Langsung ke konten utama

[Oneshot] Dreamcatcher




Title:
Dream Catcher
Scriptwriter:
NanaJji (@nana.novita)
Main Cast(s):
Kim Myung Soo [INFINITE] || Kim Soo Jin [OC]
Support Cast(s):
Byun Baek Hyun [EXO-K]
Genre:
Fantasy. Surrealism. Sad.
Duration:
Oneshoot (3000+ words)
Rating:
PG-15
Summary:
Mimpi. Satu-satunya hal yang bisa membuatnya bahagia. Namun tidak untuk selamanya, karena bisa saja ia ikut terjebak dalam mimpi itu.

-----Dream Catcher-----


“Kau sudah bangun?” Suara itu memaksa Soo Jin untuk membuka matanya. Sedikit kesal ia menatap namja di sampingnya. Ia memang sudah terbangun, namun baru saja ia ingin melanjutkan tidurnya, namja ini sudah membangunkannya begitu saja.
Soo Jin menggeser badannya untuk mendapatkan posisi tidur yang nyenyak, ia kembali menutup matanya. “Aku tahu kau sudah bangun, jadi bangunlah.”
Lagi-lagi suara itu mengganggunya. Dengan sangat terpaksa Soo Jin bangun dan mendudukkan badannya diatas karpet rumput yang menjadi tempat beristirahatnya tadi. Namja di sampingnya masih setia menatap kedepan. Kedua kaki miliknya ia tekuk, begitupun kedua tangannya bersandar di atas sana.
Soo Jin menyamakan duduknya seperti namja aneh yang selalu muncul di saat seperti ini. Gadis dengan paras cantik itu memejamkan kedua kelopak mata indah miliknya, merasakan angin segar menerpa wajahnya, menghirup udara penuh akan oksigen secara perlahan. Ia betul-betul menikmati semua ini.
“Kau datang lagi?” Namja itu kembali bersuara. Manik matanya tak bergeser sedikit pun dari padang rumput luas yang ada di hadapannya. Tak ada apapun selain padang rumput disana, kecuali sebuah pohon besar yang kini memayungi dirinya serta Soo Jin.
Hmm, bukankah kau yang telah membawaku kemari?” Soo Jin balik bertanya, heran kenapa tiba-tiba pertanyaan itu ditujukan padanya.
“Memang, tapi aku tak menyangka jika kau akan datang setiap hari seperti ini…”
“Kau tahu bagaimana hidupku lebih dari yang ku tahu,” ucap Soo Jin penuh kebenaran. Ya, namja ituKim Myung Soomemang lebih tahu bagaimana hidupnya, bahkan tanpa ia memberitahu.
“Ya, maka dari itu aku mengajakmu kemari. Jadi nikmatilah tempat ini dan lupakan masa lalumu itu,” ucap Myung Soo santai. Ia sudah lelah mengetahui bahwa Soo Jin masih saja mengingat masa pahitnya itu. Myung Soo tahu semua yang ada di pikiran Soo Jin melebihi pemiliknya. Bahkan Myung Soo tahu semua hal tentang yeoja bernama Kim Soo Jin itu.
“Aku bosan dengan hidupku,” keluh Soo Jin tiba-tiba. “Aku ingin tetap berada disini…” Ucapan Soo Jin sontak membuat Myung Soo kaget. Di tatapnya wajah Soo Jin untuk memastikan, namun tak sedikit pun keraguan terpancar dari wajah cantiknya.
Myung Soo berusaha untuk tidak menghiraukan ucapan Soo Jin tadi, ia kembali fokus pada padang rumput yang memberikan ketenangan pada siapapun yang melihatnya. “Apa kau bisa membantuku??” Suara Soo Jin kembali menginterupsi kegiatan Myung Soo, namun kali ini Myung Soo benar-benar membelalakan mata mendengar pertanyaan gadis itu.
“Apa kau masih berharap semua ini adalah kenyataan??” Myung Soo balik bertanya dengan nada yang di buatnya sesantai mungkin. “Namun jika kau benar-benar ingin, aku bisa membantumu…”
“Benarkah??” Kini giliran Soo Jin yang membelalakan mata, ia tak percaya seorang Kim Myung Soo mau membantunya, bahkan ia ragu akan ada jawaban atas pertanyaannya tadi.
“Namun, terlebih dulu aku harus memperlihatkan sesuatu padamu...” Myung Soo bangun dari duduknya lalu menepuk-nepuk dasar kemeja yang ia duduki.
“Sesuatu?” Soo Jin ikut berdiri dan menatap Myung Soo penuh tanya, namun Myung Soo hanya menjawab dengan seringaian khas miliknya.

-----Dream Catcher-----

Soo Jin mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Sedaritadi ia mengikuti namja bernama Kim Myung Soo itu tanpa ia tahu arah dan tujuan mereka.
Myung Soo berhenti, seketika itu juga Soo Jin yang berada di belakang langsung menabrak tubuh tegapnya. “Mianhae,” ucap Soo Jin tanpa perlu ia tahu siapa yang bersalah.
“Ini dimana? Apa kita sudah sampai??” tanya Soo Jin setelah memperhatikan sekitar mereka. Sekarang pemandangannya sudah berbeda. Tak lagi padang rumput seperti yang ia lihat selama perjalanan tadi, namun beratus-ratus pohon besar yang membentuk suatu kumpulan menjadi hutan belantara telah terhidang di hadapannya.
Myung Soo menggeleng. Digesekkannya jari tengah dan jempol miliknya hingga menimbulkan suara ‘klik’. Seketika sebuah titik hitam muncul di hadapan mereka, sangat cepat hingga Soo Jin tak tahu jika titik kecil itu sudah menjadi lingkaran hitam besar, hampir sebesar kios-kios makanan kecil yang sering ia lihat di sepanjang jalanan kota Seoul.
“Apa it?”
Portal.” Belum selesai Soo Jin bertanya, Myung Soo sudah berhasil memotong dengan jawabannya. Soo Jin terlihat sedikit kesal karena ucapannya di potong begitu saja, namun setelah itu ia kembali tertarik dengan objek bernama ‘portal’ di hadapannya.
Dengan hanya melihat mimik wajah Soo Jin, Myung Soo tahu jika anak itu sedang kebingungan, maka ia pun menjelaskan. “Portal bisa membawamu sampai ke tempat mana saja yang kau inginkan.”
“Seperti pintu kemana saja milik Doraemon?”
Myung Soo menaikkan alisnya tak mengerti. Hei, dia sudah mati ratusan tahun yang lalu, ia tak mungkin tahu dengan segala macam perkembangan hidup manusia di bumi. “Ya, mungkin seperti itu, jika itu yang ada di duniamu,” jawab Myung Soo sekenanya.
Soo Jin hanya mengangguk tanda mengerti, meski sebenarnya beribu pertanyaan masih bersarang di dalam otaknya. “Lalu?” tanyanya lagi. Ia melirik Myung Soo, lehernya sedikit terangkat untuk melihat ekspresi wajah Myung Soo yang sedikit lebih tinggi darinya.
“Tutup matamu,” perintah Myung Soo. Sesuai perintah, Soo Jin menutup kedua matanya takut-takut. Lalu ia merasakan sebuah tangan sedingin es menyentuh pergelangan tangannya. Tangan Myung Soo, tentu saja, sedaritadi mereka hanya berdua di tempat ini. Tempat yang sampai sekarang pun ia tak tahu ini adalah tempat apa. Yang pasti ia tahu, ia hanya sedang bermimpi.
“Kita sudah sampai.” Suara Myung Soo memaksa Soo Jin untuk membuka mata. Ia mengerjap beberapa kali karena merasa sedikit pusing setelah melewati lingkaran besar berwarna hitam, sungguh ia lupa apa nama benda itu.
Soo Jin kembali mengerjap beberapa kali, bukan karena ia merasa pusing tapi karena pemandangan di hadapannya. “Wow, ini sungguh seperti dunia nyata!” seru Soo Jin tak percaya.
Myung Soo melangkahkan kakinya, menatap ke sekeliling. “Tak sepenuhnya seperti dunia nyata, kau akan tahu nanti,” ucapnya lalu sambil melangkahkan kaki. Ia tak tahu kemana tujuan langkah kakinya, namun yang ia tahu, ia akan membuktikan perkataannya barusan pada Soo Jin.
Soo Jin dengan setia mengikuti Myung Soo, namun pandangannya tak dapat teralihkan dari kota metropolitan di hadapannya. Gedung-gedung pencakar langit, lampu-lampu jalan serta cahaya warna-warni yang menghiasi setiap bangunan. Tak terelakkan pula banyak orang yang memadati jalanan. Soo Jin menekuk alisnya bingung. Mereka semua terlihat aneh dimata Soo Jin, berbanding terbalik dengan lingkungan mereka yang nampak normal-normal saja.
Para wanita yang mengenakan gaun-gaun hingga menutupi keseluruhan kakinya, gaun itu mengembang seperti roti di bagian roknya, disertai dengan rambut berbagai warna yang mencolok dengan berbagai bentuk, tak lupa pula dengan make-up tebal yang menghiasi setiap wajah wanita yang Soo Jin temui. Sedangkan para pria terlihat sedikit lebih normal, kemeja dengan berbagai hiasan yang terlihat sangat berat serta celana sepanjang lutut, dan untuk menutupi betis mereka menggunakan sepatu boot sepanjang lutut. Sangat aneh dan begitu kontras, pikir Soo Jin.
Semakin jauh kakinya melangkah, semakin banyak pula keanehan yang ia lihat. Gedung-gedung pencakar langit yang bahkan sampai tak terlihat ujungnya, para binatang yang bisa bicara dan hidup layaknya manusia, batang-batang tumbuhan yang mampu bergerak dengan elastis, dan keanehan lain yang membuat seribu tanda tanya di benak Soo Jin.
Sepanjang perjalanan yang mereka tempuh, tak ada sedikitpun restaurant atau hanya sekedar warung-warung pinggir jalan yang menjajakan makanan murahan, bahkan hingga minimarket pun tak pernah singgah di pandangan Soo Jin.
“Di dunia yang kau lihat sekarang ini tak mengenal dengan makan ataupun makanan,” jelas Myung Soo. Soo Jin hanya membuka sedikit mulutnya tanda mengerti. Ia tak lagi heran darimana Myung Soo tahu apa yang sedang ia pikirkan, karena nyatanya pria itu tahu segala hal. Dan satu hal yang ia pelajari saat ini.
Berhati-hatilah dengan pikiranmu sendiri Kim Soo Jin.
“Ya, kau memang harus berhati-hati. Aku sudah memperingatkanmu dari awal.” Myung Soo berkata dengan entengnya dan Soo Jin hanya mendengus kasar mendengarnya. Kini mereka sedang berjalan di sebuah taman. Soo Jin melangkahkan kakinya dengan sangat hati-hati dan terkadang ia harus segera mengangkat pijakan kakinya karena beberapa rumput berteriak-teriak kesakitan yang sertamerta mengundang iba di diri Soo Jin.
Myung Soo membawa Soo Jin duduk di bangku taman itu, beruntungnya bangku itu tidak mengeluh kesakitan, malahan menyapa mereka berdua dengan ramah. “Jadi bagaimana?” tanya Myung Soo, “bagaimana dengan dunia ini? Apa kau yakin ingin disini selamanya?”
Soo Jin melempar pandangannya ke segala arah. Banyak hal baru dan semuanya terasa ganjil di penglihatan Soo Jin. Ia melihat ke langit dan itu semakin membuatnya terkejut. Diatas sana menggantung dua buah bulan yang memancarkan sinar purnamanya sambil tersenyum manis kearah mereka berdua.
“Bisakah aku datang lagi lain kali?”

-----DreamCatcher-----

Byun Baek Hyun masih sibuk dengan berkas-berkas kantor di mejanya. Matanya dengan liar meneliti setiap angka dari laporan-laporan tersebut. Mengurus perusahaan memang bukan keahliannya, namun semua menjadi kewajiban ketika ayahnya kini jatuh sakit.
Perhatiannya teralih ketika ia mendengar suara pintu di ketuk. Sekretarisnya−sekeretaris ayahnya−muncul setelah pintu itu terbuka. “Tuan, ada yang mencari anda,” ucap perempuan yang kira-kira sudah berumur tiga puluhan itu.
Perempuan itu membukakan pintu lebih lebar, mempersilahkan masuk seorang gadis yang sangat Baek Hyun kenal.
“Soo Jin?”
Baek Hyun bangun dari duduknya, berusaha menghampiri Soo Jin. Mereka berdua duduk diatas sofa di ruangan itu setelah sebelumnya sekeretaris kantor keluar dari ruangan.
“Baek Hyun-ssi−“
“Maaf,” potong Baek Hyun segera. “Maaf telah meninggalkanmu, Soo Jin-ssi.” Baek Hyun menatap lekat manik kecoklatan milik Soo Jin. Namun sesuatu yang janggal terasa mengganggu penglihatannya. Sesuatu seperti kekecewaan dan keputusasaan menggelapkan manik itu. Dia bukan lagi seperti Soo Jin yang Baek Hyun kenal.
“Aku hanya ingin memberimu ini…” Soo Jin menyodorkan sebuah kotak usang yang sedaritadi ia bawa. “Kuharap kau tidak membukanya sekarang.”
“Apa ini?”
“Maaf, Baek Hyun-ssi. Aku harus segera pergi.”
Kepergian gadis itu begitu cepat secepat ia datang, mengejutkan seiring dengan kedatangannya yang tak terduga.

-----DreamCatcher-----

“Kemana saja kau beberapa hari ini?” Myung Soo menghempaskan punggungnya pada senderan kursi taman yang ia duduki sejak beberapa hari yang lalu, tak menghiraukan sedikitpun pada si kursi yang meliuk tak nyaman.
“Aku harus menemui seseorang,” ucap Soo Jin singkat lalu duduk di sebelah Myung Soo. Soo Jin menatap sekelilingnya. Pemandangannya masih sama dengan saat terakhir Soo Jin meninggalkan tempat itu. Sebuah kota antah barantah dengan kehidupan penduduknya yang melenceng dari garis normal membuat Soo Jin sedikit mengernyit.
“Apa kau mulai tidak nyaman dengan semua ini?” Myung Soo memperhatikan wajah gadis itu. Namun Soo Jin tak kunjung menjawab. “Kau ingin merubah keputusanmu?”
“Tidak,” jawab Soo Jin cepat, membuat senyuman mengembang begitu saja dari wajah Myung Soo. “Hanya saja…”
Senyuman Myung Soo mengendur, maniknya memperhatikan setiap inci gerakan Soo Jin. “Aku tidak suka dengan tempat ini,” sambung Soo Jin dengan hati-hati.
“Lalu?”
“Aku… tidak suka keramaian, semacam itu.”
“Baiklah,” jawab Myung Soo enteng. Mata Soo Jin berbinar mendengarnya.
“Benarkah?” Myung Soo mengangguk. “Semudah itu?” Myung Soo kembali mengangguk.
“Asal kau tidak pergi lagi…”

… dan meninggalkanku.

-----DreamCatcher-----

Mereka berdua masih setia menduduki bangku taman setelah satu detik lamanya mereka berada di sana−setidaknya itu waktu yang berjalan pada arloji Myung Soo dan pria itu bisa mengatur waktu sesukanya.
“Berceritalah. Aku sedang ingin mendengar cerita. Lama-lama diam disini membuatku merasa bosan,” ucap Myung Soo terlihat malas ketika keheningan menyelimuti sekitarnya, bahkan kedua bulan yang menggantung diatas sana tak kunjung menyapanya.
Soo Jin menoleh kearah Myung Soo dengan tatapan tidak mengerti. Gadis itu menuntut sebuah penjelasan. “Bukankah kau sedang merenungi hidupmu. Mungkin akan terasa lebih baik jika kau menceritakannya pada orang lain.”
Soo Jin terdiam. Perasaan enggan masih menyelimuti dirinya. Ia tak suka dengan hidupnya. Dan ia benci ketika seseorang mengetahui kisah hidupnya. Tapi nyatanya ia tak bisa menghalangi Myung Soo untuk mengetahui semuanya, karena sesungguhnya laki-laki itu sudah tahu.
“Awalnya aku lahir normal dari keluarga yang cukup berada. Aku mempunyai seorang saudara kembar, namanya Soo Hee. Aku melalui masa kecilku dengan sangat bahagia,” Soo Jin menceritakan prolog kehidupannya. Senyum tipis menghiasi wajah cantik itu kala ia teringat ketika ia, Soo Hee, dan kedua orang tuanya menghabiskan akhir pekan untuk memancing di danau.
“Tapi… entah sejak kapan, Soo Hee tumbuh menjadi anak kecil yang manis dan pintar. Dan itu membuat orang tuaku sangat bangga padanya, lalu… mulai mengacuhkanku.”
Myung Soo kembali menyandarkan punggungnya, merasa lelah akan kisah hidup manusia yang tak pernah berujung dan terlalu berbelit-belit. “Lalu kau mulai menecalakakan mereka?”
Soo Jin mengangguk. “Dan aku berhasil.” Seringaian muncul di wajah Soo Jin, membuatnya terlihat sedikit menakutkan. “Mereka tewas karena kecelakaan, setelah sebelumnya aku memutus kabel rem mobil yang mereka gunakan.”
“Lalu, apa kau senang?”
“Tidak.” Wajah Soo Jin mulai mengeras. “Aku tidak suka melihat orang-orang yang berpura-pura mengasihaniku. Aku tidak bisa membiarkan mereka hidup dengan resiko akan lebih banyak orang yang tahu akan kisah tragisku.”
Myung Soo menyeringai senang. Kegelapan mulai datang dan menyelimuti tubuh Soo Jin dan itu berarti semua ini akan segera berakhir.
“Lalu, bagaimana dengan Byun Baek Hyun?” tanya Myung Soo sedikit heran ketika ia menemukan bahwa sampai saat ini pun Baek Hyun masih tetap hidup.
Soo Jin terdiam. Ia tak memiliki satu opsi pun untuk menjawab pertanyaan itu. Bahkan ia mulai mempertanyakan hal itu pada dirinya sendiri. Mengapa ia tak membunuh Baek Hyun? Padahal dengan jelas Baek Hyun selalu mengunjunginya sekadar prihatin dengan keadaannya yang begitu buruk. Lalu mengapa?
“Apa kau mencintainya?” tebak Myung Soo kali ini. Agaknya ia juga penasaran akan pengaruh Baek Hyun dalam hidup Soo Jin. Myung Soo memang mengetahui segalanya, masa depan, masa lalu, bahkan pikiran seseorang. Namun satu yang tak pernah ia ketahui; perasaan.
Cih, cinta?!” Soo Jin mendengus keras, ia bangun dari duduknya. “Persetan dengan cinta! Bukankah manusia lahir hanya untuk memangsa atau di mangsa?!! Dan mereka akan melakukan apapun demi bertahan hidup!”
Awan hitam bergumul mengelilingi mereka. Angin kencang mulai bertiup tanpa komando.
“Soo Jin-ah…,” panggil Myung Soo dengan suara beratnya, terdengar aneh dan penuh misteri.
“Apa?”
“Inilah saatnya…”
“Ap−AAAKKKHHHH!!!!!”
Soo Jin berteriak dengan kencang. Kedua tangannya memegang kepalanya yang terasa sangat berat dan berputar.
Hujan mulai turun disertai petir yang membombardir ruang disana. Soo Jin masih tetap kesakitan. Tangannya, kakinya, lehernya, semua terasa sakit. “AAAAA!!!!!”
Setelah merasakan kesakitan yang amat parah, pada penghujungnya Soo Jin merasakan seluruh badannya mati rasa.
Gadis itu jatuh terkulai.

-----Dream Catcher-----

Baek Hyun mengendarai mobilnya dengan kencang. Pikirannya benar-benar kacau. Sekelebat bayangan menakutkan muncul di pikirannya. Dengan kasar ia menyambar sebuah surat kabar dari jok di sebelahnya.
Dengan ragu Baek Hyun membaca berita terkini di halaman depan surat kabar tersebut.
Telah ditemukan sebuah mayat perempuan berumur sekitar 20 tahunan di sebuah gang kecil di pinggiran Kota Seoul. Keadaannya begitu memprihatinkan dengan darah yang terus mengalir dari bekas gigitan hewan buas di sekujur tubuhnya. Di perkirakan gadis tersebut telah di serang oleh sekawanan serigala yang melarikan diri dari hutan.
Baek Hyun membanting keras surat kabar tersebut. Dadanya terasa sesak, amarahnya membuncah, dan kesedihan teramat dalam menyiksa dirinya. Dan semuanya menjadi semakin kacau kala ia membaca sepotong kalimat di dalam surat kabar tersebut.
Perempuan itu bernama Kim Soo Jin.

-----DreamCatcher-----

Soo Jin membuka matanya perlahan. Sinar matahari yang menerobos tirai-tirai berwarna keemasan di ruangan itu membuat mata Soo Jin silau. Gadis itu bangun dari tidurnya kemudian melangkah menuju pintu yang langsung berhadapan dengan taman.
Matanya menelisik ke setiap sudut. Taman bunga yang luas, penuh akan mawar berwarna-warni serta bunga-bunga lain yang merekah, menyebarkan harum semerbak yang begitu memabukkan.
Kicauan burung terdengar begitu menenangkan begitupula dengan riak air yang terdengar dari bentangan danau yang luas di hadapannya.
Soo Jin melangkah menuju tepian danau. Tangannya perlahan memetik setangkai mawar berwarna violet. Menghirup harumnya bagaikan candu. Gadis itu tersenyum.
“Kau sudah bangun, sayang?”
Sepasang tangan melingkar di pinggang Soo Jin. Lehernya bisa merasakan hembusan napas hangat dari laki-laki yang kini memeluknya dari belakang.
Laki-laki itu−Myung Soo−memejamkan matanya. Membiarkan aroma rambut Soo Jin yang harum−bahkan melebihi jutaan bunga yang mekar disana−merasuki indera penciumannya.
“Sepertinya aku tidur terlalu lama, sayang. Sampai-sampai semua badanku terasa pegal.”
Myung Soo tersenyum puas mendengar ucapan Soo Jin. Laki-laki itu tak berniat sedikitpun untuk membalas ucapan gadis itu. Membiarkan keheningan menguasai dan semilir angin yang menenangkan.
Sayang?
Ya. Soo Jin bukan lagi ‘Soo Jin si gadis malang’.
Soo Jin yang sekarang adalah kekasihnya. Hanya itu yang Soo Jin ingat untuk sekarang dan seterusnya.

-----DreamCatcher----

Tangan Baek Hyun menyebarkan bunga-bungaan itu untuk yang terakhir kalinya. Makam itu masih terlihat basah, setelah puluhan menit lalu Soo Jin di semayamkan di tempat itu.
Namun, agaknya Baek Hyun masih enggan untuk pergi dari sana. Bahkan ia masih enggan menerima kenyataan di hadapannya.
Baek Hyun duduk di tepian makam. Tangannya memeluk kotak usang yang sedaritadi ia bawa. Perlahan ia membuka kotak itu, sedikit teringat akan ucapan Soo Jin kemarin saat menemuinya.
Kuharap kau tidak membukanya sekarang.
Seharusnya ia tahu bahwa semua itu adalah pertanda. Hanya saja ia terlalu bodoh untuk menyadarinya. Dan karena kebodohannya sendiri, kini ia kehilangan semuanya. Kehilangan satu-satunya gadis yang sangat berarti dalam hidupnya. Bahkan ia tak sempat membahagiakan gadis itu sebagaimana janji yang selalu ia ucapkan pada dirinya sendiri.
Dan sekarang ia menyesali semua itu.
Tangan Baek Hyun meraih isi kotak yang sudah terbuka itu. Menemukan beberapa tumpukan benda dengan beratus lapisan yang mulai usang. Baek Hyun mengenalinya sebagai buku dongeng, persis seperti buku-buku yang ia miliki ketika masih kecil.
Baek Hyun menemukan sebuah surat diantara lapisan buku tersebut. Di bukanya surat dengan kertas berwarna kelabu itu, lalu di bacanya perlahan.
Baek Hyun-ssi, gomawoyo. Terimakasih karena kau telah menemaniku sepanjang waktu, meski aku tahu kau tak akan selalu berada di sampingku. Tapi, terimakasih.
Aku mencintaimu.

-----DreamCatcher-----

“Kau ingin sesuatu, sayang?”
Soo Jin tengah menyesap teh hijaunya kala Myung Soo bertanya. Mereka berdua sedang duduk menikmati semilir angin danau serta ikan-ikan yang bersenandung riang sambil meloncat-loncat ke permukaan.
Soo Jin menatap keatas, seakan berpikir sesuatu. Setelahnya, gadis itu mengumbar senyum lebar. “Aku ingin melihat salju…”
Dengan satu kali jentikan jari Myung Soo, bulir-bulir salju mulai menyerang permukaan. Air danau mulai membeku. Begitupula dedaunan yang mulai di penuhi oleh salju.
Soo Jin merapatkan mantel bulu yang entah sejak kapan sudah membungkus dirinya. Gadis itu berdiri sambil merentangkan tangannya lebar-lebar, merasakan setiap salju yang menyentuh telapak tangannya.
“Kau senang?”
Myung Soo berdiri sambil terus memperhatikan tingkah Soo Jin. Laki-laki itu tersenyum bahagia.
Soo Jin menoleh kearah Myung Soo. Menunjukkan setiap butir kebahagiaan yang ada dalam dirinya.
“Ya, aku sangat senang…”

.
.
.
.
Aku mencintaimu, Kim Soo Jin
.
.
Selamat tinggal, Byun Baek Hyun
.
.
Hanya dengan percaya padaku, maka kau akan mendapat kebahagiaan
.
.
.
Ya, aku mempercayaimu, Myung.



 A/N:
 this, my first surrealism fanfict,, so mohon maklum kalo abal bin gajeee... /malusendiri/ karena ini dirst jadi sangat diperlukan kritik dan sarannya ya...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Vignette] Only Hope

Title:  Only Hope Scriptwriter: NanaJji (@nana.novita) Cast(s): Jeon Jungkook [BTS] || Kim Soojin [OC] || Park Yooji [OC] || Kim Yugyeom [GOT7] || Kim Namjoon [BTS] Genre: Romance. Friendship. Hurt. Duration: Vignette Rating: Teen Summary: Salahku yang terlalu berharap padamu

[Oneshot] Brother and Sister Complex

  Title: Brother and Sister Complex Author: Na n aJji (@nana.novita) Length: Oneshot Genre: Romance, family, friendship Main Casts: Kim Myung Soo (INFINITE) || Kim Soo Jin (OC) Rating: PG-15 Summary: Seperti sebuah napza. Berawal dari sebuah kebersamaan, hingga akhirnya membuatnya menjadi candu.

[Vignette] Biscuit

Title: BISCUIT Scriptwriter: NanaJji (@nana.novita) Cast(s): Oh Sehun [EXO] || Kim Soojin [OC] || Kim Jongin [EXO] Genre: Comedy. Friendship. Duration: Vignette Rating: G Summary: Haruskah ia memberitahu Soojin tentang apa yang ingin ia beli? . “ Oppa sungguh ingin membeli itu?” tanya Soojin tak percaya. Sehun hanya dapat mengangguk dengan polos. . . .