Langsung ke konten utama

[Chapter] Answer Part. 2



Title:
Answer
Scriptwriter:
NanaJji (@nana.novita)
Cast(s):
Jeon Jungkook [BTS] || Kim Soojin [OC] || Park Jimin [BTS] || Kim Taehyung [BTS] || Park Yooji [OC] || Kim Myungsoo [INFINITE] || Park Chanyeol [EXO] || and the other cast(s)
Genre: Romance. Hurt. Family. Friendship.
Duration: Chaptered
Rating: Teen
Summary:
Tak perlu ada yang di salahkan atas semua ini. Yang perlu di lakukan adalah memberikan jawaban yang baik pada diri sendiri. Jawaban atas jalan kita ke depan.
.
.
.


Seminggu berlalu, Jungkook tak pernah sekalipun melihat Soojin. Ia pun tak pernah pergi ke sekolah, mengingat persiapan album terbarunya sedang giat dilakukan. Suasana bulan Desember memang begitu dingin, Jungkook sibuk mengeratkan mantel ketubuhnya. Sambil melangkah menuju rumah makan di dekat gedung perusahaannya, Jungkook merutuk kesal.
“Namjoon hyung seenaknya menyuruhku membeli makanan, padahal aku kan penyanyinya!” Kesal sekali ia dengan produsernya itu. Ia bahkan baru saja selesai latihan vokal dan kini harus berkutat dengan udara dingin di luar. Dengan hoodie serta masker, Jungkook rasa itu cukup untuk menutupi wajahnya. Semoga fans-fans gila tak mengenalinya.
Jungkook memasuki rumah makan itu dan duduk di salah satu bangku sambil menunggu pesanannya. “Aku makan disini saja, biarkan saja Namjoon hyung menunggu lama. Dia menyebalkan!”
Sambil menatap ponselnya, Jungkook diam terpaku. Ia membuka percakapannya dengan Soojin. Sama sekali tak pernah menghapus semua pesan-pesan itu. Jungkook selalu membaca pesan itu kembali, tak tahu berapa kali sudah ia membacanya, namun ia sama sekali tak pernah bosan. Ingin sekali ia membuat percakapan baru disana, tapi pesan terakhir Soojin selalu menghentikan niatnya.
Beruntung sekali ponselnya itu bisa terselamatkan dan semua isi di dalamnya, termasuk pesan itu dan foto-fotonya bersama Soojin. Jika tak ada semua itu, Jungkook tak tahu lagi bagaimana hari-harinya bisa berlalu.
Jungkook mendecih. Berlalu dengan baik? Tidak juga. Setelah semua kata perpisahan itu, harinya sama sekali tak pernah baik. Suram, begitu ia mengatakannya. Kenangan-kenangan manis itu selalu menghantuinya. Di malam hari, pagi hari, dan di setiap kesempatan, gadis itu selalu menelusup ke dalam otaknya. Heran. Ia tak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Apa Soojin memakai ilmu magis untuk semua ini? Jungkook rasa ia tak akan pernah bisa lepas dari gadis itu.
Jungkook akhirnya mendongakkan kepalanya setelah sekian lama ia terpaku pada ponsel itu yang menampilkan pesan terakhir Soojin.
“Selamat tinggal, Jeon Jungkook.”
Jungkook menghela napas berat lalu memasukkan ponsel hitam itu ke dalam saku blazer-nya. Lama sekali pesanannya datang. Jungkook hampir mati menunggu, untung saja ia masih bisa menahan laparnya. Jika tidak, ia mungkin sudah meninggalkan rumah makan itu. Mata Jungkook berkeliling memperhatikan seluruh isi rumah makan itu. Keadaannya cukup sepi, jadi Jungkook tak begitu khawatir untuk makan disana.
Mata Jungkook kini tak sengaja menangkap seorang laki-laki dan perempuan yang sedang berdiri membelakanginya sambil memesan makanan. Rambut hitam panjang yang terurai, kurus, dengan tinggi lebih dari 165 cm, gadis itu benar-benar tampak seperti Soojin. Gadis itu kini tertawa dengan laki-laki di sebelahnya. Suara tawa itu juga begitu mirip.
Jungkook menggeleng cepat. Tidak, tidak. Itu bukan Soojin, pasti Jungkook sedang mengkhayal karena terlalu sering memikirkan gadis itu. Ya, ini semua karena ia terlalu sering memikirkannya. Tidak mungkin itu Soojin. Mereka berdua tampak seperti sepasang kekasih, tidak mungkin Soojin mendapatkan penggantinya secepat ini. Bahkan untuk berhenti memikirkan gadis itu saja, Jungkook tak bisa. Bagaimana Soojin bisa dengan mudah mendapatkan kekasih baru? Sekali lagi, itu tidak mungkin.
Setelah semua pertengkaran di dalam dirinya, kini Jungkook terpaksa menerima kenyataan pahit di hadapan matanya. Gadis itu berbalik dan benar, dia adalah Soojin. Dan laki-laki di sebelahnya pastilah kekasih Soojin. Mereka tampak bahagia dan tertawa bersama.
Jungkook terus memperhatikan Soojin dan laki-laki di sebelahnya−statusnya masih tidak di ketahui. Tapi tak sedikitpun tatapan Soojin mengarah padanya. Apa gadis itu tak menyadari kehadiran Jungkook disana? Ah, Soojin memang selalu begitu,” ucap Jungkook dalam hati, ia bahkan hampir lupa tentang tingkah kekasihnya itu. Sangat sedikit waktu yang ia habiskan bersama Soojin selama ini, Jungkook terlalu sibuk dengan urusannya. Laki-laki itu menyesal sekarang. Andai ia memperhatikan kekasihnya dengan lebih, mungkin lebih banyak kenangan yang akan ia ingat.
Oppa, aku ke kamar kecil sebentar.”
Samar-samar Jungkook mendengar percakapan kedua orang itu. Soojin bangkit dari duduknya lalu pergi ke toilet yang letaknya di belakang. Jungkook kini bimbang, ingin mengikuti gadis itu tapi ia ragu. Haruskah ia bertindak seperti itu? Tapi hati kecilnya ingin sekali memperbaiki kehancuran ini. Ia ingin bersama Soojin lagi.
Dan pilihannya jatuh pada kata hati. Jungkook berdiri lalu mengikuti langkah Soojin. Gadis itu memasuki toilet wanita dan Jungkook hanya bisa menunggu di depan pintu sambil menyandarkan tubuhnya di tembok. Soojin keluar dari toilet seperti biasa, tapi kemudian ia merasa tangannya di tarik seseorang. Gadis itu langsung membalikkan badannya dan menemukan siapa pelaku itu.
“Kook?!” Gadis itu berucap tak percaya. Matanya menatap Jungkook lama. Benarkah itu Jungkook? Jungkook yang dulu miliknya tapi tidak lagi? “K-kau disini?” tanya Soojin tergagap. Meski selama ini ia sudah berusaha melupakan Jungkook, ia akui telah gagal saat ini. Jantungnya berdegup begitu kencang, masih sama seperti dulu ketika awal ia mengenal Jungkook. Soojin masih mencintai laki-laki itu.
“Soojin-ah, siapa laki-laki itu?” tanya Jungkook langsung pada inti masalah. Laki-laki itu kini menatap Soojin dalam. Sungguh, rasanya sudah begitu lama ia tak manatap wajah ini. Ia merindukannya. Soojin pun mau tak mau ikut menatap Jungkook. Tak jauh berbeda dari laki-laki itu, Soojin juga sangat merindukan Jungkook. Tapi dengan segera Soojin melepaskan pegangan Jungkook di tangannya dan memalingkan wajah. Ia baru saja dalam tahapan ‘cukup baik’ setelah Jungkook mengkhianatinya, ia tak boleh terbuai lagi oleh laki-laki itu atau ia akan terpuruk lagi. “Apa dia kekasihmu?”
Jungkook melirik kearah tempat duduk Soojin tadi, dan mendapati laki-laki yang datang bersama Soojin kini tengah duduk dengan santai menunggu gadis itu. Soojin yang mengikuti arah pandang Jungkook akhirnya mengerti akan pertanyaan laki-laki itu. Sebelum menjawab, Soojin menarik napas dalam. Sekali lagi, ia menguatkan hatinya.
Soojin tersenyum simpul. “Secepat itu kau melupakanku? Apa aku bagimu, Jinie-ya??” Jungkook mulai terbawa amarah. “Ini tidak mungkin,” sugestinya pada diri sendiri.
“Lalu, apa aku bagimu? Kau bahkan tak pernah memperhatikanku, Kook! Bagaimana aku bisa bertahan bahkan untuk orang yang tak menghargai pengorbananku? Kau harus tanyakan hal itu pada dirimu sendiri.”
Gadis itu langsung pergi meninggalkan Jungkook yang kini berdiri kaku. Sebulir air mata menuruni pipi Jungkook, ia masih terpaku melihat kepergian Soojin bersama laki-laki itu.
“Ya, aku memang tak pantas untuk di perjuangkan.”
.
.
.
Yooji sibuk mengetikkan sesuatu di ponselnya dan menempelkan benda balok itu di telinga. Kemana perginya Taehyung? Sedaritadi Yooji hubungi tetapi tak kunjung ia jawab. Yooji melepaskan ponsel itu dari telinganya dengan kesal. Kalau saja bukan karena Taehyung yang meminta, Yooji tak akan pernah melakukan hal seperti ini. Sekali lagi, Yooji mencoba untuk menelepon Taehyung.
“Halo?”
Akhirnya terdengar jawaban dari seberang. “Oppa, kemana saja? Kenapa tidak mengangkat teleponku? Aku sudah menelepon oppa berkali-kali!” Dengan kesal Yooji mengoceh pada Taehyung. Apa ia tak tahu bahwa gadis itu mengorbankan diri untuk bolos sepuluh menit sebelum bel pulang sekolah? Dan sekarang semua anak sekolah sudah pulang, ia bisa mati jika gurunya menemukan ia berdiri di depan sekolah lain.
Wae?” Lagi-lagi hanya satu kata dari Taehyung untuk menjawab kalimat panjang Yooji. Gadis itu menghela napas sejenak. Ia sungguh tak berdaya jika semua hal menyangkut Taehyung. Laki-laki itu telah menjungkirbalikkan dunia Yooji hingga gadis itu tak bisa berpikir baik. Apapun itu, ia akan tetap senang jika itu adalah Taehyung.
“Shinah tadi meneleponku, dia bilang anak itu sudah sekolah hari ini. Sekarang aku ada di depan sekolah Soojin, cepatlah kemari,” ujar Yooji sambil memendam amarahnya. Panggilan telepon langsung terputus. Bahkan Taehyung tak mengucapkan ‘kata-kata penutup’. Anak itu selalu menyebalkan!
Dua puluh menit berlalu, akhirnya wajah Taehyung muncul juga di hadapan Yooji. Deru napas laki-laki itu terdengar jelas. Pastilah ia berlari dari rumah yang jaraknya tak bisa terbilang dekat dari sekolah Soojin. “Ku kira oppa tak akan datang,” ujar Yooji basa-basi.
“Ayo masuk!”
Yooji mengatupkan giginya kesal. Bisakah Taehyung membalas ucapan Yooji dahulu sebelum membuat kalimat dengan topik lain? Hargailah gadis itu sedikit, Kim Taehyung! Yooji hanya bisa mengekor di belakang Taehyung dengan wajah kesal. Sekolah itu tentu saja sudah sepi, mengingat sudah sekitar setengah jam lalu bel pulang berbunyi. Yooji tak tahu apa sebenarnya yang ingin Taehyung lakukan, laki-laki itu hanya meminta untuk di temani, sama sekali tak menjelaskan tentang tujuannya datang ke sekolah itu.
Oppa, apa yang akan kita lakukan? Mencari Soojin?” Taehyung tetap tak menjawab. Ia sibuk mengetik ini dan itu diatas ponselnya. Setelah beberapa menit Taehyung sibuk dengan ponselnya. Ia kini menatap Yooji.
“Kau tahu dimana ruang musiknya?” Yooji jelas-jelas menggeleng. Ayolah, itu bukan sekolahnya, bagaimana ia bisa tahu letak ruang musik dimana? “Kau bisa tanyakan pada Shinah kan?”
Ah, ya. Aku akan menelepon Shinah sekarang.” Yooji langsung saja meraih ponselnya dan menelepon Shinah seperti yang ia katakan. “Ruang musik ada di koridor dua, ruangan paling pojok barat, itu kata Shinah,” jelas Yooji setelah sambungan teleponnya dengan Shinah terputus.
Taehyung langsung melangkahkan kakinya menuju koridor dua, namun baru selangkah, Yooji menarik tangan laki-laki itu. Taehyung berbalik untuk menatap Yooji penuh tanya. “Wae?” tanya Taehyung seperti biasa.
Yooji menatap Taehyung dengan raut sedih. Ia tak bisa di perlakukan seperti ini terus oleh Taehyung. “Aku tidak akan ikut sebelum oppa memberitahuku apa yang sedang kita lakukan,” ujar Yooji akhirnya. Tak tahu lagi ia harus berkata apa, hanya kata itu yang ingin ia ucapkan saat ini, dan berharap bahwa Taehyung bisa sedikit mengerti tentang ia yang tak akan terus mengikuti apa kata Taehyung.
“Mencari Jeon Jungkook,” jawab Taehyung lalu kembali melangkah. Yooji hanya bisa diam kaku di tempatnya ketika mendengar jawaban Taehyung. Itu sama sekali bukan jawaban yang Yooji inginkan, ia ingin kalimat yang lebih panjang dari itu. Menyadari Yooji yang tak mengikutinya, Taehyung melangkah menuju gadis itu. Berdiri di hadapannya dan menatap dalam mata Yooji. “Aku sudah menjawabnya bukan? Jadi sekarang kau harus ikut denganku.” Taehyung meraih tangan Yooji dan menggenggamnya erat, membawa gadis itu untuk mengikutinya. Sampai kapanpun, Taehyung akan membuat gadis itu mengikutinya.
Sampai di depan ruang musik, Taehyung dan Yooji sudah menemukan Jungkook ada di dalam. Jungkook tengah sibuk memainkan pianonya seiring dengan lagu Hold Me Tight yang mengalun dari mulutnya. Lagu itu adalah lagu untuk album barunya yang mengingatkannya dengan Soojin. Ingin sekali ia menyanyikan lagu ini untuk Soojin, tapi Jungkook tak akan bisa melakukannya. Ia sudah tak punya hak apapun lagi atas gadis itu.
Jungkook melirik jam dinding di ruangan itu, sudah sepuluh menit lamanya ia menunggu, tapi Soojin belum juga datang. Ya, tepat sebelumnya Soojin mengirim pesan pada Jungkook, katanya ia ingin bertemu di ruang musik. Meski dengan nomor yang berbeda, tapi Jungkook yakin bahwa Soojinlah si pengirim pesan, karena hanya Soojin dan orangtuanya yang mengetahui nomor pribadi yang ia sembunyikan.
“Menunggu Soojin?”
Jungkook langsung menolehkan kepalanya kearah sumber suara, dimana disana Taehyung dan Yooji mulai melangkah menemuinya. Firasat Jungkook mulai buruk, ia tak tahu siapa dua orang itu, dan mengapa mereka bisa tahu tentang Soojin? Siapa mereka sebenarnya?
“Ternyata kau masih peduli dengan Soojin, ya? Taehyung berujar lagi. Ia bersandar di samping piano yang Jungkook mainkan sambil menatap Jungkook tajam. Sementara Yooji hanya bisa terdiam melihat Taehyung. Ia sama sekali tak menyangka bahwa Taehyung bisa bersikap sedingin itu. Yooji kira selama ini sikap Taehyung kepadanyalah yang begitu dingin. Bahkan tatapan Taehyung sekarang seakan begitu menyayat tajam bagi Jungkook.
Ditatap seperti itu oleh Taehyung membuat Jungkook dapat memperhatikan wajah laki-laki itu. Mata itu, bibir, serta hidungnya, ia mirip dengan Soojin. Melihat sikap dinginnya, pastilah laki-laki itu adalah kakak Soojin. Gadis itu sempat menceritakannya pada Jungkook beberapa kali. Kim Taehyung namanya, kalau Jungkook tak salah ingat. Dan gadis yang bersamanya pastilah Park Yooji, sahabat Soojin.
Taehyung tersenyum miring. Lalu setelahnya terdengar suara mendebrak yang begitu keras seiring dengan teriakan kesakitan Jungkook. Taehyung menutup dengan kasar tutupan tuts piano itu dan menimpa tangan Jungkook dengan keras. Taehyung kembali hanya tersenyum miring.
“Itu belum apa-apa, Jeon Jungkook. Tak seberapa dengan sakit yang Soojin rasakan selama ini hanya untuk orang sepertimu. Usahanya sungguh sia-sia.” Taehyung mengucapkannya dengan santai tapi terasa begitu menusuk bagi Jungkook. Ia kini hanya mampu tertunduk menatap jari-jarinya yang begitu merah kesakitan, tapi bukan sakit disana yang Jungkook rasakan, melainkan sakit di hatinya. Selama ini ia sudah begitu banyak menyakiti Soojin dan dengan mudahnya ia membuat pengorbanan gadis itu sia-sia.
Pintu ruang musik itu tertutup dengan kasar, menimbulkan suara yang begitu keras. Taehyung dan Yooji telah keluar meninggalkan Jungkook sendiri di ruangan itu. Laki-laki itu masih saja tertunduk. Memori ingatannya berputar kembali, mengingat semua kejadian indah yang ia lalui dengan Soojin. Bulir-bulir air mata mulai menuruni pipi Jungkook. Sekali lagi ia menyesal. Sangat menyesal. Kenapa penyesalan selalu datang terlambat?
.
.
.
Soojin berlarian di koridor itu. Napasnya begitu terengah-engah, tapi ia tetap berlari, tak ingin mengistirahatkan tubuhnya barang sejenak. Kaki Soojin terhenti di depan ruangan paling pojok barat. Sempat ia mengambil beberapa napas sebelum akhirnya membuka kunci pintu itu dan daun pintu pun terbuka. Soojin hanya berdiri disana, tak mencoba melangkah masuk. Tapi hanya diam menatap sosok yang kini duduk di depan piano.
Jungkook. Laki-laki itu tak tahu mengapa ia menghubungi Soojin, setelah beberapa menit lalu ia sadar bahwa Taehyung dan Yooji menguncinya di ruangan itu. Hanya nama Soojin yang terlintas di benaknya. Bahkan semua ini tampak lucu. Hanya terkunci di dalam ruang musik dengan keadaan baik-baik saja, Jungkook meminta bantuan gadis itu. Tapi selama ini si gadis di perlakukan dengan sangat buruk, bahkan begitu banyak melukai fisik dan psikisnya, tapi Soojin sama sekali tak pernah meminta belas kasih Jungkook untuk menyelamatkannya. Lucu bukan? Ia kini persis seperti laki-laki cengeng.
Setelah memastikan keadaan Jungkook baik-baik saja di dalam sana, gadis itu langsung pergi begitu saja. “Jinie-ya!” Soojin seketika menghentikan langkahnya. Itu suara Jungkook dan ia sedang memanggil namanya. Hanya di panggil seperti itu membuat hati Soojin goyah. Matanya sudah mulai berkaca-kaca. Tidak, tidak. Kau tidak boleh menangis lagi, Kim Soojin. “Maaf.” Hanya satu kata. Tapi Jungkook yang mengucapkannya, itu sudah mampu membuat bulir-bulir air mata menuruni pipi gadis itu. Pertahannya lagi-lagi gagal.
Soojin segera berlari. Ia tak bisa lagi bersama Jungkook. Ia hanya akan tersakiti lagi dan lagi. Setelah cukup jauh dari ruang musik, Soojin memelankan langkahnya. Dengan mencoba berlapang dada, ia menghapus semua bekas air mata itu, berharap dengan begitu semua kenangannya bersama Jungkook juga ikut terhapus.
Oh, akhirnya kita bertemu lagi setelah sekian lama kau bersembunyi di tengah perpustakaan itu.”
Suara menyebalkan itu. Soojin dengan berani mendongakkan kepalanya dan menemukan beberapa orang yang dulunya selalu bertemu Soojin sepulang sekolah. Tapi belakangan ini ia memang langsung pergi ke perpustakaan dan pulang ketika petang menjelang demi menghindari orang-orang sadis itu. Siapa lagi kalau bukan fans-fans murahan yang suka membully-nya?
Park Sohyun berdiri sambil berkacak pinggang di hadapan Soojin. Di belakang gadis itu berdiri, Hyena dan Doram yang juga menatap Soojin dengan tajam. “Kalian mau apa lagi? Aku sudah tidak ada hubungan apa-apa dengan Jeon Jungkook. Kalian pikir untuk apa sekarang kalian berdiri di hadapanku lagi?” ujar Soojin dengan sakartis. Meskipun itu cara yang selalu ia gunakan ketika berbicara dengan ketiga orang itu, tapi ia tak pernah mempunyai daya apapun ketika mereka memperlakukan Soojin layaknya debu di atas meja yang harus di musnahkan.
Cih, kau pikir kami percaya? Tapi meskipun itu adalah berita bagus bagi kami, tapi sekarang tanganku memang sedang gatal, jadi itu sama sekali bukan berita bagus untukmu,” ucap Sohyun sambil mengepal-ngepalkan kedua tangannya. Tangan kanannya kini terangkat, bersiap untuk melayangkan satu tamparan ke pipi gadis itu.
“Dia masih gadisku dan kalian tidak berhak melakukan itu padanya!”
Jungkook akhirnya ambil suara setelah sebelumnya berdiri dalam ragu. Beberapa kali ia menemukan pemandangan itu di depan matanya, namun sama sekali ia tak pernah mengambil tindakan, melainkan hanya berdiri disana seakan menonton ajal menjemput gadisnya. Ia bodoh, Jungkook menyadari itu. Oleh karenanya, ia sekarang berdiri di hadapan Soojin.
“Jungkook?”
Jungkook mendecih mendengar suara yang keluar dari bibir Sohyun. Bergetar, biasanya ia selalu berteriak seperti toa di telinga Soojin. Apa sekarang ia baru merasa takut? “Kau pikir kau siapa bisa melakukan ini, hah? Aku bahkan tak mempunyai penggemar anarkis sepertimu. Kau bertindak terlalu jauh, Park Sohyun. Apa hidupmu hanya kau habiskan dengan hal seperti ini?!” Terdengar suara Jungkook penuh dengan amarah. Selama ini ia sudah menahannya terlalu lama. Ingin sekali ia memberikan satu pukulan telak di wajah Sohyun, tapi sebuah tangan mencegahnya.
“Hentikan, Kook. Aku tidak butuh bantuanmu,” ujar Soojin penuh penekanan lalu berlalu dari tempat itu. Seharusnya ia senang saat ini, tapi nyatanya tidak. Setelah sangat lama ia berada di kondisi seperti itu, tapi mengapa Jungkook baru membelanya setelah hubungan mereka berakhir? Selama ini ia sudah memperlakukan Soojin layaknya seorang yang tak di anggap, lalu apa katanya tadi? Soojin masih kekasihnya? Sebenarnya apa maumu, Jeon Jungkook?
“Jinie-ya…” Jungkook menahan tangan Soojin, membuat gadis itu kini berbalik menatapnya. “Kau tidak apa?” Satu pertanyaan lagi yang baru bisa Jungkook ungkapkan di hadapan gadis itu secara langsung.
“Kau bertanya tentang keadaanku? Jawabannya, keadaanku tak pernah sebaik ini.” Soojin berusaha keras melepaskan genggaman tangan Jungkook, namun laki-laki itu begitu kuat menggenggam tangannya. “Lepaskan, Kook−!”
“Maaf,” ujar Jungkook. “Selama ini aku telah membuatmu susah. Dan alasanku memutuskan hubungan kita hanya karena aku tak ingin melihatmu tersakiti lagi. Aku ingin kau bisa bersekolah dengan tenang seperti anak-anak lain. Sekali lagi, maafkan aku, Jinie-ya,” ucap Jungkook penuh penyesalan. Ia tak mampu menatap Soojin saat ini, ia merasa tak pantas jika di bandingkan dengan gadis itu.
Soojin tetap memaksa melepaskan genggaman tangan mereka dan kali ini Jungkook membiarkannya terlepas begitu saja. “Asal kau tahu, Kook. Satu-satunya hal yang membuatku merasa paling tersakiti adalah keputusanmu.”
Setelah mengatakannya, Soojin pergi meninggalkan Jungkook yang hanya bisa tertunduk kaku. Ini salahnya, semua salahnya. Omong kosong dengan semua kata sayang yang ada jika ia memperlakukan gadisnya seperti itu.
Jungkook menatap kepergian Soojin. Mendapati gadis itu yang kini berjalan kearah gerbang. Disana, seorang laki-laki yang waktu itu datang ke warung makan bersama Soojin telah menunggu gadis itu. Berlarian menghampiri Soojin dengan khwatir setelah melihat gadis itu datang dengan air mata di pipinya. Laki-laki itu kini memeluk Soojin, membiarkan gadis itu melepaskan segala bebannya melalui tangis kencang.  Melihatnya membuat Jungkook ikut meneteskan air mata. Ia bahkan tak pernah memeluk gadis itu dalam tangis, ia tak pernah mencoba melindunginya, mengayomi, hingga berdiri di samping Soojin saat ia sedang kacau seperti sekarang, dapat di pastikan ekstistensi Jungkook tak pernah ada.
.
.
.
To be continued

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Vignette] Only Hope

Title:  Only Hope Scriptwriter: NanaJji (@nana.novita) Cast(s): Jeon Jungkook [BTS] || Kim Soojin [OC] || Park Yooji [OC] || Kim Yugyeom [GOT7] || Kim Namjoon [BTS] Genre: Romance. Friendship. Hurt. Duration: Vignette Rating: Teen Summary: Salahku yang terlalu berharap padamu

[Oneshot] Brother and Sister Complex

  Title: Brother and Sister Complex Author: Na n aJji (@nana.novita) Length: Oneshot Genre: Romance, family, friendship Main Casts: Kim Myung Soo (INFINITE) || Kim Soo Jin (OC) Rating: PG-15 Summary: Seperti sebuah napza. Berawal dari sebuah kebersamaan, hingga akhirnya membuatnya menjadi candu.

[Vignette] Biscuit

Title: BISCUIT Scriptwriter: NanaJji (@nana.novita) Cast(s): Oh Sehun [EXO] || Kim Soojin [OC] || Kim Jongin [EXO] Genre: Comedy. Friendship. Duration: Vignette Rating: G Summary: Haruskah ia memberitahu Soojin tentang apa yang ingin ia beli? . “ Oppa sungguh ingin membeli itu?” tanya Soojin tak percaya. Sehun hanya dapat mengangguk dengan polos. . . .