Title:
−Dream Catcher−
Scriptwriter:
NanaJji (@nana.novita)
Main
Cast(s):
Kim Myung Soo [INFINITE] || Kim Soo Jin [OC]
Support
Cast(s):
Byun Baek Hyun [EXO-K]
Genre:
Fantasy. Surrealism. Sad.
Duration:
Oneshoot (3000+ words)
Rating:
PG-15
Summary:
Mimpi. Satu-satunya hal yang bisa
membuatnya bahagia. Namun tidak untuk selamanya, karena bisa saja ia ikut
terjebak dalam mimpi itu.
-----Dream Catcher-----
“Kau sudah bangun?” Suara itu memaksa Soo Jin
untuk membuka matanya. Sedikit kesal ia menatap namja di sampingnya. Ia memang sudah terbangun, namun baru saja ia
ingin melanjutkan tidurnya, namja ini
sudah membangunkannya begitu saja.
Soo Jin menggeser badannya untuk mendapatkan
posisi tidur yang nyenyak, ia kembali menutup matanya. “Aku tahu kau sudah
bangun, jadi bangunlah.”
Lagi-lagi suara itu mengganggunya. Dengan
sangat terpaksa Soo Jin bangun dan mendudukkan badannya diatas karpet rumput
yang menjadi tempat beristirahatnya tadi. Namja
di sampingnya masih setia menatap kedepan. Kedua kaki miliknya ia tekuk,
begitupun kedua tangannya bersandar di atas sana.
Soo Jin menyamakan duduknya seperti namja aneh yang selalu muncul di saat
seperti ini. Gadis dengan paras cantik itu memejamkan kedua kelopak mata indah
miliknya, merasakan angin segar menerpa wajahnya, menghirup udara penuh akan
oksigen secara perlahan. Ia betul-betul menikmati semua ini.
“Kau datang lagi?” Namja itu kembali bersuara. Manik matanya tak bergeser sedikit pun
dari padang rumput luas yang ada di hadapannya. Tak ada apapun selain padang
rumput disana, kecuali sebuah pohon besar yang kini memayungi dirinya serta Soo
Jin.
“Hmm,
bukankah kau yang telah membawaku kemari?” Soo Jin balik bertanya, heran kenapa
tiba-tiba pertanyaan itu ditujukan padanya.
“Memang, tapi aku tak menyangka jika kau akan
datang setiap hari seperti ini…”
“Kau tahu bagaimana hidupku lebih dari yang
ku tahu,” ucap Soo Jin penuh kebenaran. Ya, namja
itu−Kim Myung Soo−memang lebih
tahu bagaimana hidupnya, bahkan tanpa ia memberitahu.
“Ya, maka dari itu aku mengajakmu kemari.
Jadi nikmatilah tempat ini dan lupakan masa lalumu itu,” ucap Myung Soo santai.
Ia sudah lelah mengetahui bahwa Soo Jin masih saja mengingat masa pahitnya itu.
Myung Soo tahu semua yang ada di pikiran Soo Jin melebihi pemiliknya. Bahkan Myung
Soo tahu semua hal tentang yeoja
bernama Kim Soo Jin itu.
“Aku bosan dengan hidupku,” keluh Soo Jin
tiba-tiba. “Aku ingin tetap berada disini…” Ucapan Soo Jin sontak membuat Myung
Soo kaget. Di tatapnya wajah Soo Jin untuk memastikan, namun tak sedikit pun
keraguan terpancar dari wajah cantiknya.
Myung Soo berusaha untuk tidak menghiraukan
ucapan Soo Jin tadi, ia kembali fokus pada padang rumput yang memberikan
ketenangan pada siapapun yang melihatnya. “Apa kau bisa membantuku??” Suara Soo
Jin kembali menginterupsi kegiatan Myung Soo, namun kali ini Myung Soo
benar-benar membelalakan mata mendengar pertanyaan gadis itu.
“Apa kau masih berharap semua ini adalah kenyataan??”
Myung Soo balik bertanya dengan nada yang di buatnya sesantai mungkin. “Namun
jika kau benar-benar ingin, aku bisa membantumu…”
“Benarkah??” Kini giliran Soo Jin yang
membelalakan mata, ia tak percaya seorang Kim Myung Soo mau membantunya, bahkan
ia ragu akan ada jawaban atas pertanyaannya tadi.
“Namun, terlebih dulu aku harus memperlihatkan
sesuatu padamu...” Myung Soo bangun dari duduknya lalu menepuk-nepuk dasar
kemeja yang ia duduki.
“Sesuatu?” Soo Jin ikut berdiri dan menatap
Myung Soo penuh tanya, namun Myung Soo hanya menjawab dengan seringaian khas
miliknya.
-----Dream Catcher-----
Soo Jin mengedarkan pandangannya ke
sekeliling. Sedaritadi ia mengikuti namja
bernama Kim Myung Soo itu tanpa ia tahu arah dan tujuan mereka.
Myung Soo berhenti, seketika itu juga Soo Jin
yang berada di belakang langsung menabrak tubuh tegapnya. “Mianhae,” ucap Soo Jin tanpa perlu ia tahu siapa yang bersalah.
“Ini dimana? Apa kita sudah sampai??” tanya
Soo Jin setelah memperhatikan sekitar mereka. Sekarang pemandangannya sudah
berbeda. Tak lagi padang rumput seperti yang ia lihat selama perjalanan tadi,
namun beratus-ratus pohon besar yang membentuk suatu kumpulan menjadi hutan
belantara telah terhidang di hadapannya.
Myung Soo menggeleng. Digesekkannya jari
tengah dan jempol miliknya hingga menimbulkan suara ‘klik’. Seketika sebuah titik hitam muncul di hadapan mereka, sangat
cepat hingga Soo Jin tak tahu jika titik kecil itu sudah menjadi lingkaran
hitam besar, hampir sebesar kios-kios makanan kecil yang sering ia lihat di
sepanjang jalanan kota Seoul.
“Apa it−?”
“Portal.”
Belum selesai Soo Jin bertanya, Myung Soo sudah berhasil memotong dengan
jawabannya. Soo Jin terlihat sedikit kesal karena ucapannya di potong begitu
saja, namun setelah itu ia kembali tertarik dengan objek bernama ‘portal’ di hadapannya.
Dengan hanya melihat mimik wajah Soo Jin,
Myung Soo tahu jika anak itu sedang kebingungan, maka ia pun menjelaskan. “Portal bisa membawamu sampai ke tempat
mana saja yang kau inginkan.”
“Seperti pintu kemana saja milik Doraemon?”
Myung Soo menaikkan alisnya tak mengerti. Hei, dia sudah mati ratusan tahun yang
lalu, ia tak mungkin tahu dengan segala macam perkembangan hidup manusia di
bumi. “Ya, mungkin seperti itu, jika itu yang ada di duniamu,” jawab Myung Soo
sekenanya.
Soo Jin hanya mengangguk tanda mengerti,
meski sebenarnya beribu pertanyaan masih bersarang di dalam otaknya. “Lalu?”
tanyanya lagi. Ia melirik Myung Soo, lehernya sedikit terangkat untuk melihat
ekspresi wajah Myung Soo yang sedikit lebih tinggi darinya.
“Tutup matamu,” perintah Myung Soo. Sesuai
perintah, Soo Jin menutup kedua matanya takut-takut. Lalu ia merasakan sebuah
tangan sedingin es menyentuh pergelangan tangannya. Tangan Myung Soo, tentu
saja, sedaritadi mereka hanya berdua di tempat ini. Tempat yang sampai sekarang
pun ia tak tahu ini adalah tempat apa. Yang pasti ia tahu, ia hanya sedang
bermimpi.
“Kita sudah sampai.” Suara
Myung Soo memaksa Soo Jin untuk membuka mata. Ia mengerjap beberapa
kali karena merasa sedikit pusing
setelah melewati lingkaran besar berwarna hitam, sungguh ia lupa
apa nama benda itu.
Soo Jin kembali mengerjap beberapa kali,
bukan karena ia merasa pusing tapi karena pemandangan di hadapannya. “Wow, ini sungguh seperti dunia nyata!”
seru Soo Jin tak percaya.
Myung Soo melangkahkan kakinya, menatap
ke sekeliling. “Tak sepenuhnya seperti
dunia nyata, kau akan tahu nanti,” ucapnya lalu sambil melangkahkan kaki. Ia tak
tahu kemana tujuan langkah kakinya, namun yang ia tahu, ia akan membuktikan perkataannya
barusan pada Soo Jin.
Soo Jin dengan setia mengikuti Myung Soo,
namun pandangannya tak dapat teralihkan dari kota metropolitan di hadapannya.
Gedung-gedung pencakar langit, lampu-lampu jalan serta cahaya warna-warni yang menghiasi
setiap bangunan. Tak terelakkan pula banyak orang yang memadati jalanan. Soo
Jin menekuk alisnya bingung. Mereka semua terlihat aneh dimata Soo Jin,
berbanding terbalik dengan lingkungan mereka yang nampak normal-normal saja.
Para wanita yang mengenakan gaun-gaun hingga
menutupi keseluruhan kakinya, gaun itu mengembang seperti roti di bagian roknya,
disertai dengan rambut berbagai warna yang mencolok dengan berbagai bentuk, tak
lupa pula dengan make-up tebal yang
menghiasi setiap wajah wanita yang Soo Jin temui. Sedangkan para pria terlihat
sedikit lebih normal, kemeja dengan berbagai hiasan yang terlihat sangat berat
serta celana sepanjang lutut, dan untuk menutupi betis mereka menggunakan
sepatu boot sepanjang lutut. Sangat aneh dan begitu kontras, pikir
Soo Jin.
Semakin jauh kakinya melangkah, semakin
banyak pula keanehan yang ia lihat. Gedung-gedung pencakar langit yang bahkan
sampai tak terlihat ujungnya, para binatang yang bisa bicara dan hidup layaknya
manusia, batang-batang tumbuhan yang mampu bergerak dengan elastis, dan
keanehan lain yang membuat seribu tanda tanya di benak Soo Jin.
Sepanjang perjalanan yang mereka tempuh, tak
ada sedikitpun restaurant atau hanya sekedar warung-warung pinggir jalan yang
menjajakan makanan murahan, bahkan hingga minimarket pun tak pernah singgah di
pandangan Soo Jin.
“Di dunia yang kau lihat sekarang ini tak mengenal
dengan makan ataupun makanan,” jelas Myung Soo. Soo Jin hanya membuka sedikit
mulutnya tanda mengerti. Ia tak lagi heran darimana Myung Soo tahu apa yang
sedang ia pikirkan, karena nyatanya pria itu tahu segala hal. Dan satu hal yang
ia pelajari saat ini.
Berhati-hatilah dengan pikiranmu sendiri Kim
Soo Jin.
“Ya, kau memang harus berhati-hati. Aku sudah
memperingatkanmu dari awal.” Myung Soo berkata dengan entengnya dan Soo Jin
hanya mendengus kasar mendengarnya. Kini mereka sedang berjalan di sebuah
taman. Soo Jin melangkahkan kakinya dengan sangat hati-hati dan terkadang ia
harus segera mengangkat pijakan kakinya karena beberapa rumput berteriak-teriak
kesakitan yang sertamerta mengundang iba di diri Soo Jin.
Myung Soo membawa Soo Jin duduk di bangku
taman itu, beruntungnya bangku itu tidak mengeluh kesakitan, malahan menyapa
mereka berdua dengan ramah. “Jadi bagaimana?” tanya Myung Soo, “bagaimana
dengan dunia ini? Apa kau yakin ingin disini selamanya?”
Soo Jin melempar pandangannya ke segala arah.
Banyak hal baru dan semuanya terasa ganjil di penglihatan Soo Jin. Ia melihat
ke langit dan itu semakin membuatnya terkejut. Diatas sana menggantung dua buah
bulan yang memancarkan sinar purnamanya sambil tersenyum manis kearah mereka
berdua.
“Bisakah aku datang lagi lain kali?”
-----DreamCatcher-----
Byun Baek Hyun masih sibuk dengan
berkas-berkas kantor di mejanya. Matanya dengan liar meneliti setiap angka dari
laporan-laporan tersebut. Mengurus perusahaan memang bukan keahliannya, namun
semua menjadi kewajiban ketika ayahnya kini jatuh sakit.
Perhatiannya teralih ketika ia mendengar
suara pintu di ketuk. Sekretarisnya−sekeretaris ayahnya−muncul setelah pintu
itu terbuka. “Tuan, ada yang mencari anda,” ucap perempuan yang kira-kira sudah
berumur tiga puluhan itu.
Perempuan itu membukakan pintu lebih lebar,
mempersilahkan masuk seorang gadis yang sangat Baek Hyun kenal.
“Soo Jin?”
Baek Hyun bangun dari duduknya, berusaha
menghampiri Soo Jin. Mereka berdua duduk diatas sofa di ruangan itu setelah sebelumnya sekeretaris kantor keluar
dari ruangan.
“Baek Hyun-ssi−“
“Maaf,” potong Baek Hyun segera. “Maaf telah
meninggalkanmu, Soo Jin-ssi.” Baek
Hyun menatap lekat manik kecoklatan milik Soo Jin. Namun sesuatu yang janggal terasa
mengganggu penglihatannya. Sesuatu seperti kekecewaan dan keputusasaan
menggelapkan manik itu. Dia bukan lagi seperti Soo Jin yang Baek Hyun kenal.
“Aku hanya ingin memberimu ini…” Soo Jin
menyodorkan sebuah kotak usang yang sedaritadi ia bawa. “Kuharap kau tidak
membukanya sekarang.”
“Apa ini?”
“Maaf, Baek Hyun-ssi. Aku harus segera pergi.”
Kepergian gadis itu begitu cepat secepat ia
datang, mengejutkan seiring dengan kedatangannya yang tak terduga.
-----DreamCatcher-----
“Kemana saja kau beberapa hari ini?” Myung
Soo menghempaskan punggungnya pada senderan kursi taman yang ia duduki sejak
beberapa hari yang lalu, tak menghiraukan sedikitpun pada si kursi yang meliuk
tak nyaman.
“Aku harus menemui seseorang,” ucap Soo Jin
singkat lalu duduk di sebelah Myung Soo. Soo Jin menatap sekelilingnya.
Pemandangannya masih sama dengan saat terakhir Soo Jin meninggalkan tempat itu.
Sebuah kota antah barantah dengan kehidupan penduduknya yang melenceng dari
garis normal membuat Soo Jin sedikit mengernyit.
“Apa kau mulai tidak nyaman dengan semua
ini?” Myung Soo memperhatikan wajah gadis itu. Namun Soo Jin tak kunjung
menjawab. “Kau ingin merubah keputusanmu?”
“Tidak,” jawab Soo Jin cepat, membuat
senyuman mengembang begitu saja dari wajah Myung Soo. “Hanya saja…”
Senyuman Myung Soo mengendur, maniknya
memperhatikan setiap inci gerakan Soo Jin. “Aku tidak suka dengan tempat ini,”
sambung Soo Jin dengan hati-hati.
“Lalu?”
“Aku… tidak suka keramaian, semacam itu.”
“Baiklah,” jawab Myung Soo enteng. Mata Soo
Jin berbinar mendengarnya.
“Benarkah?” Myung Soo mengangguk. “Semudah
itu?” Myung Soo kembali mengangguk.
“Asal kau tidak pergi lagi…”
… dan
meninggalkanku.
-----DreamCatcher-----
Mereka berdua masih setia menduduki bangku
taman setelah satu detik lamanya mereka berada di sana−setidaknya itu waktu
yang berjalan pada arloji Myung Soo dan pria itu bisa mengatur waktu sesukanya.
“Berceritalah. Aku sedang ingin mendengar
cerita. Lama-lama diam disini membuatku merasa bosan,” ucap Myung Soo terlihat
malas ketika keheningan menyelimuti sekitarnya, bahkan kedua bulan yang
menggantung diatas sana tak kunjung menyapanya.
Soo Jin menoleh kearah Myung Soo dengan
tatapan tidak mengerti. Gadis itu menuntut sebuah penjelasan. “Bukankah kau
sedang merenungi hidupmu. Mungkin akan terasa lebih baik jika kau
menceritakannya pada orang lain.”
Soo Jin terdiam. Perasaan enggan masih
menyelimuti dirinya. Ia tak suka dengan hidupnya. Dan ia benci ketika seseorang
mengetahui kisah hidupnya. Tapi nyatanya ia tak bisa menghalangi Myung Soo
untuk mengetahui semuanya, karena sesungguhnya laki-laki itu sudah tahu.
“Awalnya aku lahir normal dari keluarga yang
cukup berada. Aku mempunyai seorang saudara kembar, namanya Soo Hee. Aku
melalui masa kecilku dengan sangat bahagia,” Soo Jin menceritakan prolog
kehidupannya. Senyum tipis menghiasi wajah cantik itu kala ia teringat ketika
ia, Soo Hee, dan kedua orang tuanya menghabiskan akhir pekan untuk memancing di
danau.
“Tapi… entah sejak kapan, Soo Hee tumbuh
menjadi anak kecil yang manis dan pintar. Dan itu membuat orang tuaku sangat
bangga padanya, lalu… mulai mengacuhkanku.”
Myung Soo kembali menyandarkan punggungnya,
merasa lelah akan kisah hidup manusia yang tak pernah berujung dan terlalu
berbelit-belit. “Lalu kau mulai menecalakakan mereka?”
Soo Jin mengangguk. “Dan aku berhasil.”
Seringaian muncul di wajah Soo Jin, membuatnya terlihat sedikit menakutkan.
“Mereka tewas karena kecelakaan, setelah sebelumnya aku memutus kabel rem mobil
yang mereka gunakan.”
“Lalu, apa kau senang?”
“Tidak.” Wajah Soo Jin mulai mengeras. “Aku
tidak suka melihat orang-orang yang berpura-pura mengasihaniku. Aku tidak bisa
membiarkan mereka hidup dengan resiko akan lebih banyak orang yang tahu akan
kisah tragisku.”
Myung Soo menyeringai senang. Kegelapan mulai
datang dan menyelimuti tubuh Soo Jin dan itu berarti semua ini akan segera
berakhir.
“Lalu, bagaimana dengan Byun Baek Hyun?”
tanya Myung Soo sedikit heran ketika ia menemukan bahwa sampai saat ini pun
Baek Hyun masih tetap hidup.
Soo Jin terdiam. Ia tak memiliki satu opsi
pun untuk menjawab pertanyaan itu. Bahkan ia mulai mempertanyakan hal itu pada
dirinya sendiri. Mengapa ia tak membunuh Baek Hyun? Padahal dengan jelas Baek
Hyun selalu mengunjunginya sekadar prihatin dengan keadaannya yang begitu
buruk. Lalu mengapa?
“Apa kau mencintainya?” tebak Myung Soo kali
ini. Agaknya ia juga penasaran akan pengaruh Baek Hyun dalam hidup Soo Jin.
Myung Soo memang mengetahui segalanya, masa depan, masa lalu, bahkan pikiran
seseorang. Namun satu yang tak pernah ia ketahui; perasaan.
“Cih,
cinta?!” Soo Jin mendengus keras, ia bangun dari duduknya. “Persetan dengan
cinta! Bukankah manusia lahir hanya untuk memangsa atau di mangsa?!! Dan mereka
akan melakukan apapun demi bertahan hidup!”
Awan hitam bergumul mengelilingi mereka.
Angin kencang mulai bertiup tanpa komando.
“Soo Jin-ah…,”
panggil Myung Soo dengan suara beratnya, terdengar aneh dan penuh misteri.
“Apa?”
“Inilah saatnya…”
“Ap−AAAKKKHHHH!!!!!”
Soo Jin berteriak dengan kencang. Kedua tangannya
memegang kepalanya yang terasa sangat berat dan berputar.
Hujan mulai turun disertai petir yang
membombardir ruang disana. Soo Jin masih tetap kesakitan. Tangannya, kakinya,
lehernya, semua terasa sakit. “AAAAA!!!!!”
Setelah merasakan kesakitan yang amat parah,
pada penghujungnya Soo Jin merasakan seluruh badannya mati rasa.
Gadis itu jatuh terkulai.
-----Dream Catcher-----
Baek Hyun mengendarai mobilnya dengan
kencang. Pikirannya benar-benar kacau. Sekelebat bayangan menakutkan muncul di
pikirannya. Dengan kasar ia menyambar sebuah surat kabar dari jok di sebelahnya.
Dengan ragu Baek Hyun membaca berita terkini
di halaman depan surat kabar tersebut.
Telah
ditemukan sebuah mayat perempuan berumur sekitar 20 tahunan di sebuah gang
kecil di pinggiran Kota Seoul. Keadaannya begitu memprihatinkan dengan darah
yang terus mengalir dari bekas gigitan hewan buas di sekujur tubuhnya. Di
perkirakan gadis tersebut telah di serang oleh sekawanan serigala yang melarikan
diri dari hutan.
Baek Hyun membanting keras surat kabar
tersebut. Dadanya terasa sesak, amarahnya membuncah, dan kesedihan teramat
dalam menyiksa dirinya. Dan semuanya menjadi semakin kacau kala ia membaca
sepotong kalimat di dalam surat kabar tersebut.
Perempuan
itu bernama Kim Soo Jin.
-----DreamCatcher-----
Soo Jin membuka matanya perlahan. Sinar
matahari yang menerobos tirai-tirai berwarna keemasan di ruangan itu membuat
mata Soo Jin silau. Gadis itu bangun dari tidurnya kemudian melangkah menuju
pintu yang langsung berhadapan dengan taman.
Matanya menelisik ke setiap sudut. Taman
bunga yang luas, penuh akan mawar berwarna-warni serta bunga-bunga lain yang
merekah, menyebarkan harum semerbak yang begitu memabukkan.
Kicauan burung terdengar begitu menenangkan
begitupula dengan riak air yang terdengar dari bentangan danau yang luas di
hadapannya.
Soo Jin melangkah menuju tepian danau.
Tangannya perlahan memetik setangkai mawar berwarna violet. Menghirup harumnya
bagaikan candu. Gadis itu tersenyum.
“Kau sudah bangun, sayang?”
Sepasang tangan melingkar di pinggang Soo
Jin. Lehernya bisa merasakan hembusan napas hangat dari laki-laki yang kini
memeluknya dari belakang.
Laki-laki itu−Myung Soo−memejamkan matanya.
Membiarkan aroma rambut Soo Jin yang harum−bahkan melebihi jutaan bunga yang mekar
disana−merasuki indera penciumannya.
“Sepertinya aku tidur terlalu lama, sayang.
Sampai-sampai semua badanku terasa pegal.”
Myung Soo tersenyum puas mendengar ucapan Soo
Jin. Laki-laki itu tak berniat sedikitpun untuk membalas ucapan gadis itu.
Membiarkan keheningan menguasai dan semilir angin yang menenangkan.
Sayang?
Ya. Soo Jin bukan lagi ‘Soo Jin si gadis
malang’.
Soo Jin yang sekarang adalah kekasihnya.
Hanya itu yang Soo Jin ingat untuk sekarang dan seterusnya.
-----DreamCatcher----
Tangan Baek Hyun menyebarkan bunga-bungaan
itu untuk yang terakhir kalinya. Makam itu masih terlihat basah, setelah
puluhan menit lalu Soo Jin di semayamkan di tempat itu.
Namun, agaknya Baek Hyun masih enggan untuk
pergi dari sana. Bahkan ia masih enggan menerima kenyataan di hadapannya.
Baek Hyun duduk di tepian makam. Tangannya
memeluk kotak usang yang sedaritadi ia bawa. Perlahan ia membuka kotak itu,
sedikit teringat akan ucapan Soo Jin kemarin saat menemuinya.
Kuharap kau
tidak membukanya sekarang.
Seharusnya ia tahu bahwa semua itu adalah
pertanda. Hanya saja ia terlalu bodoh untuk menyadarinya. Dan karena
kebodohannya sendiri, kini ia kehilangan semuanya. Kehilangan satu-satunya
gadis yang sangat berarti dalam hidupnya. Bahkan ia tak sempat membahagiakan
gadis itu sebagaimana janji yang selalu ia ucapkan pada dirinya sendiri.
Dan sekarang ia menyesali semua itu.
Tangan Baek Hyun meraih isi kotak yang sudah
terbuka itu. Menemukan beberapa tumpukan benda dengan beratus lapisan yang
mulai usang. Baek Hyun mengenalinya sebagai buku dongeng, persis seperti
buku-buku yang ia miliki ketika masih kecil.
Baek Hyun menemukan sebuah surat diantara
lapisan buku tersebut. Di bukanya surat dengan kertas berwarna kelabu itu, lalu
di bacanya perlahan.
Baek
Hyun-ssi, gomawoyo. Terimakasih karena kau telah menemaniku sepanjang waktu,
meski aku tahu kau tak akan selalu berada di sampingku. Tapi, terimakasih.
Aku
mencintaimu.
-----DreamCatcher-----
“Kau ingin sesuatu, sayang?”
Soo Jin tengah menyesap teh hijaunya kala
Myung Soo bertanya. Mereka berdua sedang duduk menikmati semilir angin danau
serta ikan-ikan yang bersenandung riang sambil meloncat-loncat ke permukaan.
Soo Jin menatap keatas, seakan berpikir
sesuatu. Setelahnya, gadis itu mengumbar senyum lebar. “Aku ingin melihat
salju…”
Dengan satu kali jentikan jari Myung Soo, bulir-bulir
salju mulai menyerang permukaan. Air danau mulai membeku. Begitupula dedaunan
yang mulai di penuhi oleh salju.
Soo Jin merapatkan mantel bulu yang entah
sejak kapan sudah membungkus dirinya. Gadis itu berdiri sambil merentangkan
tangannya lebar-lebar, merasakan setiap salju yang menyentuh telapak tangannya.
“Kau senang?”
Myung Soo berdiri sambil terus memperhatikan
tingkah Soo Jin. Laki-laki itu tersenyum bahagia.
Soo Jin menoleh kearah Myung Soo. Menunjukkan
setiap butir kebahagiaan yang ada dalam dirinya.
“Ya, aku sangat senang…”
.
.
.
.
Aku
mencintaimu, Kim Soo Jin
.
.
Selamat
tinggal, Byun Baek Hyun
.
.
Hanya dengan
percaya padaku, maka kau akan mendapat kebahagiaan
.
.
.
Ya, aku
mempercayaimu, Myung.
A/N:
this, my first surrealism fanfict,, so mohon maklum kalo abal bin gajeee... /malusendiri/ karena ini dirst jadi sangat diperlukan kritik dan sarannya ya...
Komentar
Posting Komentar