Soojin juga sangat merindukan Jungkook. Tapi
dengan segera Soojin melepaskan pegangan Jungkook di tangannya dan memalingkan
wajah. Ia baru saja dalam tahapan ‘cukup baik’ setelah Jungkook
mengkhianatinya, ia tak boleh terbuai lagi oleh laki-laki itu atau ia akan
terpuruk lagi. “Apa dia kekasihmu?”
Jungkook melirik kearah tempat duduk Soojin tadi,
dan mendapati laki-laki yang datang bersama Soojin kini tengah duduk dengan
santai menunggu gadis itu. Soojin yang mengikuti arah pandang Jungkook akhirnya
mengerti akan pertanyaan laki-laki itu. Sebelum menjawab, Soojin menarik napas
dalam. Sekali lagi, ia menguatkan hatinya.
Soojin tersenyum simpul. “Secepat itu kau
melupakanku? Apa aku bagimu, Jinie-ya??”
Jungkook mulai terbawa amarah. “Ini tidak
mungkin,” sugestinya pada diri sendiri.
“Lalu, apa aku bagimu? Kau bahkan tak pernah
memperhatikanku, Kook! Bagaimana aku bisa bertahan bahkan untuk orang yang tak
menghargai pengorbananku? Kau harus tanyakan hal itu pada dirimu sendiri.”
Gadis itu langsung pergi meninggalkan Jungkook yang
kini berdiri kaku. Sebulir air mata menuruni pipi Jungkook, ia masih terpaku
melihat kepergian Soojin bersama laki-laki itu.
“Ya, aku memang tak pantas untuk di perjuangkan.”
.
.
.
Yooji sibuk mengetikkan sesuatu di ponselnya dan
menempelkan benda balok itu di telinga. Kemana perginya Taehyung? Sedaritadi
Yooji hubungi tetapi tak kunjung ia jawab. Yooji melepaskan ponsel itu dari
telinganya dengan kesal. Kalau saja bukan karena Taehyung yang meminta, Yooji
tak akan pernah melakukan hal seperti ini. Sekali lagi, Yooji mencoba untuk
menelepon Taehyung.
“Halo?”
Akhirnya terdengar jawaban dari seberang. “Oppa, kemana saja? Kenapa tidak
mengangkat teleponku? Aku sudah menelepon oppa
berkali-kali!” Dengan kesal Yooji mengoceh pada Taehyung. Apa ia tak tahu bahwa
gadis itu mengorbankan diri untuk bolos sepuluh menit sebelum bel pulang
sekolah? Dan sekarang semua anak sekolah sudah pulang, ia bisa mati jika
gurunya menemukan ia berdiri di depan sekolah lain.
“Wae?”
Lagi-lagi hanya satu kata dari Taehyung untuk menjawab kalimat panjang Yooji.
Gadis itu menghela napas sejenak. Ia sungguh tak berdaya jika semua hal
menyangkut Taehyung. Laki-laki itu telah menjungkirbalikkan dunia Yooji hingga
gadis itu tak bisa berpikir baik. Apapun itu, ia akan tetap senang jika itu
adalah Taehyung.
“Shinah tadi meneleponku, dia bilang anak itu sudah
sekolah hari ini. Sekarang aku ada di depan sekolah Soojin, cepatlah kemari,”
ujar Yooji sambil memendam amarahnya. Panggilan telepon langsung terputus.
Bahkan Taehyung tak mengucapkan ‘kata-kata penutup’. Anak itu selalu
menyebalkan!
Dua puluh menit berlalu, akhirnya wajah Taehyung
muncul juga di hadapan Yooji. Deru napas laki-laki itu terdengar jelas.
Pastilah ia berlari dari rumah yang jaraknya tak bisa terbilang dekat dari
sekolah Soojin. “Ku kira oppa tak
akan datang,” ujar Yooji basa-basi.
“Ayo masuk!”
Yooji mengatupkan giginya kesal. Bisakah Taehyung
membalas ucapan Yooji dahulu sebelum membuat kalimat dengan topik lain?
Hargailah gadis itu sedikit, Kim Taehyung! Yooji hanya bisa mengekor di
belakang Taehyung dengan wajah kesal. Sekolah itu tentu saja sudah sepi,
mengingat sudah sekitar setengah jam lalu bel pulang berbunyi. Yooji tak tahu
apa sebenarnya yang ingin Taehyung lakukan, laki-laki itu hanya meminta untuk
di temani, sama sekali tak menjelaskan tentang tujuannya datang ke sekolah itu.
“Oppa, apa
yang akan kita lakukan? Mencari Soojin?” Taehyung tetap tak menjawab. Ia sibuk
mengetik ini dan itu diatas ponselnya. Setelah beberapa menit Taehyung sibuk
dengan ponselnya. Ia kini menatap Yooji.
“Kau tahu dimana ruang musiknya?” Yooji jelas-jelas
menggeleng. Ayolah, itu bukan sekolahnya, bagaimana ia bisa tahu letak ruang
musik dimana? “Kau bisa tanyakan pada Shinah kan?”
“Ah, ya.
Aku akan menelepon Shinah sekarang.” Yooji langsung saja meraih ponselnya dan
menelepon Shinah seperti yang ia katakan. “Ruang musik ada di koridor dua,
ruangan paling pojok barat, itu kata Shinah,” jelas Yooji setelah sambungan teleponnya
dengan Shinah terputus.
Taehyung langsung melangkahkan kakinya menuju
koridor dua, namun baru selangkah, Yooji menarik tangan laki-laki itu. Taehyung
berbalik untuk menatap Yooji penuh tanya. “Wae?” tanya Taehyung seperti biasa.
Yooji menatap Taehyung dengan raut sedih. Ia tak
bisa di perlakukan seperti ini terus oleh Taehyung. “Aku tidak akan ikut
sebelum oppa memberitahuku apa yang sedang kita lakukan,” ujar Yooji akhirnya.
Tak tahu lagi ia harus berkata apa, hanya kata itu yang ingin ia ucapkan saat
ini, dan berharap bahwa Taehyung bisa sedikit mengerti tentang ia yang tak akan
terus mengikuti apa kata Taehyung.
“Mencari Jeon Jungkook,” jawab Taehyung lalu kembali
melangkah. Yooji hanya bisa diam kaku di tempatnya ketika mendengar jawaban
Taehyung. Itu sama sekali bukan jawaban yang Yooji inginkan, ia ingin kalimat
yang lebih panjang dari itu. Menyadari Yooji yang tak mengikutinya, Taehyung
melangkah menuju gadis itu. Berdiri di hadapannya dan menatap dalam mata Yooji.
“Aku sudah menjawabnya bukan? Jadi sekarang kau harus ikut denganku.” Taehyung
meraih tangan Yooji dan menggenggamnya erat, membawa gadis itu untuk
mengikutinya. Sampai kapanpun, Taehyung akan membuat gadis itu mengikutinya.
Sampai di depan ruang musik, Taehyung dan Yooji
sudah menemukan Jungkook ada di dalam. Jungkook tengah sibuk memainkan pianonya
seiring dengan lagu Hold Me Tight
yang mengalun dari mulutnya. Lagu itu adalah lagu untuk album barunya yang mengingatkannya
dengan Soojin. Ingin sekali ia menyanyikan lagu ini untuk Soojin, tapi Jungkook
tak akan bisa melakukannya. Ia sudah tak punya hak apapun lagi atas gadis itu.
Jungkook melirik jam dinding di ruangan itu, sudah
sepuluh menit lamanya ia menunggu, tapi Soojin belum juga datang. Ya, tepat
sebelumnya Soojin mengirim pesan pada Jungkook, katanya ia ingin bertemu di
ruang musik. Meski dengan nomor yang berbeda, tapi Jungkook yakin bahwa
Soojinlah si pengirim pesan, karena hanya Soojin dan orangtuanya yang
mengetahui nomor pribadi yang ia sembunyikan.
“Menunggu Soojin?”
Jungkook langsung menolehkan kepalanya kearah sumber
suara, dimana disana Taehyung dan Yooji mulai melangkah menemuinya. Firasat
Jungkook mulai buruk, ia tak tahu siapa dua orang itu, dan mengapa mereka bisa
tahu tentang Soojin? Siapa mereka sebenarnya?
“Ternyata kau masih peduli dengan Soojin, ya?
Taehyung berujar lagi. Ia bersandar di samping piano yang Jungkook mainkan
sambil menatap Jungkook tajam. Sementara Yooji hanya bisa terdiam melihat
Taehyung. Ia sama sekali tak menyangka bahwa Taehyung bisa bersikap sedingin
itu. Yooji kira selama ini sikap Taehyung kepadanyalah yang begitu dingin.
Bahkan tatapan Taehyung sekarang seakan begitu menyayat tajam bagi Jungkook.
Ditatap seperti itu oleh Taehyung membuat Jungkook
dapat memperhatikan wajah laki-laki itu. Mata itu, bibir, serta hidungnya, ia
mirip dengan Soojin. Melihat sikap dinginnya, pastilah laki-laki itu adalah
kakak Soojin. Gadis itu sempat menceritakannya pada Jungkook beberapa kali. Kim
Taehyung namanya, kalau Jungkook tak salah ingat. Dan gadis yang bersamanya
pastilah Park Yooji, sahabat Soojin.
Taehyung tersenyum miring. Lalu setelahnya terdengar
suara mendebrak yang begitu keras seiring dengan teriakan kesakitan Jungkook.
Taehyung menutup dengan kasar tutupan tuts piano itu dan menimpa tangan Jungkook
dengan keras. Taehyung kembali hanya tersenyum miring.
“Itu belum apa-apa, Jeon Jungkook. Tak seberapa
dengan sakit yang Soojin rasakan selama ini hanya untuk orang sepertimu.
Usahanya sungguh sia-sia.” Taehyung mengucapkannya dengan santai tapi terasa
begitu menusuk bagi Jungkook. Ia kini hanya mampu tertunduk menatap
jari-jarinya yang begitu merah kesakitan, tapi bukan sakit disana yang Jungkook
rasakan, melainkan sakit di hatinya. Selama ini ia sudah begitu banyak
menyakiti Soojin dan dengan mudahnya ia membuat pengorbanan gadis itu sia-sia.
Pintu ruang musik itu tertutup dengan kasar,
menimbulkan suara yang begitu keras. Taehyung dan Yooji telah keluar
meninggalkan Jungkook sendiri di ruangan itu. Laki-laki itu masih saja
tertunduk. Memori ingatannya berputar kembali, mengingat semua kejadian indah
yang ia lalui dengan Soojin. Bulir-bulir air mata mulai menuruni pipi Jungkook.
Sekali lagi ia menyesal. Sangat menyesal. Kenapa penyesalan selalu datang
terlambat?
.
.
.
Soojin berlarian di koridor itu. Napasnya begitu
terengah-engah, tapi ia tetap berlari, tak ingin mengistirahatkan tubuhnya
barang sejenak. Kaki Soojin terhenti di depan ruangan paling pojok barat.
Sempat ia mengambil beberapa napas sebelum akhirnya membuka kunci pintu itu dan
daun pintu pun terbuka. Soojin hanya berdiri disana, tak mencoba melangkah
masuk. Tapi hanya diam menatap sosok yang kini duduk di depan piano.
Jungkook. Laki-laki itu tak tahu mengapa ia
menghubungi Soojin, setelah beberapa menit lalu ia sadar bahwa Taehyung dan
Yooji menguncinya di ruangan itu. Hanya nama Soojin yang terlintas di benaknya.
Bahkan semua ini tampak lucu. Hanya terkunci di dalam ruang musik dengan
keadaan baik-baik saja, Jungkook meminta bantuan gadis itu. Tapi selama ini si
gadis di perlakukan dengan sangat buruk, bahkan begitu banyak melukai fisik dan
psikisnya, tapi Soojin sama sekali tak pernah meminta belas kasih Jungkook
untuk menyelamatkannya. Lucu bukan? Ia kini persis seperti laki-laki cengeng.
Setelah memastikan keadaan Jungkook baik-baik saja
di dalam sana, gadis itu langsung pergi begitu saja. “Jinie-ya!” Soojin seketika menghentikan
langkahnya. Itu suara Jungkook dan ia sedang memanggil namanya. Hanya di
panggil seperti itu membuat hati Soojin goyah. Matanya sudah mulai
berkaca-kaca. Tidak, tidak. Kau tidak boleh menangis lagi, Kim Soojin. “Maaf.”
Hanya satu kata. Tapi Jungkook yang mengucapkannya, itu sudah mampu membuat
bulir-bulir air mata menuruni pipi gadis itu. Pertahannya lagi-lagi gagal.
Soojin segera berlari. Ia tak bisa lagi bersama
Jungkook. Ia hanya akan tersakiti lagi dan lagi. Setelah cukup jauh dari ruang
musik, Soojin memelankan langkahnya. Dengan mencoba berlapang dada, ia
menghapus semua bekas air mata itu, berharap dengan begitu semua kenangannya
bersama Jungkook juga ikut terhapus.
“Oh,
akhirnya kita bertemu lagi setelah sekian lama kau bersembunyi di tengah
perpustakaan itu.”
Suara menyebalkan itu. Soojin dengan berani
mendongakkan kepalanya dan menemukan beberapa orang yang dulunya selalu bertemu
Soojin sepulang sekolah. Tapi belakangan ini ia memang langsung pergi ke
perpustakaan dan pulang ketika petang menjelang demi menghindari orang-orang
sadis itu. Siapa lagi kalau bukan fans-fans
murahan yang suka membully-nya?
Park Sohyun berdiri sambil berkacak pinggang di
hadapan Soojin. Di belakang gadis itu berdiri, Hyena dan Doram yang juga
menatap Soojin dengan tajam. “Kalian mau apa lagi? Aku sudah tidak ada hubungan
apa-apa dengan Jeon Jungkook. Kalian pikir untuk apa sekarang kalian berdiri di
hadapanku lagi?” ujar Soojin dengan sakartis. Meskipun itu cara yang selalu ia
gunakan ketika berbicara dengan ketiga orang itu, tapi ia tak pernah mempunyai
daya apapun ketika mereka memperlakukan Soojin layaknya debu di atas meja yang
harus di musnahkan.
“Cih, kau
pikir kami percaya? Tapi meskipun itu adalah berita bagus bagi kami, tapi
sekarang tanganku memang sedang gatal, jadi itu sama sekali bukan berita bagus
untukmu,” ucap Sohyun sambil mengepal-ngepalkan kedua tangannya. Tangan
kanannya kini terangkat, bersiap untuk melayangkan satu tamparan ke pipi gadis
itu.
“Dia masih gadisku dan kalian tidak berhak melakukan
itu padanya!”
Jungkook akhirnya ambil suara setelah sebelumnya
berdiri dalam ragu. Beberapa kali ia menemukan pemandangan itu di depan
matanya, namun sama sekali ia tak pernah mengambil tindakan, melainkan hanya
berdiri disana seakan menonton ajal menjemput gadisnya. Ia bodoh, Jungkook
menyadari itu. Oleh karenanya, ia sekarang berdiri di hadapan Soojin.
“Jungkook?”
Jungkook mendecih mendengar suara yang keluar dari
bibir Sohyun. Bergetar, biasanya ia selalu berteriak seperti toa di telinga
Soojin. Apa sekarang ia baru merasa takut? “Kau pikir kau siapa bisa melakukan
ini, hah? Aku bahkan tak mempunyai
penggemar anarkis sepertimu. Kau bertindak terlalu jauh, Park Sohyun. Apa
hidupmu hanya kau habiskan dengan hal seperti ini?!” Terdengar suara Jungkook
penuh dengan amarah. Selama ini ia sudah menahannya terlalu lama. Ingin sekali
ia memberikan satu pukulan telak di wajah Sohyun, tapi sebuah tangan
mencegahnya.
“Hentikan, Kook. Aku tidak butuh bantuanmu,” ujar
Soojin penuh penekanan lalu berlalu dari tempat itu. Seharusnya ia senang saat
ini, tapi nyatanya tidak. Setelah sangat lama ia berada di kondisi seperti itu,
tapi mengapa Jungkook baru membelanya setelah hubungan mereka berakhir? Selama
ini ia sudah memperlakukan Soojin layaknya seorang yang tak di anggap, lalu apa
katanya tadi? Soojin masih kekasihnya? Sebenarnya apa maumu, Jeon Jungkook?
“Jinie-ya…”
Jungkook menahan tangan Soojin, membuat gadis itu kini berbalik menatapnya.
“Kau tidak apa?” Satu pertanyaan lagi yang baru bisa Jungkook ungkapkan di
hadapan gadis itu secara langsung.
“Kau bertanya tentang keadaanku? Jawabannya,
keadaanku tak pernah sebaik ini.” Soojin berusaha keras melepaskan genggaman
tangan Jungkook, namun laki-laki itu begitu kuat menggenggam tangannya.
“Lepaskan, Kook−!”
“Maaf,” ujar Jungkook. “Selama ini aku telah
membuatmu susah. Dan alasanku memutuskan hubungan kita hanya karena aku tak
ingin melihatmu tersakiti lagi. Aku ingin kau bisa bersekolah dengan tenang
seperti anak-anak lain. Sekali lagi, maafkan aku, Jinie-ya,” ucap Jungkook penuh penyesalan. Ia tak mampu menatap Soojin
saat ini, ia merasa tak pantas jika di bandingkan dengan gadis itu.
Soojin tetap memaksa melepaskan genggaman tangan
mereka dan kali ini Jungkook membiarkannya terlepas begitu saja. “Asal kau
tahu, Kook. Satu-satunya hal yang membuatku merasa paling tersakiti adalah keputusanmu.”
Setelah mengatakannya, Soojin pergi meninggalkan
Jungkook yang hanya bisa tertunduk kaku. Ini salahnya, semua salahnya. Omong
kosong dengan semua kata sayang yang ada jika ia memperlakukan gadisnya seperti
itu.
Jungkook menatap kepergian Soojin. Mendapati gadis
itu yang kini berjalan kearah gerbang. Disana, seorang laki-laki yang waktu itu
datang ke warung makan bersama Soojin telah menunggu gadis itu. Berlarian
menghampiri Soojin dengan khwatir setelah melihat gadis itu datang dengan air
mata di pipinya. Laki-laki itu kini memeluk Soojin, membiarkan gadis itu
melepaskan segala bebannya melalui tangis kencang. Melihatnya membuat Jungkook ikut meneteskan
air mata. Ia bahkan tak pernah memeluk gadis itu dalam tangis, ia tak pernah
mencoba melindunginya, mengayomi, hingga berdiri di samping Soojin saat ia
sedang kacau seperti sekarang, dapat di pastikan ekstistensi Jungkook tak
pernah ada.
.
.
.
To be continued
Komentar
Posting Komentar