Title:
MyungSooJinYoung
Scriptwriter:
NanaJji (@nana_jji)
Main
Cast(s):
Kim Myung Soo [INFINITE] || Kim Soo Jin [OC] || Jung Jin Young [B1A4]
Support
Cast(s):
Jung Soo Jung [f(x)] || Oh Sehun [EXO]
|| Park Cho Rong [A Pink]
Genre:
Friendship, Romance, School life, a lil’
bit hurt
Duration:
Oneshot
Rating:
PG-13
Summary:
Ketika persahabatan menjadi tidak
seharusnya. Dan sebuah pelarian di tawarkan padamu. Apa kau akan tetap
bertahan? Atau memilih untuk menghindarinya?
“Huft! Hari ini benar-benar melelahkan!!” Keluh Soo Jin saat
perjalanan mereka pulang. Myung Soo hanya tersenyum melihat tingkah gadis itu,
kedua tangannya ia masukkan ke saku celananya.
“Apa teman sebangkumu
mengoceh lagi sepanjang pelajaran?” Jin Young pun menanggapi keluhan Soo Jin,
ia mulai mengacak-acak rambut Soo Jin di sebelahnya.
“Aniya! Itu bukan lagi menjadi masalahku,” ucap Soo Jin sambil
merapikan rambut hasil karya Jin Young.
“Lalu kenapa?” tanya
Myung Soo ikut bergabung di percakapan. Soo Jin tiba-tiba menghentikan langkahnya,
membuat kedua namja di sebelahnya
ikut berhenti.
“Aku sudah tak duduk
bersama si cerewet Park Sera lagi. Dan aku memilih duduk di bangku belakang
sendirian, tapi…” Soo Jin menggantungkan kata-katanya. Ia bingung harus
menggunakan kata apa untuk melanjutkan ceritanya. Lama tak buka suara,
mengundang Myung Soo dan Jin Young menatapnya penasaran.
“Tapi kenapa?”
“Pagi ini ada anak baru
di kelas dan ia langsung memilih duduk di sebelahku,” tutur Soo Jin. Ia
kemudian menarik napas sebelum melanjutkan ceritanya.
“Namja? Yeoja? Apa kau
menyukainya?” interogasi Jin Young dengan cepat. Kedua matanya memperhatikan
Soo Jin dengan curiga, begitupula dengan Myung Soo.
“Namja. Oh, ayolah oppa!
Aku belum selesai cerita!” Refleks tangan Soo Jin memukul lengan Jin Young.
“Jadi, kau tidak
menyukainya. Lalu masalahnya?” tanya Myung Soo. Ia benar-benar ingin tahu apa
yang sedang dialami sahabat yang sudah ia anggap sebagai dongsaeng-nya itu.
“Aku malu,” jawab Soo
Jin gamblang, membuat Myung Soo dan Jin Young mengerutkan alisnya bingung. “Dia
namja yang pintar oppa, sepanjang pelajaran ia rajin
mencatat, bahkan ia selalu bisa menjawab setiap guru bertanya. Oppadeul tahu ‘kan, kalau aku bukan anak
yang pintar, malas pula!”
“Makanya kau harus
belajar mulai dari sekarang!!” Myung Soo memukul kecil dahi Soo Jin, membuat si
empunya hanya mempoutkan bibirnya.
“Hahaha! Dengarkan
kata-kata Myungie, Jinie-ya! Aku
setuju dengannya, hahahaa!” Jin Young tertawa terbahak-bahak, tangannya dengan
sembarang mengacak rambut Soo Jin.
“Sudahlah, lebih baik oppa pulang!” Soo Jin menghempaskan
tangan Jin Young kasar dan menunjuk sebuah rumah yang berada di hadapan mereka
̶ rumah Jin Young.
“Hehe, sudah sampai
rupanya. Annyeong!” Jin Young
melambaikan tangannya. Setelah memastikan Jin Young masuk kedalam rumahnya, Soo
Jin dan Myung Soo pun melanjutkan perjalanan mereka.
Seperti biasa, terlebih
dulu Myung Soo akan mengantar Soo Jin sampai di rumahnya yang berada tepat di
sebelah rumah Jin Young, barulah setelah itu ia pulang kerumahnya yang berhadapan
dengan rumah Soo Jin.
Sangat strategis
memang. Tak heran jika mereka selalu bersama-sama, terlebih mereka sudah saling
mengenal sejak kecil dan selalu bersekolah di sekolah yang sama.
Mereka menyebut rumah
mereka sebagai kawasan segitiga siku-siku dan rumah Soo Jin lah yang menjadi
pusat sudutnya. Aneh dan lucu, itulah mereka. Mereka ‘Si Trio
MyungSooJinYoung’.
_~**-**~_
“Chingudeul!! Baru saja aku bertemu
dengan Park Seongsaengnim, dia bilang
hari ini di kelas kita akan diadakan ulangan, jadi kalian harus segera
bersiap-siap!!”
Suara itu
terdengar mencekam di telinga Soo Jin. Namun beberapa detik kemudian ia sudah
bisa tenang, ia tidak bodoh dalam pelajaran matematika, namun ia juga tidak
pintar dalam pelajaran itu, tapi setidaknya ia yakin dapat menjawab soal-soal
itu lebih dari setengahnya.
Soo Jin merogoh
tasnya, mencari sebuah buku berwarna biru muda sebagai sampulnya, namun ia tak
menemukannya. Ia mencari di kolong mejanya, tidak ada. Kembali mencari ulang di
dalam tasnya, namun tetap tidak ada. Ia harus menemukkan buku itu atau
keyakinannya akan berkurang seketika itu juga.
Ditengah
kebingungannya mencari, sebuah buku tersodor dihadapannnya. Itu bukan bukunya,
tapi ia juga tak tahu itu buku siapa. Soo Jin mendongak dan menemukan tangan namja di sebelahnya yang sedang memegang
buku tersebut.
“Pakailah,” ucap
namja itu dan memperlihatkan senyuman
singkat diwajahnya.
“Kau tak
mempelajarinya?” Soo Jin bertanya ragu.
“Aku sudah
belajar tadi malam.” Namja itu
tersenyum kearah Soo Jin. Ini untuk pertama kalinya mereka berbicara setelah
kedatangan namja itu kemarin sebagai
murid baru.
“Kau yakin,
Sehun-ssi?”
“Pakailah
sebelum aku berubah pikiran.” Sehun lebih menyodorkan buku itu pada Soo Jin dan
Soo Jin pun menerimanya dengan cepat, sebelum Sehun berubah pikiran, sama
seperti yang ia katakan. Soo Jin memperlihatkan cengiran khasnya pada Sehun dan
laki-laki itu pun tersenyum.
“Gomawo,” ucap Soo Jin dengan senyum.
Sepertinya ini
tak akan seburuk yang ia kira.
_~**-**~_
“Jinie-ya, apa kau benar bersahabat dengan
Myung Soo sunbae?” tanya seorang
gadis cantik bernama Soo Jung saat mereka tengah mengikuti klub teater di
sekolah.
“Ne. Waeyo, eonni?” Soo Jin menghentikan
kegiatannya melipat kain dan menatap Soo Jung di sebelahnya.
“Ani. Aku hanya tidak tahu saja,” jawab
Soo Jung lalu tangannya mengambil kain dan melipatnya.
“Apa eonni tertarik padanya?”
“Hah? Kau ini
apa-apaan, jangan bercanda seperti itu.” Soo Jung menumpuk lipatan kain-kain
itu. “Jinie-ya, tolong bawa kain-kain
ini ke ruang kesenian, aku harus menemui Son Seongsaengnim, ne?”
Soo Jin menatap
kepergian Soo Jung lalu mulai mengangkat tumpukkan kain itu dengan agak
kesusahan karena terlalu banyak.
“Mau ku bantu?”
Soo Jin yang masih berjongkok mendongakkan kepalanya dan menemukan sosok Sehun
yang kini berjongkok dan mengambil sebagian besar kain yang ia bawa.
“Gomawo,” ucap Soo Jin kala mereka dalam
perjalanan menuju ruang kesenian. Sehun yang melangkah di sampingnya tersenyum.
“Sudahlah,
kurasa sejak kemarin kau terus-terusan mengucapkan terima kasih padaku. Aku
tidak terlalu suka mendengarnya.”
“Itu karena kau
terus membantuku, jadi aku berterima kasih.” Sehun kembali tersenyum.
“Anggap saja ini
bantuan dari teman barumu. Oh ya, ngomong-ngomong semua kain ini untuk apa?”
Sehun menaruh perlahan lipatan tebal kain berwarna hitam yang ia bawa di atas
lantai di ruang kesenian lalu tangannya perlahan meraih kain di tangan Soo Jin
dan membantu gadis itu menurunkan bawaannya.
“Kain hitam itu
digunakan untuk background panggung,
lalu yang putih untuk siluet.” Soo Jin menunjuk kedua warna kain itu. “Tunggu!!
Sehun-ssi, apa kau baru saja bergabung
dengan klub teater?”
“Ya, begitulah.
Aku ingin mencoba sesuatu yang baru. Oh ya, jangan panggil aku dengan
embel-embel –ssi lagi, terdengar
terlalu formal.” Soo Jin hanya mengangguk. “Sebentar lagi bel istirahat
berbunyi, bagaimana kalau kita pergi ke kafetaria?”
“Ha? Ah, ne, rasanya aku juga sudah lapar.”
_~**-**~_
Soo Jin duduk
sendiri di rumah pohon di sebelah danau di dekat rumahnya. Sore hari memang
paling nyaman duduk disana, terlebih sudah beberapa minggu lamanya Soo Jin tak
sekalipun menyambangi tempat itu.
Tiba-tiba
seseorang menepuk bahunya. Soo Jin menoleh dan mendapatkan Myung Soo dan Jin
Young yang kini sudah duduk di belakangnya.
“Sedang apa kau
disini?” tanya Myung Soo sambil menyandarkan punggungnya di tembok rumah pohon
itu.
“Hmm, hanya ingin diam disini saja,” ucap
Soo Jin bohong. Sebenarnya bukan tak ada tujuan Soo Jin pergi ke tempat itu.
Ada suatu hal yang membuatnya bingung saat ini dan ia butuh tempat yang nyaman
untuk memikirkannya.
“Oh, kau tega
sekali pergi kesini tanpa mengajak kami, benar ‘kan Myung?” Myung Soo
mengangguk sepakat. Namja itu bangun
lalu duduk di samping Soo Jin.
“Ada apa?” tanya
Myung Soo. Ia tahu benar ada sesuatu yang aneh dari diri Soo Jin, begitupula
dengan Jin Young yang sedaritadi sudah menyimpan pertanyaan itu, namun ia kalah
cepat oleh Myung Soo.
“Sebenarnya… aku
ingin menceritakan sesuatu pada oppadeul,”
ucap Soo Jin ragu. Jin Young pun berdiri dan duduk di samping kiri Soo Jin.
“Apa tentang
Sehun lagi? Bukankah kemarin kau bilang kalau kalian sudah berteman, bahkan ia
sangat baik padamu,” tanya Jin Young.
“Itu benar, ia
sangat baik padaku, bahkan sangat-sangat baik. Tapi, oppa…” Soo Jin menggigit bibir bawahnya. Ia menarik napas panjang
untuk meyakinkan diri.
Myung Soo dan
Jin Young tetap setia menunggu. Mereka tak ingin memaksa Soo Jin untuk segera
menceritakannya.
“Tadi pagi,
Sehun mengatakan kalau dia… suka padaku.”
“Lalu kau jawab
apa?” tanya Jin Young dan Myung Soo tak sabar. Mereka saling tatap satu sama
lain lalu memilih untuk menatap danau di depannya saja.
“Aku belum
menjawabnya, tapi aku berjanji untuk menjawabnya sore ini. Aku tidak tahu harus
menjawab apa…,” ucap Soo Jin penuh kebimbangan.
“Jika kau memang
tak suka dengannya, maka jawab saja tidak,” ucap Jin Young enteng.
“Jawab saja
sesuai dengan perasaanmu. Hmm, tapi
kadang kau harus memikirkan faktor lain juga, bukan begitu, hyung?” Jin Young hanya mengangguk
menanggapi perkataan Myung Soo.
Setelah itu
keadaan menjadi hening. Soo Jin tetap menatap lurus ke tengah danau, sedangkan
Myung Soo dan Jin Young saling bertukar tatapan bingung.
“Baiklah,” ucap
Soo Jin akhirnya setelah beberapa menit berlalu dengan keheningan. “Aku sudah
menemukan jawabannya.”
“Kau mau jawab
apa?”
Soo Jin
mengeluarkan handphone dari saku jeans-nya lalu mengetikkan sesuatu di
atas sana. “Sebentar lagi oppadeul
akan tahu,” ucap Soo Jin lalu berdiri dan turun dari rumah pohon itu.
“Halo, Sehun-ah. Apa kita bisa bertemu sekarang? Ya,
di café biasa….” Terdengar
samar-samar suara Soo Jin yang mulai menjauh.
Drrrt!
Drrrttttt!
Jin Young segera
mengambil handphone-nya yang berdering
lalu membuka sebuah pesan yang baru masuk.
“Myung!!” teriak
Jin Young, wajahnya benar-benar menunjukkan ketidakpercayaan, begitupula dengan
Myung Soo yang kini menatapnya sambil memegang handphone. “Kau juga menerima pesan itu?!”
Myung Soo
mengangguk. Ia membaca kembali pesan yang baru saja di terimanya.
From: Jinie
Oppadeul, aku sudah memutuskan. Aku akan menerima Oh Sehun ^^
_~**-**~_
Hari itu Myung
Soo dan Jin Young berangkat ke sekolah hanya berdua, tanpa Soo Jin. Gadis itu
pagi-pagi sekali sudah di jemput oleh kekasih barunya ̶ mungkin kekasih pertama
lebih tepatnya.
Ya, selama ini
tak ada yang berani mendekati gadis itu karena selalu ada Myung Soo dan Jin Young
di sebelahnya. Atau mungkin bukan begitu, mungkin karena mereka terlalu asik
bertiga, sehingga jarang untuk peduli akan lingkungan sekitarnya. Dan Soo Jin
sudah memikirkan tentang hal itu.
Maka di pagi
yang cukup terik itu, Soo Jin mengajak Myung Soo dan Jin Young untuk makan
bersama di kafetaria. Tak hanya mereka, disana sudah ada Sehun, Soo Jung, dan juga
Cho Rong ̶ anak sahabat eomma Soo Jin yang juga bersekolah disana.
Mereka saling
berkenalan satu sama lain dan mulai perbincangan dari hal-hal umum. Namun
tiba-tiba saja Soo Jin menjerit sambil memegangi handphone-nya.
“Sehun-ah! Aku baru saja mendapat pesan dari Ga
Eun, dia bilang bahwa nanti kita akan ada test untuk Bahasa Mandarin!” ucap Soo
Jin sambil memegangi lengan Sehun. “Oppadeul,
eonnideul, sepertinya aku dan Sehun harus segera kembali ke kelas, tidak
apa ‘kan?”
Soo Jung dan Cho
Rong mengangguk pelan. “Hati-hati,” ucap mereka sebelum akhirnya Soo Jin dan
Sehun meninggalkan kafetaria.
“Jinie-ya, bukankah kita memang sudah tahu
bahwa akan ada test untuk pelajaran Mandarin?” tanya Sehun kala mereka sudah
duduk di dalam kelas.
“Ya, aku sudah
tahu. Tapi, bukankah itu baik untuk mereka? Lagipula, aku ingin kau
mengajariku, tak apa ‘kan?” ucap Soo Jin sambil menunjukkan senyum termanisnya.
Sehun pun membalas senyuman itu sama manisnya. Ia memang sedikit tidak mengerti
dengan jalan pikiran yeoja-nya. Namun
ia yakin, apapun itu, itu memang yang terbaik yang bisa dilakukan.
_~**-**~_
Beberapa minggu
berlalu tanpa adanya hal menarik yang Soo Jin alami. Sejak berpacaran dengan
Sehun, ia memutuskan untuk lebih menjaga jarak dengan oppadeul-nya. Namun, sudah seminggu ini Sehun sibuk akan lomba
sains demi mewakili sekolahnya.
Hanya terkadang
Sehun menjemputnya di pagi hari. Namun, dapat di pastikan namja itu tak mempunyai waktu dari siang hingga sore, bahkan di
sekolah pun mereka jarang bertemu. Dan malam harinya, Sehun akan mengirim pesan
singkat atau terkadang menelepon Soo Jin. Tapi Soo Jin tahu, ia tak bisa
berharap banyak saat ini.
Sore itu Soo Jin
duduk sendirian di dalam perpustakaan. Beberapa murid sedang mengerjakan tugas
dan sisanya sedang dibina oleh beberapa seongsaengnim,
satu diantaranya adalah Oh Sehun.
Soo Jin
menyandarkan punggungnya pada kursi. Alih-alih membaca novel yang ada di
tangannya, sesekali mata Soo Jin akan mencuri pandang kearah Sehun. Begitupula
dengan namja itu yang acap kali
melirik kearah Soo Jin dengan sedikit khawatir.
Perhatian Soo
Jin sedikit berpaling ketika kupingnya mendapati suara ponselnya yang bergetar.
Sebuah pesan masuk.
From: Sehun Oh
Tunggu sebentar lagi, aku akan segera selesai. Ada sesuatu yang ingin
aku bicarakan.
Ujung bibir Soo
Jin tertarik setelah membaca pesan tersebut dan matanya menemukan senyuman
Sehun kini juga mengarah padanya. Untuk beberapa menit kedepan, gadis itu
memutuskan untuk membaca novel yang bahkan ia tak tahu apa isinya.
_~**-**~_
“Mianhae, Jinie-ya…”
Udara sore hari
menelusup masuk ke dalam café,
membuat suasana di dalamnya menjadi hangat. Soo Jin masih menyesap milkshake-nya kala Sehun mulai bersuara.
Soo Jin menaruh
gelasnya perlahan. “Wae?” Mata gadis
itu menatap Sehun ragu, merasa sedikit tidak nyaman akan permintaan maaf yang
di lontarkan laki-laki itu.
“Aku tidak bisa
menemuimu belakangan ini. Bahkan aku selalu membiarkan bangku di sebelahmu
kosong sepanjang pelajaran. Maafkan aku, Jinie-ya…”
“Jangan meminta
maaf seperti itu. Seharusnya kau berpikir bagaimana caranya agar kau membawa
pulang piala itu. Awas saja kalau kau tidak membawa kemenangan untuk sekolah
kita, lihat saja nanti!”
Gadis itu
tertawa lebar diiringi oleh senyuman hangat Sehun. Tak pelak, kehadiran gadis
itu saat ini membuatnya merasa lebih tenang.
“Soo Jin-ah…”
Soo Jin
mendongakkan kepalanya, matanya menatap iris kecoklatan milik Sehun. Rasanya
sudah begitu lama ia tak menatap iris yang selalu dapat menenangkannya.
“Aku
merindukanmu.”
Ujung bibir Soo
Jin tertarik mendengar ucapan Sehun.
“Nado…”
Guratan-guratan
kemerahan pada langit menemani sepasang kekasih itu menikmati sore hari. Tak
banyak percakapan yang tercipta. Hanya perlu dua pasang manik yang saling
berbicara tanpa perlu lelah bersuara.
Karena rindu itu
tak dapat hilang begitu saja.
_~**-**~_
Udara sore hari
yang menari bersama angin menghembuskan surai kehitaman milik Soo Jin. Mata
gadis itu terpejam. Mencoba mengingat-ingat hal yang telah ia lalui sejauh ini.
Ketika sepasang
mata itu terbuka, seketika hamparan danau dan hijaunya daun menyambut gadis
itu. Sebuah senyum terpaksa menghuni wajahnya.
Rumah pohon ini
masih sama seperti beberapa tahun lalu ketika mereka−ia, Myung Soo, dan Jin
Young−berlari bersama untuk sekadar menghabiskan waktu yang berjalan begitu
lama.
“Mianhae, oppadeul…”
Sebuah kilasan
balik yang menyentuh pikiran Soo Jin lalu menderanya begitu saja.
.
.
“Oppa, lihat!! Aku mendapat ikan!!”
Soo Jin
berteriak sambil mengacungkan sebuah alat pancing sederhana yang di buatnya
dari sepotong kayu dan benang-benang bekas yang ia temukan di sepanjang danau.
“Ya! Lepaskan ikan itu dan cepatlah
kemari!” Jin Young berteriak dari arah rumah pohon mereka. Disana ia sedang
duduk bersama dengan Myung Soo. Mereka sedang mengamati Soo Jin yang kini
melempar alat pancingnya dengan sembarang.
“Apa kau tidak
kasihan dengan ikan itu, Jinie-ya?”
“Wae?” Tanpa menghiraukan pertanyaan
Myung Soo, gadis itu bersua dengan kesalnya. “Mengapa oppa memanggilku kemari?”
Gadis itu duduk
dengan asal, wajahnya bahkan tak dapat menutupi kekesalannya. Sontak mengundang
tawa kecil dari arah Jin Young maupun Myung Soo.
“Hei, apa kau
marah?” Jin Young mencoba untuk menggoda gadis itu. “Padahal, Myung Soo baru
saja membawakan kita pudding, kalau
kau marah, terpaksa jatahmu menjadi milikku,” ucap Jin Young sambil menyeringai
puas.
“Andwae!!” Soo Jin menghentakkan kakinya
marah. Membuat Myung Soo dan Jin Young kembali tertawa, begitupula Soo Jin yang
entah mengapa ikut tertawa.
Beberapa saat
kemudian tak terdengar suara tawa ataupun argumen-argumen kecil yang mereka
lontarkan. Mereka masih sibuk menikmati pudding
cokelat sambil menikmati udara sore yang begitu menyejukkan di danau itu.
“Jinie-ya…”
Soo Jin hanya
bergumam kecil untuk menanggapi panggilan Jin Young padanya. Bibir kecilnya
masih sibuk mengunyah pudding yang
selembut permen kapas.
Sedangkan Myung
Soo yang mendengarnya, segera menghentikan kegiatan memasukan makanan ke
mulutnya. Namja itu melirik Jin Young
dan Soo Jin sekilas.
“Jika salah satu
dari aku dan Myung Soo harus pergi, siapa yang akan tetap kau pertahankan?”
Soo Jin
meletakkan mangkuk pudding-nya, lalu
secara bergiliran menatap Myung Soo dan Jin Young penuh tanya. Namun, nyatanya
kedua namja itu memberikan tatapan
yang sama pada Soo Jin; menunggu jawaban.
Lama tak ada
jawaban dari Soo Jin membuat Myung Soo dan Jin Young ragu. Namun semua itu
tiba-tiba sirna ketika tawa Soo Jin meledak begitu saja.
“Hahahaha,
memangnya oppadeul mau pergi kemana,
hmm?” Gadis itu masih tertawa. “Tapi sepertinya aku tidak akan memilih diantara
kalian. Lebih baik aku mencari namja
yang lebih pintar, tampan, dan−aakhh!!”
Soo Jin mengelus
puncak kepalanya yang tiba-tiba mendapat pukulan dari dua orang sekaligus. “Appo!!” teriak Soo Jin kesakitan, namun
setelahnya gadis iu tertawa riang, disusul oleh tawa dua orang namja di sebelahnya.
.
.
Memori lama yang
menyerangnya begitu saja, tak ayal membuat manik Soo Jin mulai berkaca.
Aku merindukan kalian, oppa.
Mianhae… Seharusnya aku tahu lebih awal…
Aku tak bisa memilih. Maka dari itu, aku harus mencari
jalan lain…
_~**-**~_
“Kau tak ingin
turun?”
Soo Jin menoleh
ke sumber suara. Disana Myung Soo tengah berjalan menghampirinya.
“Aku lebih senang
duduk disini. Aku bisa melihat semuanya.” Soo Jin menatap ke bawah. Dimana
beberapa orang terdekatnya sedang berkutat dengan daging dan tungku pembakar.
Sedangkan ia masih merasa nyaman untuk duduk di tepian rumah pohon.
“Jangan terlalu
memperhatikannya seperti itu, Sehun mu tidak akan hilang.” Soo Jin sontak
menoleh kesamping, dimana sekarang Myung Soo sudah duduk di sebelahnya. Ia
menatap Myung Soo tak senang.
Myung Soo
tertawa renyah melihat ekspresi Soo Jin. Namun gadis itu malah mengalihkan pandangannya
dengan wajah datar. Sedikit pun tak merasa lucu dengan perbincangan mereka.
“Kau banyak
berubah belakangan ini…”
“Mungkin hanya oppa yang tidak berubah.”
“Maksudmu?”
“Ku dengar,
nanti Jin Young oppa akan menyatakan
perasaannya pada Cho Rong eonni. Dan
aku sudah memiliki Sehun. Lalu, oppa?
Kapan oppa akan menggandeng Soo Jung eonni sebagai pacar, hm?”
Myung Soo
terdiam. Suasana tiba-tiba menjadi sangat kaku. Tak ada yang berani untuk
membuka suara terlebih dulu.
“Aku… aku masih
mempertimbangkan tulisan yang ada di dinding.” Myung Soo berdiri lalu melangkah
pergi. Meninggalkan Soo Jin dengan sebuah tanda tanya.
Tulisan di dinding? Tidak mungkin…
Soo Jin langsung
bangkit dan masuk ke dalam bilik rumah pohon itu. Dan ia tak berani berkata
apapun setelah mendapati Myung Soo berdiri di depan kumpulan foto mereka yang
begitu banyak tertempel di dinding rumah pohon.
Myung Soo
menyingkap salah satu foto. Disana terlihat sebuah ukiran yang dapat dibaca.
Dan Soo Jin langsung menahan napas setelahnya. Hatinya seakan mencelos membaca
tulisan itu.
Jinie sarang Myungie.
Myung Soo
menatap Soo Jin untuk menuntut sebuah penjelasan. Soo Jin hanya diam, sebelum
akhirnya ia mengulas senyum miring.
“Huh, tulisan
itu?” Myung Soo mengangguk. “Ayolah oppa,
itu hanya sebuah hasil karya dari seorang anak kecil yang bahkan tak tahu apa
arti cinta. Dan oppa percaya itu?”
“Dan anak kecil
itu adalah kau.”
“Memang. Tapi,
sekarang aku bukan anak kecil lagi. Aku sudah memiliki Oh Sehun. Oppa tak usah terlalu memikirkannya.”
“Bagaimana aku
tidak memikirkannya jika aku juga merasakannya?”
“Jangan di
pikirkan, maka perasaan itu juga akan hilang. Mudah.”
“Kau bukan anak
kecil lagi, tapi aku kira tidak begitu. Kau masih belum berubah, Kim Soo Jin.”
Myung Soo
meninggalkan Soo Jin dengan berat hati. Apa yang ia rasakan saat ini adalah
sakit, perih, kecewa. Seharusnya ia tahu. Semuanya tak akan semudah itu.
Kaki Soo Jin
terkulai lemas. Tubuhnya limbung begitu saja. Tak pelak, air matanya pun
menetes satu persatu, hingga membentuk sebuah aliran sungai kecil di atas pipi
porselennya. Di dalam dirinya, perasaannya, ia begitu sakit.
Hanya ini yang
bisa ia lakukan. Dan ia tahu betul resikonya. Maka dari itu, ia harus bisa
menghadapi ini sendiri.
Ia tak bisa
memilih, maka ia mencari jalan lain…
“Jinie-ya…” Samar terdengar suara Sehun
memanggil Soo Jin, begitupun dengan derap langkah yang terdengar semakin dekat.
Soo Jin segera menghapus air matanya dan mengambil napas panjang sebelum
akhirnya tersenyum pada Sehun yang muncul di depan pintu.
“Ada apa?” Sehun
segera menghampiri Soo Jin begitu mendapati mata gadis itu tampak merah. “Kau
tidak habis menangis ‘kan?”
Soo Jin
menyandarkan tubuhnya di dinding lalu kepalanya ia letakkan di bahu Sehun yang
duduk di sebelahnya. “Aku hanya teringat saat aku, Myung Soo oppa, dan Jin Young oppa bermain waktu kecil. Ternyata kami tumbuh begitu cepat.”
Soo Jin
tersenyum kecut mendengar kebohongan yang menyeruak dari permukaan bibirnya. Ia
menggenggam tangan Sehun dengan erat, mencoba untuk mencari kekuatan yang
agaknya mulai longsor dari dirinya.
“Sehun-ah, mianhae…”
“Untuk apa?”
Tangan Sehun perlahan mengelus kepala Soo Jin dengan lembut. Seakan gadis itu
adalah sebuah harta karun yang tak boleh di jamah oleh orang lain.
“Untuk semuanya.
Dan terima kasih…”
“Kau sungguh tak
apa?” Terdengar nada suara Sehun mulai khawatir. “Kau bersikap aneh hari ini…”
“Benarkah?”
Sehun mengangguk perlahan. “Oh, aku hanya ingin menarik perhatianmu.”
“Oh, jadi kau
sudah mulai nakal rupanya ya…” Sehun menggeser tubuhnya lalu menatap Soo Jin
dengan senyum licik yang di buat-buat.
“Aaa!!” Gadis
itu berteriak. “Oppa!! Sehun jahat!!”
Soo Jin berlari menuruni rumah pohon itu di selingi dengan tawa riangnya. Di
belakangnya Sehun mengejar Soo Jin dengan senyum yang tak dapat runtuh dari
wajahnya.
.
.
.
Ia tak pernah menginginkan ini. Membayangkan pun ia serasa ingin mati.
Namun bagaimanapun, semuanya telah terjadi.
Ia harus membuat pilihan.
Dan ia memilih untuk menghindar…
Lalu, bagaimana dengan pilihanmu??
.
.
.
KKEUT!!!
Komentar
Posting Komentar