Title:
Brother and Sister Complex
Author:
NanaJji (@nana.novita)
Length:
Oneshot
Genre:
Romance, family, friendship
Main
Casts:
Kim
Myung Soo (INFINITE) || Kim Soo Jin (OC)
Rating:
PG-15
Summary:
Seperti
sebuah napza.
Berawal
dari sebuah kebersamaan, hingga akhirnya membuatnya menjadi candu.
“Soo Jin-ah…”
“Ye..” Soo Jin
hanya menjawab dengan malas. “Boleh aku masuk?” tanya suara diluar kamar Soo
Jin.
“Masuk saja oppa,
pintunya tak dikunci.” Soo Jin dengan cepat mengambil sebuah novel lalu di bacanya sembarangan−mencoba
terlihat sibuk.
“Soo Jin-ah!”
teriak Myung Soo yang kini telah masuk ke kamar Soo Jin dan langsung
menghampiri dongsaeng-nya
dengan riang.
Soo Jin membenahi posisi duduknya menghadap Myung Soo. “Waeyo?” tanyanya dengan wajah malas.
“Ya, gwenchana?
Kau terlihat tak bersemangat.” Myung Soo balik bertanya dan menaruh punggung tangannya
di dahi Soo Jin.
“Nan gwenchana.
Ada apa oppa kemari?” ucap Soo Jin
lalu melepaskan tangan Myung Soo dari dahinya.
“Yakin kau tak apa?” tanya Myung Soo meyakinkan. Soo Jin
hanya mengangguk lalu melempar senyuman yang terkesan dipaksakan. “Bagaimana
menurutmu?” tanya Myung Soo dengan semangat.
“Bagaimana apanya?” tanya
Soo Jin sekenanya.
“Bagaimana dengan calon yeoja-ku? Dia cantik bukan?”
“Maksud oppa Soo Jung eonni?” Myung Soo mengangguk mantap. “Dia cantik, baik, pintar
pula,” jawab Soo Jin sambil membolak-balik dengan asal
lembaran novel yang dibawanya.
“Berarti kau setuju?!” Myung Soo langsung membenahi
duduknya dan mendekat kearah Soo Jin.
“Ani.” Soo Jin yang semula menunduk berpura-pura membaca
novel, kini mendongakkan kepalanya dan menatap lurus kedalam mata Myung Soo.
“Waeyo?” Myung
Soo menatap Soo Jin dengan tatapan yang susah digambarkan. Mendengar pertanyaan
Myung Soo, Soo Jin malah mengangkat sebelah alisnya. “Kenapa kau tidak setuju?
Bukan. Kenapa kau SELALU tidak setuju dengan yeoja yang kupilih, hmm??” selidik Myung Soo dengan penekanan di
kata ‘selalu’.
Soo Jin meluruskan posisi duduknya dengan Myung Soo lalu
memegang pundak Myung Soo. “Ok,
terserah oppa mau berpikir apa
tentangku. Tapi yang pasti, aku hanya ingin yang terbaik untuk oppa,” ucap Soo Jin meyakinkan.
“Dari dulu kau selalu mengucapkan hal yang sama. Tapi,
apa sesungguhnya alasanmu? Oppa
sangat menghormati keputusanmu, maka dari itu oppa tidak pernah meragukannya.”
Myung Soo mengambil jeda sejenak. Soo Jin masih menatap
Myung Soo penuh penantian.
“Lalu apa alasan sebenarnya, kenapa semua yeoja yang oppa pilih, kau tak pernah sedikitpun mengatakan setuju, hm?
Bahkan, seorang seperti Soo
Jung yang aku tahu kau sangat
menyukainya. Coba jelaskan…” tanya Myung Soo tenang, ia tak mau terbawa amarah
menghadapi dongsaeng kesayangannya
yang tak pernah ia mengerti jalan pikirannya.
“Ok. Dari yang
paling tidak ku setujui, Kwon
Ji Soo. Mungkin oppa sudah tau tentang hal ini. Jujur saja, dia itu bukan yeoja yang baik. Dia itu seorang player oppa. Tentu saja aku tidak setuju.”
“Soal itu oppa
sudah tahu. Lalu yang lain?” ucap Myung Soo membenarkan perkataan Soo Jin.
“Lalu.. Park Sera. Dia yeoja yang cantik, pintar dan baik.
Tapi...dia terlalu terobsesi padamu. Lihat saja apa yang terjadi pada Na Eun eonni.
Dia mengalami kecelakaan setelah pulang kerja kelompok bersama oppa kan? Dan kebetulan aku melihat
kejadian itu dengan mata kepalaku sendiri.”
“Selanjutnya, Kim Soo Hee. Yaa..dia yeoja yang cantik dan populer di
sekolah. Tapi sikapnya tak begitu baik. Aku tahu dia mendekati oppa hanya untuk memanfaatkan oppa agar mau mengerjakan semua tugasnya.
Sedangkan dia asik pergi dan berbincang dengan teman-temannya yang tak kalah
populer itu.”
Soo Jin mengambil napas
beberapa kali hingga akhirnya ia melanjutkan bicaranya. “Dan begitu pun dengan yeoja-yeoja yang lainnya. Bagaimana aku
bisa menyerahkan oppa-ku satu-satunya pada yeoja
seperti mereka? Tentu saja tidak bisa.”
“Soo
Jung. Soo Jung bukan
yeoja seperti mereka, lalu apa
alasannya?”
“Itu tidak salah. Dia tidak bisa dibandingkan dengan yeoja-yeoja sebelumnya. Tapi..hanya ada
satu alasan...”
“Apa alasannya?” tanya Myung Soo penasaran.
“Min Ho. Choi Min Ho,” jawab Soo Jin penuh penekanan.
“Maksudmu?” Myung Soo masih tak mengerti.
PLETAK!! Sebuah jitakan keras mendarat di kening Myung
Soo.
“Oppa ini
terlalu polos atau bagaimana sih?! Masalah seperti ini saja oppa tidak tahu! Harusnya oppa bersyukur mempunyai dongsaeng sepertiku. Bukan malah
mengintrogasiku seperti tawanan begini!” Soo Jin memutar tubuhnya sehingga
membelakangi Myung Soo.
“Ya,
kalau kau marah terlihat sangat jelek. Sudahlah, maafkan
aku,” rujuk Myung Soo lalu membalik tubuh Soo Jin. “Sekarang
coba jelaskan apa maksudmu..”
“Ok. Oppa tahu kan siapa itu Choi Min Ho??”
tanya Soo Jin malas. Dia tahu oppa-nya
terlalu polos untuk mengetahui hal ini.
“Ya. Aku tahu. Dia senior-ku, dia anak dari pemilik
yayasan, dia pintar main basket, dia tampan dan banyak yeoja yang tergila-gila padanya. Tapi, tidak dengan Soo Jung,” ucap Myung Soo santai.
“Itu berarti dia berkuasa. Tapi satu yang oppa tidak
ketahui...”
“Ia, semua orang mengetahuinya. Memangnya apa yang tidak
ku ketahui?”
“Mungkin Soo
Jung eonni tidak tergila-gila padanya, karena aku yakin Soo Jung eonni masih waras. Begitu juga denganku, aku sama sekali tidak
tertarik dengan Min Ho. Tapi bukan itu masalahnya...” Soo
Jin menggantungkan kata-katanya untuk menarik napas
lalu menghembuskannya.
“Min Ho tergila-gila pada Soo Jung eonni,” ucap Soo Jin gamblang.
“Lalu..” Myung Soo masih dengan santainya menjawab.
“OPPA!!!” Soo
Jin bangkit dari tempat duduknya dengan penuh amarah. “Oppa tak mengerti atau oppa
memang tak pernah mencoba untuk mengerti?!!! Oppa tahu bahwa Min Ho akan melakukan segala cara asal dia bisa
mendapatkan Soo Jung eonni!
Dan aku tak ingin terjadi sesuatu dengan oppa!!”
Myung Soo menatap Soo Jin kaget. Tak pernah ia melihat
Soo Jin semarah ini. Soo Jin pun merasakan hal yang sama. Ia tak dapat
mengendalikan emosinya lagi hingga tetesan air mata mengalir indah di pipinya.
Dan ia menatap Myung Soo yang masih terdiam.
‘Semua percuma saja,’ pikir Soo Jin lalu ia berlari keluar kamarnya, mencoba
mencari tempat untuk menenangkan diri dan menangis sepuasnya.
_~**-**~_
“Aigoo~ Soo Jinie, eodiseoyo??” Myung Soo berdiri di depan gerbang sekolah. Soo Jin
seharusnya ada disana menunggunya, namun Myung Soo tak menemukan tanda-tanda
keberadaan Soo Jin disana.
Myung
Soo melirik levis-nya. Sudah pukul 4 sore dan langit mulai gelap. ‘Sebentar lagi akan turun hujan,’ pikir
Myung Soo. Kedua tangannya mengeratkan jas sekolah yang dikenakannya. Cuaca
memang dingin akhir-akhir ini.
Suasana
hening, hanya terdengar suara angin dan ketukan sepatu Myung Soo yang sedang
bersandar di pinggir gerbang sekolah. Dengan gelisah, Myung Soo kembali melirik
arlojinya. Lima menit sudah ia menunggu, namun sosok yang ditunggunya tak
muncul juga.
“Apa
dia sudah pulang?” pikir Myung Soo. Dengan cepat ia menggelengkan kepala. Ia
ingat, tadi Soo Jin sendiri yang berkata bahwa ia akan tetap menunggu Myung Soo
selesai dari klub fotografi-nya dan pulang bersama, Soo Jin tak akan
mengingkarinya, Myung Soo yakin. Sangat yakin.
Perasaan
tak enak tiba-tiba memenuhi rongga-rongga tubuh Myung Soo. Dengan perlahan ia
melangkahkan kaki masuk ke dalam sekolah, berusaha mencari Soo Jin di dalam.
Sampai
di depan kelas dongsaeng-nya itu,
dengan cepat ia mendorong pintu agar terbuka dan memperlihatkan isi di
dalamnya. Namun, nihil. Tak ada seorang pun disana.
Kali
ini langkah Myung Soo semakin cepat. Menyusuri setiap ruangan yang ia lewati
dan mendongakkan kepalanya mencoba untuk menemukan Soo Jin. Namun, lagi-lagi
hasilnya nihil.
Akhirnya
Myung Soo memutuskan untuk berlari. Kini semua ruangan dan tempat di wilayah
itu ia telusuri. Wilayah yang sangat luas karena tak hanya terdiri dari sekolah
menengah saja, namun juga universitas yang membuat wilayahnya tak bisa
dikatakan luas lagi, bahkan lebih dari itu.
Tapi
tetap tanpa putus asa Myung Soo menyusuri setiap petak lahan yang ia lewati,
dengan napas yang semakin memburu dan perasaan khawatir yang tak karuan
menyelimuti udara di sekitarnya.
Sebenarnya
apa yang terjadi? Myung Soo berhenti sejenak, menyandarkan sebelah tangannya di
tembok dan menarik napas dengan liar. Ia benar-benar lelah.
Samar-samar
ia merasakan sesuatu. Dengan cepat ia berlari ke suatu tempat. Gudang sekolah.
Entah kenapa ia bisa terpikir untuk pergi kesini. Dengan cepat ia membuka
pintu. Dan seperti yang ia duga. Ia menemukannya.
“YA!!!!!” teriak Myung Soo, membuat semua
objek di dalam gudang tersebut seketika mengalihkan pandangan kearahnya, tak
terkecuali Soo Jin yang kini bersandar di tembok dan hanya beberapa senti di
depannya Min Ho berdiri dan menatap Myung Soo dengan seringainya.
“Oppa!!” seru Soo Jin dan berlari menuju
Myung Soo, namun gerakannya kalah cepat dengan tangan Min Ho yang terlebih dulu
memegang pergelangannya dengan erat. “Aish! Lepaskan!!” Soo Jin berusaha
melepaskan genggaman itu, tapi percuma, kekuatan Min Ho jauh lebih besar di
bandingkan dirinya, begitupun dengan mudahnya Min Ho mendorong tubuhnya ke
tembok dan menghimpit tubuh Soo Jin dengan kedua tangan Min Ho yang di
sandarkan di tembok.
Myung
Soo merutuki Min Ho di hadapannya, sekaligus merutuki dirinya sendiri,
seharusnya ia mendengarkan kata-kata Soo Jin. Ia tahu, Min Ho pasti mengambil
tindakan atas kedekatannya dengan Soo Jung, tapi ia sungguh tak menyangka bahwa dongsaeng-nya yang akan menjadi target
Min Ho.
“Oh,
oh! Kim Myung Soo! Rupanya dongsaeng-mu
cantik juga. Seharusnya aku mengetahuinya sedari dulu, tapi sayang sudah
terlambat. Tapi, tak apa’kan jika aku meminjamnya sebentar?”
Min
Ho perlahan mendekatkan wajahnya kearah Soo Jin. “YA!!!” Myung Soo berlari, namun tetap dirinya dihadang oleh dua
orang anak buah Min Ho. Min Ho pun tak menghentikan gerakkannya. Semakin lama
semakin dekat, Soo Jin hanya bisa menutup matanya dan dengan sekuat tenaga
mendorong diri ke belakang, berharap dengan begitu tembok itu akan menjadi
lembek dan ia bisa terhindar dari Min Ho.
Tapi
sayang itu tidak terjadi. Bahkan kini Soo Jin dapat merasakan hangatnya napas
Min Ho dan yang hanya bisa ia lakukan adalah menutup mata serta menunggu apa
yang akan terjadi selanjutnya.
Sekian
detik tak terjadi apa-apa, melainkan hanya terdengar suara hantaman dan
tiba-tiba Soo Jin merasakan tangannya ditarik. Soo Jin membuka mata dan
mendapati dirinya tengah berlari bersama Myung Soo. Namja itu menggenggam tangan Soo Jin sangat erat.
Myung
Soo menghentikan kakinya lalu berbalik, Soo Jin pun mau tak mau mengikutinya.
Dan mata gadis itu menemukan Min Ho tersungkur beberapa meter di hadapannya
dengan lebam menghuni wajah tampannya.
“Ambil
saja Soo Jung-mu, aku tak membutuhkannya!!”
Myung
Soo berteriak dan kembali meraih tangan Soo Jin untuk berlari.
_~**-**~_
Riak
air danau yang tenang tiba-tiba harus terusik akibat lemparan batu dari seorang
yeoja yang sedang menyendiri di
tepian danau. Gadis itu beberapa kali melempar batu sebegai pertanda kekesalannya.
Rambutnya terlihat masih acak-acakkan begitupula dengan seragamnya yang bernoda
di beberapa tempat.
“Jinie-ya…”
Gadis
itu menoleh. Mendapati Myung Soo sedang mengulurkan sebuah kaleng soft drink padanya dan gadis itu menerimanya tanpa banyak protes.
Soo
Jin hanya diam, tak berniat sedikit pun bibirnya terbuka untuk memulai
pembicaraan. Bahkan kaleng soft drink
itu masih tertutup rapat.
“Mianhae…”
Soo
Jin masih tetap menatap ke depan. Tak menyiakan sedikitpun ketenangan yang
disuguhkan oleh air danau yang bergerak seiring tertiup angin. “Waeyo?”
“Maaf
telah membuatmu seperti ini…”
“Ini
bukan salah oppa…”
“Tapi−“
“Semua
sudah berlalu, oppa. Tidak baik jika
mengungkitnya lagi.” Soo Jin berdiri dari duduknya. Sedikit menepuk-nepuk rok
seragamnya dari kotoran yang mungkin hinggap disana. “Aku ingin pulang,”
ucapnya sebelum melangkah meninggalkan Myung Soo.
“Soo
Jin-ah, mianhae. Jeongmal mianhae…”
_~**-**~_
Matahari
masih terik memancarkan sinarnya, kendati jam sudah menunjukkan pukul 4 sore.
Sepasang bersaudara itu melangkah rapi di trotoar jalan.
Terlihat
ganjil, tak seperti biasanya. Tak ada tawa, tak ada senyum-senyuman kecil
akibat joke-joke ringan yang sesekali
di lontarkan diantara keduanya. Hanya gemerisik dedaunan kering yang tertimpa
oleh sepatu masing-masing dan suara kendaraan bermotor yang terkadang terlalu
memekakan telinga.
Soo
Jin, gadis itu tak banyak bicara akhir-akhir ini setelah kejadian beberapa hari
yang lalu. Hanya kata-kata singkat yang keluar dari bibirnya, matanya pun kerap
kali menghindar dari Myung Soo, membuat namja
itu di buat bingung akannya.
“Jinie-ya, bagaimana kalau kita mampir sebentar
di café? Aku ingin membeli latte,” ucap Myung Soo berusaha terlihat
seperti biasa, meski nyatanya ia tak bisa menganggap semuanya biasanya saja.
Soo
Jin hanya mengangguk dan mengekori langkah Myung Soo. Gadis itu duduk tanpa
titah dan matanya terpaku pada lalu-lalang kendaraan motor di luar sana.
“Kau
ingin memesan apa?” tanya Myung Soo kala seorang pramusaji menghampiri mereka
berdua.
Tanpa
perlu repot-repot melihat daftar menu, Soo Jin segera menjawab, “Mocca ice.”
Beberapa
menit di lalui dalam keheningan, sampai seorang pramusaji membawakan pesanan
mereka, mereka masih diam.
“Jinie-ya…,” panggil Myung Soo setelah tegukan
pertamanya. Soo Jin menoleh kearah Myung Soo, namun tak lama manik itu
menunduk. “Apa kau masih marah perihal kejadian tempo hari?”
Soo
Jin menggeleng. “Lalu kenapa? Ada apa denganmu?”
“Aku
baik-baik saja.”
Myung
Soo menatap Soo Jin dengan penuh selidik. Sejurus kemudian nampak senyum ganjil
di wajahnya. “Apa terjadi sesuatu antara kau dan Min Ho yang aku tidak tahu?”
Soo
Jin menggeleng.
Namun,
aslinya ia mengangguk.
.
.
“Jangan
pernah coba-coba untuk mengganggu Myung Soo oppa!!!”
Soo Jin masih tetap berteriak meski ia tak menemukan jalan keluar. Min Ho yang
berdiri di hadapannya masih menyeringai.
“Aku
tidak akan pernah mengganggu Myung Soo… tapi kau!” Soo Jin menatap Min Ho
dengan bingung. Ia memang tak ingin Myung Soo di ganggu, tapi itu bukan berarti
ia harus menjadi gantinya.
“Apa
maksudmu? Apa yang sebenarnya kau inginkan dariku?!”
“Kim
Soo Jin. Aku sudah beberapa kali melihat penampakkan dirimu. Orang yang selalu
tertangkap basah olehku. Bagaimana kau mencelakai setiap wanita yang dekat
dengan kakak tercintamu itu, aku melihat, semuanya! Hahhaaaha!!”
Mata
Soo Jin membulat sempurna. Malu terasa begitu sakit seakan ia telah di
telanjangi di depan umum. Namun, ia tak boleh lengah sedikitpun. “Lalu, apa
maumu?!”
“Hanya
jangan lakukan hal yang sama pada gadisku, Jung Soo Jung. Aku tak tahu, entah
apa yang akan terjadi jika kau melakukan itu.”
Bodoh.
Tentu aku tidak akan melakukan hal itu pada Soo Jung eonni. Yang ingin aku lakukan hanya menjauhkanmu darinya!
“Tapi
aku heran. Apa alasanmu hingga berbuat sejauh itu? Dengan teganya seorang adik
melakukan hal itu pada kakaknya…” Min Ho mengelilingi Soo Jin. Memperhatikan
gadis itu dari ujung rambut hingga sepatu yang ia gunakan.
“Apa
kau mencintainya?”
.
.
“Maafkan
aku.”
Itu
suara Myung Soo.
“Ini
bukan salah−“
“Tidak.”
Myung Soo memotong perkataan Soo Jin dengan cepat. Sedangkan Soo Jin menatap
Myung Soo penuh heran. “Ini bukan perihal kejadian beberapa hari yang lalu.
Tapi ini tentang kejadian yang sudah bertahun-tahun terjadi.”
“Maksud
oppa? Aku tidak mengerti…”
“Semua
wanita itu. Sejujurnya aku tidak pernah menyukai mereka,” aku Myung Soo
lantang. “Tapi ada seseorang yang membuat aku selalu mencoba mendekati mereka.”
Tatapan
Myung Soo terpaut pada jalanan di luar café.
Jalanan itu nampak sibuk. Sejumlah orang berlalu-lalang dan sesekali menyapa
ketika bertemu teman atau hanya kenalan
secara tidak sengaja.
Langit
pun terlihat sangat bersahabat. Sedikit berawan namun tidak mendung yang
memanjakan setiap pejalan kaki. Angin pun tertiup begitu menenangkan. Sore yang
indah. Namun, tak begitu untuk sepasang saudara yang mendiami café bernuansa vintage itu.
“Aku
tak ingin mengakui semua ini, karena semua akan menjadi salah setelahnya. Aku
terus mencoba beberapa tahun belakangan. Tapi, rasanya semua itu percuma. Aku
sudah terikat, bahkan aku tak bisa untuk melepaskan diri. Maafkan aku karena
semua perasaan ini, Jinie-ya…”
“Aku
juga harus mengakui sesuatu. Masih perihal semua gadis itu. Sejujurnya, aku
yang telah mencelakai mereka.” Myung Soo menatap Soo Jin tidak percaya atas apa
yang telah ia dengar.
“Oppa…
aku hanya tidak ingin melihatmu−“
“Cukup.
Jangan katakan apa-apa lagi. Cukup aku dan kau sudah mengerti akan semua ini.”
“Tapi,
oppa…”
“Tetaplah
seperti ini. Dan jangan pernah mencoba untuk menghilang dari pandanganku. Itu
cukup.”
KKEUT!!!!
a/n:
/sebelumnyasilakanlemparinakusandal/ ini ff weird
banget!! Saking gak taunya gimana harus mengeksekusi jalan cerita yang−udah
pasaran padahal. Salahkan otak saya karena cuma punya ide awal tanpa memikirkan
ending yang pas /maafsejutamaaf/
So, please comment demi kebahagiaan aku menuju masa
depan yang cerah /digebukmasa/
Komentar
Posting Komentar