Langsung ke konten utama

[Oneshot] Please Look at Me!




Title:
Oppa, Please Look at Me!!
Scriptwriter:
NanaJji (@nana_jji)
Cast(s):
Kim Myung Soo [INFINITE] || Kim Soo Jin [OC] || Park Cho Rong [A Pink]
Genre:
Romance, Angst, Fluff.
Duration:
Oneshot (3400+ words)
Rating:
PG-15
Summary:
Kau ingat, saat dulu kita selalu pergi bermain di taman ini?
Saat kita harus berlari karena hujan tiba-tiba turun dan memasrahkan diri untuk kehujanan?
Kita memang selalu bersama.
Tapi, tak hanya kau dan aku..
Kita;
Aku, kau, dan dia…



Oppa!” Seorang gadis kecil berputar-putar riang memperlihatkan gaun berwarna biru yang dikenakannya menari dengan indah.
Ya! Apa yang kau lakukan?” Bocah laki-laki yang terduduk di bawah pohon cherry menatap gadis di hadapannya dengan heran. Dengan langkah kecilnya, gadis cantik itu menghampiri sang bocah dan duduk disebelahnya.
Oppa! Gaun ini cocok ‘kan untukku??” tanya si gadis kecil. Sang bocah hanya menatap lurus kedepan tanpa mendengarkan si gadis bertanya.
“Myungsoo oppa!!” Si gadis mulai kesal tak dihiraukan seperti itu, ia memukul lengan bocah bernama Kim Myungsoo dengan keras, membuat Myungsoo akhirnya tersadar.
“Soojin-ah~” panggil Myung Soo pada si gadis kecil. Si gadis kecil−Soojin−merasa sedikit lega mendengar panggilan itu, namun ia tetap berpura-pura marah, ia juga menatap lurus kedepan. Jauh di depannya, seorang gadis remaja sedang berbincang dengan eomma Soojin. Ya, itu adalah sepupunya.
Gadis remaja yang berbalut gaun cantik berwarna soft pink itu kini menatap kearahnya dengan senyuman. Soojin pun membalasnya dengan senyum.
“Soojin-ah..” Myungsoo−bocah kecil itu kembali memanggilnya, Soojin seketika menengok kesamping−kearah Myungsoo. Myungsoo masih menatap lurus kedepan dan dengan perlahan mulai membuka mulutnya.
“Bukankah Chorong noona hari ini terlihat sangat cantik??”

_~**-**~_

Ya! Soojin-ah!!”
Soojin dengan tergesa berlari menuju balkon kamarnya, menengok ke bawah dan menemukan sosok Myungsoo yang sedang melambaikan tangannya.
Tanpa aba-aba lagi, Soojin segera berlari menuruni tangga, tak lupa ia mengambil ranselnya dengan sembarang di atas tempat tidur.
Eomma! Aku berangkat!” ucap Soojin dan dengan asal mengambil sebuah roti di atas meja makan.
Chakka! Ini bekalmu!!” teriak Nyonya Kim lalu memberikan kotak makan siang pada putrinya. “Hati-hati, ya!” teriak Nyonya Kim−lagi−ketika Soojin sudah berada di depan pintu.
Annyeong!” Soojin menyahut saat hendak membuka pintu dengan mulut yang penuh dengan roti.
Oppa, sudah lama?” tanya Soojin begitu sampai di pinggir jalan depan rumahnya, dimana sudah ada Myungsoo yang menunggu disana dengan sepeda kesayangannya.
Ya!” Dengan cepat tangan Myung Soo memukul dahi Soojin. Soojin hanya bisa meringis dibuatnya. “Aish! Aku sampai tak sempat sarapan, kau tahu?” Myungsoo mengelus-elus perutnya dengan wajah memelas.
“Tadda!!” Soojin berseru riang kala mengacungkan kotak makanan yang diberikan eomma-nya tadi.  “Kita bisa makan ini berdua! Kajja! Nanti kita terlambat.” Soojin pun langsung naik di sepeda Myungsoo.
Kajja!” Myungsoo segera mengayuh sepedanya di tengah kota Seoul yang semakin ramai oleh orang-orang yang berlalu lalang.
Senyuman mengembang di wajah Soojin. Meskipun tiap hari ia selalu berangkat sekolah bersama dengan Myungsoo, namun Soojin akan selalu senang, meski ia harus berdiri di atas sepeda sepanjang perjalanan, ia akan tetap senang asal orang itu adalah Myungsoo.

_~**-**~_

Soojin menyodorkan kotak makannya pada Myungsoo dengan wajah berbinar. Ini pertama kalinya ia sarapan berdua dengan Myungsoo sejak belasan tahun bersahabat, setidaknya itulah status hubungan mereka sampai saat ini yang membuat Soojin terganggu karena perasaannya mengatakan hal yang berbeda.
“Apa kau yakin kau tak akan meracuniku, heh??” ucap Myungsoo sedikit mengejek Soojin. Ia tahu yeoja di hadapannya ini sama sekali tak ahli dalam hal memasak.
“Entahlah~ Chorong eonni yang membuatnya. Kalau tidak mau, aku makan sendiri saja,” ucap Soojin sedikit kesal, harapannya pupus begitu saja, ia pun menarik tangannya kembali.
Andwae! Tentu saja aku akan makan itu! Kemarikan!” Myungsoo menarik tangan Soojin kembali dan mengambil kotak makanan di tangan gadis itu. Tak menunggu beberapa lama, beberapa gigitan sandwich sudah berada dalam mulut Myungsoo, membuat mulutnya penuh karena telah menggigit sebagian besar potongan sandwich.
“Kau tidak makan? Ini enak lhoo…” ucap Myungsoo setelah berhasil menelan sandwich di mulutnya. Ia menatap Soojin yang sedaritadi hanya menatapnya dengan tatapan aneh yang tentu saja membuat Myungsoo merasa tak nyaman.
“Huft~ harusnya aku tak memberitahu oppa kalau itu buatan Chorong eonni. Kalau begini jatah sarapanku ‘kan jadi berkurang,” ucap Soojin bohong. Ia tahu, bukan itu yang membuatnya sedih saat ini, melainkan kelakuan Myungsoo. Soojin tahu bahwa Myungsoo menyukai kakak sepupunya itu−Park Chorong−meskipun Myungsoo tak pernah mengatakannya, namun perilaku Myungsoo yang selalu bersemangat jika mendengar nama Chorong disebut sudah cukup bagi Soojin, apalagi mereka sudah bersahabat sejak kecil, Soojin tahu benar tentang Myungsoo. Ia yakin itu.

_~**-**~_

Berulang kali Soojin mengetuk-ngetukkan ujung pensil di kepalanya, rasanya tak mampu membuat gambar sketsa di hadapannya berubah menjadi indah. Seminggu lamanya ia memikirkan tema sketsa untuk tugas akhir semester ini dengan baik, namun tetap saja, seberapa bagus konsep yang telah ia pikirkan, hasilnya tetap tidak menyenangkan hati.
Soojin mengacak-acak rambutnya sebal, ia memang sangat tidak ahli dalam hal ini, tapi mengapa juga ini harus menjadi mata pelajaran wajib? Kalau tidak, sudah dipastikan Soojin tidak akan memilihnya. Huft~ sungguh menyebalkan.
Kaki jenjangnya membawa Soojin menuju balkon kamarnya. Sedikit peregangan mungkin bisa membantu, pikirnya. Ia pun menggerakkan tubuhnya melakukan sedikit gerakan peregangan, tiba-tiba terlintas sebuah ide cemerlang di kepalanya. Dengan cepat Soojin meraba sakunya dan segera menarik keluar ponsel yang berada di dalamnya.
Oppa, aku perlu bantuanmu! Ku tunggu di rumah sekarang, ok? ^__^
Send!” seru Soojin dengan senyum mengembang di wajahnya setelah mengirim pesan singkat tersebut. Setelah menyimpan ponselnya itu kembali, tatapan Soojin terpaku pada balkon rumah di seberang jalan, sedikit rasa kecewa menyelusupi hatinya. Andai saja ia bisa bertukar tempat dengan eonni-nya…
Dengan cepat Soojin menggelengkan kepalanya, ia tak boleh menyalahkan takdir! Ia harus terima dengan dirinya! Bagaimana orang lain mau menerimanya, jika ia sendiri tak dapat menerima? Kepalan tangan Soojin memukul-mukul kepalanya pelan penuh penyesalan karena telah berpikir hal bodoh seperti itu.
Ya! Kenapa kau memukul kepala sendiri?” Sebuah suara mengagetkan Soojin, sontak ia pun berbalik. “Hei! Apa kau sudah gila?!” Myungsoo menaruh punggung tangannya di dahi Soojin, membuat sang empunya dahi menahan napas karena saking kagetnya.
Oppa! Kenapa oppa tidak ketuk pintu dulu?!” seru Soojin menghempaskan tangan Myungsoo dari dahinya.
Mwo? Aku sudah mengetuk pintunya berkali-kali, kau saja yang tidak dengar, malah menyalahkanku,” ucap Myungsoo kesal, dengan sembarangan Myungsoo melempar dirinya di atas kasur empuk milik Soojin, seketika ia pun menutup mata.
Oppa! Ireona!!” Dengan geramnya Soo Jin menggoyang-goyangkan tubuh Myungsoo, namun Myungsoo tetap tak membuka mata, malah tambah nyaman di posisinya. Soojin pun memukuli tubuh Myungsoo, tapi Myungsoo malah bergulir menghindar.
Soojin mengambil napas panjang dan menghembuskannya dengan sangat perlahan. Setelah itu, evil smirk-nya menghiasi wajah Soojin. “Oppaaa!!!!” Sekuat tenaga Soojin menarik kaki Myungsoo tanpa menghiraukan si pemilik kaki berteriak-teriak tidak terima dengan perilaku Soojin.
Oke, oke! Aku menyerah!” Myungsoo bangun dari duduknya dan berdiri di hadapan Soojin, sangat dekat, dan itu berhasil membuat degup jantung Soojin memacu lebih cepat dari biasanya, bahkan ia menahan napasnya. Ia tak mau saat ia menghembuskan napas membuat jarak mereka berdua semakin dekat. “Lalu, apa mau mu sekarang, hm?”
“Ehmm.. itu.. aku.. aku ingin oppa membuatkanku sketsa,” ucap Soojin terbata-bata sambil melirik meja kecil tak jauh dari tempat tidurnya, ia masih belum berani bergerak sama sekali.
“Hanya itu?” tanya Myungsoo, matanya masih tetap menatap Soojin. Soojin hanya mengangguk kecil di buatnya. “Tapi ingat, kau harus membayarku,” ucap Myungsoo sambil mendekatkan wajahnya, menyisakan jarak beberapa senti antara wajahnya dan wajah Soojin. Kemudian ia pun berjalan meninggalkan Soojin menuju meja dekat tempat tidur dengan senyum jahil yang menghuni wajah Myungsoo.
Soojin menghela napas panjang yang sedaritadi di tahannya. Dasar Myungsoo! Ia selalu bisa membuat Soojin mematung seperti itu. Soojin mengikuti Myungsoo duduk di kursi dan memperhatikan setiap inci gerakan Myungsoo yang sedang membuat sketsa. Lagi-lagi ia terpesona pada sosok Myungsoo, tak cukup setiap hari mereka bertemu dan selalu jalan bersama, setiap itu juga Soojin akan terpesona pada sosok namja bernama Kim Myungsoo itu, meski ia harus menelan pahit-pahit tentang kenyataan bahwa Myungsoo menyukai orang lain, bukan dirinya.

_~**-**~_

“Selesai..!!”
Seruan Myungsoo berhasil menyadarkan Soojin. Tiga jam waktu yang ia butuhkan untuk menyelesaikan sketsa itu akhirnya selesai juga. Myung Soo melangkah keluar menuju balkon kamar Soojin untuk melakukan peregangan. Mata Soojin masih tetap mengikuti sosok Myungsoo.
“Berhentilah menatapku seperti itu,” ucap Myungsoo memotong gerakan Soojin yang baru saja hendak menghampirinya.
Ani, aku tidak melihatmu.. a-aku memperhatikan sketsamu.” Soojin langsung membalikkan badannya dan mengambil sketsa hasil karya Myungsoo dan Myungsoo hanya terkikik geli dibuatnya. Namun, tiba-tiba teriakan Soojin mengagetkannya.
OPPAAAA!!!!!”
Waeyo??” Myungsoo bergegas menghampiri Soojin di mejanya. Mata Myungsoo menyelidik segala keganjilan yang mungkin ada, namun nihil. Ia tak menemukan satupun keanehan.
Oppa… apa aku tak berkata apapun tadi?” tanya Soojin penuh keputusasaan. Kedua tangannya memegang erat gambar sketsa Myungsoo. “Ini gambar apa, oppa?”
Myungsoo menelengkan kepalanya bingung dengan pertanyaan Soojin. “Tentu saja ini sketsa wajahmu, memangnya…” Myungsoo menggantungkan kata-katanya, mencoba mencerna kata demi kata dari pertanyaan Soojin.
“HHUUAAAA!!!!”
Teriakan Myungsoo dan Soojin menggema di seluruh ruangan di rumah itu. Bahkan seluruh penghuni rumah panik di buatnya.

_~**-**~_

“Sudahlah, Soojin-ah… aku pasti akan membantumu,” Myungsoo mengusap-usap punggung Soojin yang kini sedang terisak-isak menangis.
“T-tapi, o-ppa…” ucap Soojin terbata-bata sambil menutup wajah dengan kedua tangannya, ia tak mampu lagi berkata-kata.
Tokk! Tookkk!! Suara pintu kamar Soojin menginterupsi keadaan di dalamnya. Perlahan pintu pun terbuka, memperlihatkan sosok Nyonya Kim dengan wajah yang terlihat khawatir. “Annyeong haseyo~” sapa Myungsoo terlebih dahulu.
Ne, Myungsoo-ya, waeyo??” tanya Nyonya Kim menghampiri Myungsoo dan putrinya. Soojin pun sibuk menghapus air mata di buatnya.
Ani−“
“Begini ahjumma, mungkin kami akan begadang untuk menyelesaikan tugas Soojin, jadi tak apa ‘kan jika aku disini sampai malam?” ucap Myungsoo menjelaskan. Soojin pun menatap Myungsoo marah. Marah karena Myungsoo tiba-tiba memotong ucapannya dan tentu saja karena Myungsoo mengambil keputusan seenaknya, tanpa mereka rundingkan dahulu.
Namun perkataan Myungsoo sedikit menguntungkannya juga, setidaknya ia tak harus begadang sendiri demi menyelesaikan sketsa itu ataupun harus kena marah oleh Park Seongsaengnim karena tidak membuat tugas. Yah~ ternyata Myungsoo pintar juga.
“Tentu saja. Tapi, lebih baik kalian makan dulu, kami semua sudah menunggu di bawah.” Myungsoo dan Soojin menghela napas mendengar jawaban dari Nyonya Kim. Sebelum menutup pintu, Nyonya Kim kembali berkata. “Oh ya! Nanti biar ahjumma saja yang memberitahu eomma dan appa-mu, jadi jangan khawatir, ya?”
Myungsoo dan Soojin hanya bisa mengangguk saja, lalu setelah itu pintu pun tertutup, menandai kepergian Nyonya Kim.
“Apa Chorong noona juga ikut makan malam?” tanya Myungsoo tiba-tiba.
“Eh?” Soojin yang masih shock, hanya menatap Myungsoo dengan wajah polosnya.
“Chorong noona, dia ikut makan malam ‘kan?!” Kali ini Myungsoo lebih menegaskan pertanyaannya. Soojin hanya mengangguk malas, ia sudah sadar dengan apa yang Myungsoo tanyakan. Dan sungguh, itu membuatnya benar-benar kesal!
“Wah!! Jinie-ya! Kita harus makan dulu! Aku tidak bisa bekerja jika aku lapar!!” Myungsoo menarik-narik tangan Soojin, sedangkan si empunya terlihat tak berselera, bahkan ia sengaja memperberat tubuhnya agar Myungsoo kesusahan menarik dirinya. Namun Soojin tahu, Myungsoo tidak akan menyerah, melainkan ia tambah mengencangkan tarikannya di tangan Soojin.
Soojin memperhatikan tingkah Myungsoo dengan wajah sedih. ‘Oppa, aku tahu. Semua ini bukan karena kau lapar, tapi karena Chorong eonni ‘kan?’

_~**-**~_

Hari itu Myungsoo makan malam bersama keluarga Kim. Semua anggota keluarga lengkap mengisi setiap bangku di meja makan, begitupun dengan Tuan Kim yang selalu menyempatkan diri untuk makan bersama di sela-sela kesibukannya.
Makam malam itu berlangsung dengan hening, hanya suara dentingan peralatan makan dan suara-suara malam di luar. Tak ada yang berbicara, karena begitulah tata krama saat makan. Sesekali Myungsoo akan melirik kearah Chorong yang berada di sebelah Soojin yang ada di depannya. Tak jarang pula mata Myungsoo tertuju pada Soojin dan tak dapat dipungkiri lagi, setelahnya ia akan menghembuskan napas panjang begitu melihat tingkah gadis itu.
Berbeda dengan Chorong yang makan dengan hati-hati dan anggun, Soojin? Gadis itu menekuk hampir keseluruhan bagian wajahnya, memperlakukan alat makannya dengan sembarang sehingga menimbulkan bunyi yang berisik, dan makannya terkesan tergesa. Gadis yang malang, sepertinya ia tengah memikirkan tugasnya, pikir Myungsoo.
Sedangkan objek yang sedang di pikirkan Myungsoo memiliki pemikiran lain. Gadis itu menggerakkan garpu dan sendoknya dengan sedikit hentakkan kala matanya tak sengaja menangkap basah Myungsoo yang sedang melirik Chorong.
KREKK!!
Semua pasang mata yang ada di meja itu menatap si pembuat suara yang dihasilkan oleh dorongan kursi. Soojin berdiri dari duduknya, setelah sebelumnya ia meneguk habis air putih yang berada dalam gelas besarnya.
“Aku sudah selesai makan, lebih baik aku ke kamar untuk menyelesaikan tugas,” ucap Soojin lalu membungkuk dan setelahnya ia berlari menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua.

_~**-**~_

Soo Jin sedang menggoreskan pensil berwarna merah muda itu di atas buku sketsanya kala pintu kamar terbuka dan kepala Myungsoo menyembul dari luar sana.
“Apa yang kau lakukan?”
“Membuat sketsa, seperti yang oppa lihat.” Tanpa melihat kearah Myungsoo, Soojin tetap berkutat dengan pensilnya. “Lebih baik oppa pulang saja, aku rasa aku bisa mengerjakannya sendiri.”
Myungsoo berjalan menghampiri Soojin. Ia duduk di samping gadis itu dan meraih buku sketsa yang di pegangnya.
Kosong. Gadis itu belum membuat apa-apa. Hanya beberapa garis tak berbentuk.
Myungsoo menatap Soojin di sampingnya. Gadis itu hanya menunduk. Entah apa yang merasuki gadis itu saat ini. Hantu makan malam? Hantu sendok, atau mungkin garpu? Gadis itu benar-benar bersikap aneh.
“Kemarikan, biar aku saja yang mengerjakan,” tawar Myungsoo sambil meraih pensil yang di genggam Soojin. Tanpa elakan yang biasanya selalu keluar dari bibir kecil itu membuat Myungsoo menatap Soojin lama. Gadis itu tetap menunduk.
Sekian menit Myungsoo menatap kebisuan Soojin, ia akhirnya kembali teringat akan garis-garis abstrak di atas kertas sketsa di tangannya. “Apa yang harus aku gambar?”
Dan pertanyaan itu berhasil membuat Soojin mengangkat kepalanya lalu menatap Myungsoo ragu. Gadis itu menatap Myungsoo tak mengerti. “Apa yang harus aku gambar?” tanya Myungsoo sekali lagi.
“Sesuatu yang sangat berbeda, yang dengan mudah dapat kau lihat.” Soojin kembali menunduk. Tangannya mempermainkan handphone-nya, memutar, menekan-nekan layarnya, menggosoknya, apapun itu asalkan ia tak melihat wajah Myungsoo.
Myungsoo menatap Soojin sambil berpikir dan mencari ide. Hingga beberapa detik kemudian, ia akhirnya mendapatkan sebuah ide dan langsung mewujudkannya di atas kertas gambarnya.
Tangan Myungsoo sibuk menciptakan goresan-goresan halus di atas buku sketsa milik Soojin, sementara si pemilik buku hanya diam dan sesekali melirik kearah Myungsoo.

_~**-**~_

Hampir lima jam berlalu dan jarum jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari, akhirnya Myungsoo menyelesaikan sketsanya. Diliriknya Soojin yang kini tertidur dengan kepala bertumpu di atas meja. Matanya nampak sedikit terbuka kala ia tidur, membuat Myungsoo tertawa kecil melihatnya.
Myungsoo mengambil sebuah kertas dan pensil. Sketsanya sudah selesai, namun ia perlu membuat sebuah atau mungkin beberapa kata di atas kertas itu, sebelum akhirnya ia menyusul Soojin untuk pergi ke alam mimpi.

_~**-**~_

Matahari mulai membiaskan cahayanya, melupakan eksistensi bulan dan bintang di malam sebelumnya. Bunyi berisik menggema di dalam kamar bernuansa serba biru itu. Sementara si pemilik kamar masih berkutat dengan bantal dan guling, serta tak lupa akan selimut tebal yang membungkus tubuhnya.
Gadis di atas tempat tidur itu mengerang. Perlahan tangannya meraih jam waker yang berdering sedaritadi. Setelah mengerjap beberapa kali, perlahan gadis itu pun terbangun.
Soojin terduduk dari tidurnya lalu menatap ke sekeliling kamarnya dengan bingung. Itu masih kamarnya, warna dinding kamarnya masih tetap biru laut dengan sebuah pintu menuju balkon, tak lupa disebelahnya terdapat dua buah jendela besar yang dihiasi oleh tirai berwarna keemasan, lalu apa yang membuatnya bingung?
Soojin ingat betul tadi malam ia tertidur di atas meja, namun pagi ini ia sudah terbangun di atas kasur. Oh, mungkin Myungsoo yang memindahkannya. Soojin kembali terkesiap, ia berdiri di samping tempat tidur lalu melihat ke sekeliling ̶ lagi. Namun ia tak menemukan Myungsoo.
Soojin berlari menuju balkon kamarnya. Jalanan di depan rumahnya masih terlihat sepi, hanya terlihat beberapa orang yang lewat, dan matahari nampaknya mulai meninggi.
“Oh, God! Aku harus segera bersiap!” Seketika Soojin berlari menuju kamar mandi setelah ia melihat seorang tukang koran lewat dan melempar sebuah koran kearah rumahnya. Ia sudah kesiangan!
Dengan gerak yang sangat cepat, Soo Jin mempersiapkan dirinya. Kini ia tengah memasukkan buku-buku pelajaran dengan asal ke dalam tasnya, tak lupa dengan sketsa yang telah Myungsoo selesaikan kemarin malam ̶ sebenarnya tadi pagi, hanya saja Soojin tak mengetahuinya.
Soojin menatap sejenak sketsa itu, namun terasa janggal kala matanya menemukan nama Soojin dan Chorong di atas gambar itu. Apa maksudnya? Soojin berlari menuju balkon lalu matanya mulai menjelajah. Benar saja, Myungsoo sudah berdiri di depan gerbang rumahnya, menunggu Soojin untuk berangkat sekolah bersama.
Soojin kembali berlari menuruni tangga dan menuju meja makan untuk mengambil beberapa potong roti dan mengolesi sedikit selai coklat kesukaannya. Sedangkan disana eomma-nya sedang mempersiapkan sarapan di atas meja.
“Pagi-pagi sekali Myungsoo sudah pulang dan berpamit ̶ “
“Aku berangkat!” potong Soojin begitu saja tanpa menghiraukan eomma-nya yang kini hanya menggelengkan kepala.
Soojin berlari menghampiri Myungsoo yang bersandar di pagar rumahnya. Wajah namja itu terlihat biasa saja kala mereka sudah mengambil beberapa langkah menjauhi kediaman Soojin. Berbeda dengan Soojin yang terus menatap Myungsoo penuh tanya.
“Apa kau sudah melihat gambar sketsaku?” tanya Myungsoo tanpa menoleh kearah Soojin. Tangannya ia masukkan ke saku celana dan beberapa kali kakinya menendang dedaunan kering yang jatuh di jalannya.
Soojin mengangguk. “Sudah, tapi ̶ “
“Apa kau mengerti maksud gambar itu?” potong Myungsoo yang berhasil menciptakan semburat kekesalan di wajah Soojin. Mungkin gadis itu sedang menikmati karmanya karena telah memotong ucapan eomma-nya sendiri.
“Hmm, ya tentu saja tentang perbedaan. Gedung-gedung bertingkat dan lingkungan kumuh, sudah jelas terlihat berbeda,” jawab Soojin polos, setidaknya itu yang ada di pikirannya.
Myungsoo menghentikan langkahnya lalu menghadap kearah Soojin. Tangannya terangkat dan mengacak lembut rambut gadis itu. “Semua orang juga tahu itu, Kim Soojin. Apa kau benar-benar melihat gambar sketsaku, hm?”
Soojin mengangguk. “Coba jelaskan apa yang kau lihat,” titah Myungsoo dan kembali melanjutkan perjalanan mereka.
“Sekumpulan anak-anak sedang bermain di tengah lapangan di sebuah pemukiman kumuh, lalu terlihat darisana gedung-gedung pencakar langit yang mewah dan anggun.”
“Ya, memang gedung-gedung itu terlihat mewah dan anggun, yang tentunya membuat banyak orang ingin berada di dalamnya. Tapi pada nyatanya, anak-anak itu tetap asik bermain di lingkungan kumuh, menikmati kehangatan yang tak mungkin di dapat di gedung mewah yang individualistis.”
“Tapi aku yakin, anak-anak itu pasti juga ingin pergi ke gedung mewah.” Soojin mulai berargumen.
“Ya, seperti yang aku katakan sebelumnya; setiap orang ingin berada di dalam gedung itu, maka dari itu orang-orang selalu mendambakannya. Tapi setelah mereka tahu, mereka akan merasa lebih baik dan nyaman untuk tinggal di lingkungan mereka di bandingkan dengan gedung mewah itu, mengerti?”
“Apa oppa juga begitu?” tanya Soojin yang lalu di tanggapi dengan anggukan mantap dari Myungsoo. Lalu Soo Jin hanya bisa ber’oh’ ria setelahnya.
Mereka kini tengah duduk di halte bus sambil menunggu bus yang akan mengangkut mereka menuju sekolah. “Tapi, aku tidak mengerti satu hal,” ucap Soojin menimang-nimang. “Lalu apa maksud dari nama Chorong dan Soojin di masing-masing gedung itu?”
“Itu adalah nama dari kedua gedung itu.”
Bus berhenti. Myungsoo pun melangkah memasuki bus dan mulai mengambil tempat duduk. Sementara Soojin masih terdiam di halte, otaknya masih mencerna akan ucapan Myungsoo barusan.
Apa maksudnya itu? Chorong adalah nama untuk gedung mewah itu, lalu Soojin untuk si lingkungan kumuh?
Soojin kembali teringat akan kata-kata Myungsoo.
Setiap orang ingin berada di dalam gedung itu, maka dari itu orang-orang selalu mendambakannya. Tapi setelah mereka tahu, mereka akan merasa lebih baik dan nyaman untuk tinggal di lingkungan mereka di bandingkan dengan gedung mewah itu, mengerti?
Apa oppa juga begitu?
Dan Soojin ingat betul jawaban Myungsoo; namja itu mengangguk.
Jadi, Myungsoo oppa lebih suka dan nyaman jika berada di dekatku? Apa itu maksud dari semuanya?
Soojin berlari memasuki bus dan segera mendudukan diri di sebelah Myungsoo. Namja itu menyambut Soojin dengan senyum manisnya.
“Apa kau sudah mengerti maksud gambar itu?”
Ne, seongsaengnim!”


_~*KKEUT*~_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Vignette] Only Hope

Title:  Only Hope Scriptwriter: NanaJji (@nana.novita) Cast(s): Jeon Jungkook [BTS] || Kim Soojin [OC] || Park Yooji [OC] || Kim Yugyeom [GOT7] || Kim Namjoon [BTS] Genre: Romance. Friendship. Hurt. Duration: Vignette Rating: Teen Summary: Salahku yang terlalu berharap padamu

[Oneshot] Brother and Sister Complex

  Title: Brother and Sister Complex Author: Na n aJji (@nana.novita) Length: Oneshot Genre: Romance, family, friendship Main Casts: Kim Myung Soo (INFINITE) || Kim Soo Jin (OC) Rating: PG-15 Summary: Seperti sebuah napza. Berawal dari sebuah kebersamaan, hingga akhirnya membuatnya menjadi candu.

[Vignette] Biscuit

Title: BISCUIT Scriptwriter: NanaJji (@nana.novita) Cast(s): Oh Sehun [EXO] || Kim Soojin [OC] || Kim Jongin [EXO] Genre: Comedy. Friendship. Duration: Vignette Rating: G Summary: Haruskah ia memberitahu Soojin tentang apa yang ingin ia beli? . “ Oppa sungguh ingin membeli itu?” tanya Soojin tak percaya. Sehun hanya dapat mengangguk dengan polos. . . .