Title:
The Most Beautiful Gift
Author:
NanaJji
Length:
Chaptered
Genre:
Romance, family, friendship, hurt
Main Casts:
Kim Soo Jin (OC)
|| Kim Myung
Soo (INFINITE)
Support Casts:
Park Cho Rong (A Pink)
|| Nam Joo Hyun (OC) || Park
Shin Ah (OC) || Park So Hyun (OC)
|| Park Chan Yeol (EXO-K)
This' the end of the story!!! yeayeye!!! finnaly, it's end! /ngelappeluh/
huhu,, sejauh ini, ini chapter yang paling panjang, dan rasanya saya kapok buat yang begini lagi, keburu lupa ceritanya ciiin...
/banyakomong/ mending langsung tengok ceritanya
this is the story....
Ratusan orang beralalu-lalang di hadapan Myung Soo, lagu-lagu merdu
tertangkap di telinganya, sedangkan matanya kini dengan liar mencari sesuatu.
Dirogohnya saku jas hitam yang ia kenakan, sebuah foto terselip disana. Foto
yang kini mendapat perhatian penuh dari sepasang mata tajam Myung Soo.
Kembali Myung Soo memasukkan foto itu ke dalam sakunya. Kakinya
melangkah masuk menuju ruangan tempat lagu-lagu merdu itu berasal. Setiap
langkah yang ia ciptakan, matanya akan menelisik setiap sudut yang ia tangkap. Semakin
banyak langkah yang ia ambil, semakin banyak pula objek yang ia dilihatnya,
namun tak satu pun dari mereka yang ia cari.
Tak hanya matanya yang melemparkan tatapan menyelidik, namun kini
sebagian penghuni di ruangan itu menatap Myung Soo dengan berbagai maksud,
setelah beberapa detik lalu menyadari kehadirannya.
Tak peduli dengan bisikan-bisikan yang ia dengar, Myung Soo tetap sibuk
mencari. Mencari seseorang yang bahkan ia tak tahu siapa diantara beratus-ratus
orang yang memadati ruangan yang luas ini, tentu tak semudah perkiraannya.
Hingga akhirnya Myung Soo menemukan sedikit titik terang di hadapannya.
Mirip dengan sesuatu yang ia cari, mungkin juga memang benar itu dia. Myung Soo
pun melangkahkan kakinya kesana.
Sementara itu, Soo Jin yang juga berada di pesta itu sibuk mencari sosok
tinggi Chan Yeol. Beberapa menit lalu, Soo Jin meninggalkan laki-laki itu ke
toilet, namun ketika ia kembali, ia sudah tak menemukan Chan Yeol disana, ditambah
lagi kerumunan semakin penuh sesak.
Hingga bisikan-bisikan itu menjalar ke telinganya, menyebutkan nama yang
selama ini ia rindukan namun tak ingin ia temui sama sekali. Soo Jin yakin
sosok itu ada disini sekarang dan ia juga yakin bahwa ia harus pergi
secepatnya, sebelum ia menemukan kenyataan yang lebih pahit lagi. Oh, ia harus
menemukan Chan Yeol!
“Oh, sial!” Myung Soo mengumpat setelah ia menoleh kembali pada cahaya
terang itu, ia menghilang. Myung Soo menghempaskan tangan beberapa yeoja yang kini mengitarinya, memohon
agar Myung Soo mau menjadi partner
dansa mereka. Namun bukan partner
yang mereka dapat, melainkan penolakan kasar dari Myung Soo yang setelahnya
langsung pergi begitu saja.
Mata Soo Jin berkeliling mencari sosok Chan Yeol, namun tak sedikitpun
bagian tubuh dari namja itu yang nampak
di penglihatannya. Lagu-lagu ceria tiba-tiba berganti dengan lagu lembut nan merdu. Orang-orang di
sekelilingnya mulai menggerakkan badan sesuai dengan irama musik bersama
pasangan masing-masing, merekapun berdansa.
Soo Jin merasakan pening seketika. Pandangannya tak menentu dan
memburam. Ia bingung, sibuk mencari sosok yang mungkin ia kenal, namun nihil!
Terlalu banyak orang disana.
~~~***~~~
“Genie…” Terdengar suara itu
keluar dengan ragu dari bibir Myung Soo. Tubuhnya berdiri kaku menunggu sosok
yang di panggilnya. Dirinya merasa kebingungan yang tak karuan, jantungnya
berdegup semakin cepat, serta perasaan aneh mendesir di sekujur tubuhnya.
Beratus-ratus kali ia telah meyakinkan diri, namun begitu menemukan apa yang ia
cari, seketika itu pula keyakinannya lenyap. Meski hingga sekarang ia tak tahu
siapa sosok itu.
Sosok di hadapannya berbalik, tak peduli dengan Myung Soo yang masih
takut akan keputusannya. Dan begitu tubuh itu telah berdiri di hadapannya
dengan sempurna, Myung Soo tak mampu berkata apa. Lidahnya kelu, sendi-sendinya
seakan mati, hingga matanya tak berkedip barang sedetikpun dari sosok itu.
Beribu pertanyaan bersarang di otaknya, ia sungguh tak dapat mencerna semua
ini.
“Jong Dae oppa…”
Sosok itu menatap Myung Soo dengan tatapan putus asa, rindu, kecewa,
kesal, semua bercampur aduk hingga Myung Soo di buatnya bingung.
“Soo Jin-ah…”
“Jong Dae oppa…”
Dan itu adalah suara terakhir yang Myung Soo dengar dari Soo Jin malam
itu, karena setelahnya gadis itu jatuh tak berdaya.
~~~***~~~
Begitu mendapati Soo Jin terjatuh dalam dekapannya, Myung Soo langsung
membawa gadis itu di tengah kepadatan pesta yang meriah. Tak peduli dengan
ratusan tatapan yang diterimanya, namja itu
tetap membawa Soo Jin ke apartement Cho Rong.
Tak berselang beberapa lama setelah Myung Soo sampai di apartement Cho
Rong dan menidurkan Soo Jin di kasurnya, Joo Hyun, Chan Yeol, So Hyun, dan Shin
Ah datang dengan wajah yang tak kalah khawatir. Begitupula dengan Cho Rong yang
hanya bisa terduduk di sebuah sofa
ruangan itu.
Mereka semua berkumpul di kamar itu tanpa sepatah kata pun. Chan Yeol
hanya menyandarkan tubuhnya di tembok dan menatap miris kearah Myung Soo yang
duduk di tepi tempat tidur, begitu pula dengan ketiga sahabat Soo Jin yang
terduduk bersama dengan Cho Rong.
“Kalian sudah mengetahuinya?” Sebuah pertanyaan yang terdengar seperti
pernyataan itu keluar dari bibir Myung Soo. Matanya masih tak lepas dari diri
Soo Jin yang masih saja tertidur lemah sejak lima belas menit yang lalu.
Tak ada yang menjawab, hanya desiran angin musim semi yang cukup kencang
menerpa gorden berwarna madu yang menyapa pendengaran mereka. Hingga akhirnya
Cho Rong mulai bicara, “Apa maksudmu?”
“Tentang aku, Soo Jin, dan… Jong Dae, kalian sudah mengetahuinya, ‘kan?”
Kembali tak ada yang menjawab. Tanpa di jawab pun mereka semua tahu apa
jawabannya. “Dan aku tak menyangka kalian akan bertindak seperti ini.”
~~~***~~~
“Jong Dae oppa! Jong Dae oppa…!!”
Pagi itu Myung Soo di bangunkan oleh teriakan Soo Jin, namja itu langsung mengangkat kepalanya
yang berada di tepian kasur.
“Jinie-ya!! Ireona!” Namun tak menghasilkan apa,
gadis itu masih mengigau tak jelas, menyebutkan sebuah nama yang membuat hati
Myung Soo seketika tertusuk, dan ia merasakan perih yang mendalam disana.
“Jinie-ya…,” panggil Myung Soo
lembut dan membelai perlahan pipi Soo Jin.
Berkali-kali Myung Soo melakukannya hingga gadis itu kembali tertidur.
.
.
“Oppa… Myung Soo oppa!” Soo Jin terbangun dari tidurnya,
setelah mimpi aneh menyerangnya begitu saja. Dengan napas terengah, ia memutar
matanya sekeliling. Ia terbangun di kamarnya dan itu membuatnya bingung. Ia
yakin, dirinya tak berada disana sebelumnya. Namun ketika ia menggali kembali
ingatannya, seketika itu juga kepalanya terasa pening.
Pintu kamar terbuka, sosok Cho Rong muncul di baliknya dan langsung
menghampiri Soo Jin yang masih terduduk lesu di tempat tidur. “Gwenchana?” tanya Cho Rong.
“Eonni, apa yang terjadi
padaku?” Cho Rong menaikkan alisnya tak mengerti dengan ucapan Soo Jin. “Aku
kenapa, eonni? Apa yang terjadi
padaku semalam? Kenapa baru bangun kepalaku langsung pusing dan aku tidak ingat
apa-apa tentang tadi malam?”
Raut wajah Cho Rong memudar kala Soo Jin memborongnya dengan pertanyaan.
Namun dengan cepat gadis itu mengelak. “Semalam? Semalam tak terjadi apa-apa.
Mungkin saja kau hanya sedang tidak enak badan. Lebih baik hari ini kau
istirahat saja di rumah, jangan kemana-mana, arra?”
“Tapi ̶ “
“Sudahlah, eonni mau pergi sebentar.
Tadi aku sudah menelepon Joo Hyun untuk datang menemanimu.”
~~~***~~~
Soo Jin memasukkan beberapa buku ke dalam tas selempangnya. Sudah cukup
ia mengistirahatkan badannya seharian kemarin dan hari ini ia harus berangkat
ke sekolah.
“Jinie-ya, kau tidak boleh ̶ “
“Eonni… aku sudah baikan,
percayalah.” Soo Jin memegang bahu Cho Rong, senyuman manis seperti biasa
muncul di wajahnya, berusaha untuk meyakinkan Cho Rong bahwa ia baik-baik saja.
Soo Jin melangkahkan kakinya menuju pintu, meninggalkan Cho Rong dengan
rasa khawatir. Sesungguhnya bukan kesehatan Soo Jin yang sangat ia khawatirkan,
ia tahu Soo Jin gadis yang kuat dan tak selemah itu, namun bagaimana jika Soo
Jin akhirnya mengetahui kenyataan yang sebenarnya? Itulah yang Cho Rong
khawatirkan.
.
.
“Joo-ya, bagaimana ini? Apa
kita harus melakukannya? Lalu bagaimana dengan Cho Rong eonni?”
“Ya! So Hyun-ah! Tak bisakah kau diam? Kau tahu
sendiri kita sedang memikirkan hal itu.” Shin Ah yang sedaritadi mendengar
bibir So Hyun tak henti-hentinya berkata mulai protes. Di dalam situasi
membingungkan ini, So Hyun memang tak mengerti keadaan.
Mereka tengah berdiskusi di dalam kelas, setelah tadi malam mereka
mendapat pesan yang sama. Dan pesan itu telah membuat mereka bimbang. “Aku
pikir.. kita harus membantunya.” Joo Hyun pun angkat bicara.
“Lalu Cho Rong eonni?” So Hyun kembali mengeluarkan pertanyaan.
“Aku akan memberitahunya nanti,” jawab Joo Hyun cepat begitu melihat Soo
Jin sudah datang dari arah pintu kelas.
“Hei, Jinie-ya! Kau sekolah
hari ini? Gwenchana?” Shin Ah menepuk
bahu Soo Jin yang duduk di bangku depannya.
“Gwenchanayo,” ucap Soo Jin
sambil tersenyum meyakinkan.
“Baguslah kalau hari ini kau sekolah.” Joo Hyun yang duduk di sebelah
Soo Jin kini menatap gadis itu penuh rencana.
“Wae? Memangnya ada apa?”
“Ani.”
~~~***~~~
13 Maret.
Tepat setahun setelah Jong Dae meninggalkan Soo Jin menunggu selama
beberapa jam di café biasa mereka
bertemu, tak hanya itu, namja itu
juga meninggalkan Soo Jin untuk selamanya. Tanpa sebuah kata perpisahan. Hanya
sebuah cincin yang hingga kini masih melingkar di jari manis Soo Jin. Sangat
indah dan cantik. Berbanding terbalik dengan kenyataan di baliknya.
Soo Jin dan ketiga sahabatnya melangkah di padang rumput yang luas itu.
Berkali-kali mereka melewati gundukan tanah dan terdapat beberapa yang masih
basah, hingga mereka sampai di tempat Jong Dae berada.
“Permisi,” ucap Soo Jin begitu mendapati seseorang tengah berada di
makam Jong Dae. Namja itu masih
terdiam dan menatap makam itu lama. Soo Jin pun ikut terdiam, begitupula dengan
ketiga sahabatnya yang berdiri cukup jauh di belakang Soo Jin.
Namja itu akhirnya berdiri dan
membalikkan badannya. Dan Soo Jin pun seketika menahan napas. “O-oppa…”
“Jinie-ya…”
“Apa ini? Apa yang oppa
lakukan disini? Jong Dae oppa, kenapa
oppa datang ke makamnya? Apa yang
telah terjadi?!!” Soo Jin melantunkan pertanyaan itu bertubi-tubi, suaranya
serak seiring dengan air mata yang mulai menetes silih berganti.
“Jinie-ya…”
“Jelaskan, oppa!!” Tubuh Soo
Jin terhuyung dan merosot begitu saja.
“Jinie-ya!” Myung Soo segera
berlari menghampiri tubuh Soo Jin yang terkulai lemah. Mencoba membantu gadis
itu dan memberinya sebuah sandaran.
“Lepaskan! Jangan coba-coba menyentuhku, sebelum oppa menjelaskan semuanya!!” Myung Soo tetap mencoba untuk meraih
gadis itu, meski si gadis kembali menampik. “Sudah kukatakan lepaskan!!”
“Soo Jinie…” Ketiga sahabatnya itu ikut menghampiri Soo Jin dan gadis
itu pun berbalik menatap mereka penuh amarah.
“Kalian? Kalian bertiga katakan, kalian sudah tahu, hah? Apa kalian
sudah tahu?!!!”
“Mianhae...”
“Cukup jelaskan dan aku akan mengerti! Apa itu terlalu susah untuk
kalian?!”
Tak ada yang berani menjawab, semua terdiam. Ini memang saatnya mereka
memberitahu Soo Jin segalanya, tapi bagaimana? Bagaimana caranya memberitahu
gadis itu? Apa yang akan terjadi setelah ia mengetahuinya?
“Biar aku saja yang menjelaskan.” Myung Soo pun angkat bicara. Soo Jin
berdiri dan berjalan mendekat ke makam Jong Dae masih dengan kepala yang
menunduk, ia tak mau melihat siapapun saat ini, karena kenyataannya mereka
semua akan menambah rasa sakit yang ia rasakan.
“Aku baru mengetahui hal ini tadi malam, bahwa kaulah orang yang selama
ini aku cari.” Myung Soo menarik napas panjang dan duduk di samping Soo Jin
yang sibuk mengelus makam Jong Dae. “Bahwa kaulah orang yang ingin Jong Dae
lindungi, kaulah Genie yang selalu
menciptakan kebahagiaan untuknya.”
Tangan Soo Jin berhenti mengelus makam itu, matanya yang berkaca-kaca
terpaku pada nama di nisan tersebut ‘Kim
Jong Dae’. “Ia mengalami kecelakaan saat akan menjemputku di bandara
setelah kepulanganku dari Jepang. Sesungguhnya.. sesungguhnya ia ingin mengajakku
langsung bertemu denganmu di café.
Tapi.. tapi kau tahu itu tak terjadi.”
Setetes air mata menuruni wajah Myung Soo, menceritakan semua itu sama
halnya dengan membongkar lukanya sendiri. Myung Soo merogoh saku celananya dan
menemukan sebuah lingkaran logam mulia yang indah disana.
“Cincin ini ia berikan padaku disaat terakhirnya, bahkan di saat itu ia
masih bisa memintaku untuk menjagamu, meski aku tak tahu siapa, bagaimana, dan
dimana aku bisa menemukanmu. Dan takdir akhirnya tetap mempertemukan kita,
meski memunculkan banyak kesalahpahaman…”
Tangis Soo Jin semakin menjadi. Apa yang ia rasakan semakin hancur. Jong
Dae, Myung Soo, dan semua kenyataan ini, apa yang harus ia lakukan?
“Jinie-ya, aku dan Jong Dae…
kami bersaudara.”
Cukup. Cukup sudah apa yang Soo Jin dengarkan hari ini. Air matanya
turun begitu deras. Ia menangis sejadinya di makam itu, tak peduli sejauh mana
tangisnya akan terdengar. Toh, siapa
yang akan berkunjung ke makam pada saat seperti ini.
Soo Jin meremas erat rok sekolahnya sebagai pelampiasan kesedihan. Ia
sungguh tak mengerti dan ia tak ingin mengerti semua ini.
“Jinie-ya, tapi percayalah.
Aku mencintaimu bukan karena Jong Dae, bukan juga karena janjiku padanya. Tapi
karena aku mencintaimu dengan tulus, tak peduli bagaimana masa lalumu.” Myung
Soo mendekap Soo Jin yang masih menangis di dunianya. Gadis itu benar-benar
rapuh, sebagaimana Myung Soo pertama kali melihatnya satu tahun lalu di tempat
yang sama.
Dan Soo Jin merasakan kehangatan dalam pelukan Myung Soo. Merasakan
kenyamanan yang sungguh seperti obat yang membuatnya ketergantungan.
Lalu sesungguhnya bagaimana perasaannya?
Rasa itu ̶ cinta ̶ sesungguhnya siapa yang ia cintai? Jong Dae? Lalu
bagaimana perasaannya dengan Myung Soo, apakah itu hanya omong kosong belaka?
Akankah laki-laki itu hanya menjadi pelariannya semata?
Beribu pertanyaan menyerangnya bertubi-tubi sedangkan otaknya masih
enggan untuk mencerna, terutama perasaannya yang tak mampu menjawab. Hingga
akhirnya gadis itu terkulai lemah dalam dekapan Myung Soo.
~~~***~~~
Suara angin di luar terdengar begitu nyaring di ruangan itu, menunjukkan
betapa heningnya suasana di dalam. Semua orang di ruangan itu tetap bergeming,
tak ada yang berani bersuara ataupun karena mereka masih sibuk dengan pikiran
masing-masing.
“Mianhaeyo. Mianhae, eonni.”
“Tak apa. Aku tahu, semua ini pasti akan terjadi, hanya tergantung kapan
waktu akan mendatanginya.” Cho Rong bangun dari duduknya. “Sudahlah, kalian
jangan bersedih seperti itu. Aku akan melihat Soo Jin sebentar.
Cho Rong melangkahkan kaki menuju kamar dongsaeng-nya. Di bukanya pintu kamar dan ia menemukan Soo Jin
tengah duduk di atas kasur sambil memeluk kedua kakinya.
Sedangkan di luar ruangan, Myung Soo masih tetap bersandar pada
pinggiran balkon sambil memandangi bunga-bunga cherry yang bermekaran indah, sampai sebuah suara memanggil namanya.
“Myung Soo-ya, Soo Jin ingin
bertemu denganmu.” Cho Rong menghampiri Myung Soo dengan raut wajah yang susah
di gambarkan. Sejatinya gadis itu pun tidak tahu harus bagaimanakah ia
menyampaikan hal itu pada Myung Soo, bahagia atau sedih?
Myung Soo pun masuk ke kamar itu dan duduk di tepian ranjang Soo Jin.
Myung Soo tak berani memandang gadis itu, begitupula dengan Soo Jin yang hanya
menundukkan kepalanya.
“Oppa, mianhae…” Soo Jin
mengangkat kepalanya dan menatap Myung Soo nanar. “Maaf, karena aku sudah bersikap
seperti itu dan maaf karena sudah marah padamu. Tak seharusnya aku seperti
itu.”
“Ani. Kau tidak salah, kami
memang seharusnya memberitahumu lebih awal.” Myung Soo meraih tangan Soo Jin
dan menggenggamnya erat. Senyum pun mengembang di wajah keduanya.
“Oppa…”
“Wae?”
“Niga joha.” Soo Jin kembali
memperlihatkan senyum manisnya.
“Joha?” Senyum di wajah Soo
Jin seketika luntur mendengar balasan dari Myung Soo. “Sebenarnya aku ingin
tahu, apa kau menyukaiku karena aku mirip dengan Jong Dae, hm?”
“Wae? Oppa penasaran?” Myung Soo mengangguk. “Bahkan sejujurnya, rasanya aku
sama sekali tidak menyukai oppa.”
“Benarkah? Lalu?” Soo Jin tak menjawab, gadis itu hanya tersenyum
pura-pura acuh. “Ya!!” Tangan Myung
Soo dengan lihai menggelitiki Soo Jin, membuat si gadis beberapa kali menjerit
dan hampir mengeluarkan air mata.
“Oppa, stop!! Stoppp!!” Soo Jin memukul keras bahu
Myung Soo yang membuat gerakan pria itu terhenti.
“Katakan,” ucap Myung Soo sambil menatap mata Soo Jin serius. Gadis itu
menggeleng. “Bahkan jika itu adalah satu-satunya harapan yang aku inginkan di hari
ulang tahunku?”
Soo Jin menekuk kedua alisnya bingung dan menatap Myung Soo penuh tanya.
“Memangnya kapan oppa ulang tahun?”
Pertanyaan itu keluar dengan polosnya dari bibir Soo Jin.
“Kau tidak tahu? Atau pura-pura tidak tahu?”
Soo Jin lagi-lagi menggeleng, bahkan kini dengan sangat yakin. “Aku
tidak berpura-pura. Aku memang tidak tahu.”
“Hanya 10 hari setelah ulang tahunmu.”
Soo Jin menghitung perlahan dan dengan tergesa ia meraih ponsel lalu
mengutak-atik benda itu. “Hari ini? 13 Maret?! Jinjjayo?!”
“Eo. Jadi cepat katakan.” Soo
Jin masih diam, ia benar-benar terkejut mendengar bahwa hari ini adalah hari
ulang tahun Myung Soo.
“Oppa, benarkah? Hari ini
ulang tahunmu?” Soo Jin masih bertanya dengan polosnya. Myung Soo menghembuskan
napas panjang lalu hendak berdiri dari duduknya. “Oppa.” Namun dengan segera tangannya di tahan oleh tangan Soo Jin.
“Saranghae…”
Kata-kata itu meluncur dengan halus dari bibir Soo Jin sedangkan Myung
Soo hanya bisa terdiam kaku mendengarnya, jantungnya berdetak tak teratur,
perasaan malu tiba-tiba menghinggapinya.
Soo Jin tersenyum manis kearah Myung Soo yang kini menggenggam erat
tangannya. Di jari manis keduanya melekat logam berwarna keemasan. Cincin yang
telah mempertemukan mereka. Cincin yang telah menjadi kado terindah bagi Myung
Soo yang diberikan oleh sang adik; Jong Dae.
Kkeut!!!
Komentar
Posting Komentar