Title:
---Just A Word---
Scriptwriter:
NanaJji
Cast(s):
Kim Myung Soo [INFINITE] || Kim Soo Jin [OC]
Genre:
Romance, a little bit Sad.
Duration:
Oneshot
Rating:
PG-15
A/N:
tada! tada!! tadaaa!!!
sekarang author lagi seneng buat yang oneshoot, agak males gitu buat yang berchap... jadi maklum kalo yang berchap masih ngandet-ngandet,,, tapi untuk Beautiful Gift udah tinggal yang chapter akhir!! yeay!!
tapi yang ini dulu yaaaa....
cekidot---->
Seorang yeoja dengan
malas mengaduk-aduk milkshake di atas
meja di hadapannya. Ia bosan. Sedaritadi, namja dihadapannya ini tak berkata
sepatah kata pun, melainkan hanya memainkan kamera di tangannya dan mengambil
beberapa foto sang yeoja.
“Oppa… berhentilah
memotretku seperti itu! Aku tidak suka!” rajuk sang yeoja, melipat kedua tangannya
di depan dada dan mengalihkan pandangannya ke sekeliling café yang sudah semakin sepi sejak sejam lalu mereka datang. Sang
namja tetap tak menghiraukan yeoja-nya. Ia masih tetap berkutat dengan kamera
kesayangannya.
“Myung Soo oppa!!” Kini
kesabaran Soo Jin memuncak, diambilnya kamera di tangan Myung Soo.
“Ya!” Soo Jin terkikik
geli melihat Myung Soo geram, ia pun menjulurkan lidahnya kearah Myung Soo.
Myung Soo hanya menghela nafas berat melihatnya.
“Ternyata hasil foto
oppa bagus juga ya,” ucap Soo Jin sambil tersenyum melihat foto dirinya yang
diambil oleh Myung Soo. Ia akui, Myung Soo memang cocok menjadi seorang
fotografer.
“Banyak yang berkata
seperti itu. Sudahlah, kembalikan…” Tangan Myung Soo mencoba meraih kamera di
tangan Soo Jin, namun Soo Jin tetap menjauhkan tangannya.
Soo Jin melirik Myung
Soo sejenak, ia menghela nafas berat. ‘Diajak
bercanda sedikit saja tidak bisa,’ pikir Soo Jin. Soo Jin memutar bola matanya,
ia memutuskan untuk tidak bermain-main lagi.
“Kenapa oppa tidak jadi
fotografer saja?? Bakat oppa ‘kan bisa dikembangkan,” ucap Soo Jin yang kini
menatap Myung Soo setelah menaruh kameranya diatas meja.
“Ini hanya sekedar
hobiku saja, kau tahu itu…”
“Ye. Percuma aku
memberi tahu oppa, jawabannya selalu begitu,” ucap Soo Jin sambil berdiri dari
duduknya.
“Eodigayo?” tanya Myung
Soo ikut berdiri. Soo Jin hanya menatap Myung Soo malas. Namja di hadapannya
ini memang susah dimengerti, bahkan susah untuk mengerti diri Soo Jin. Untuk
hari ini saja−tepat di hari keseratus hubungan mereka−Myung Soo tak berkata
atau melakukan sesuatu yang dapat menyenangkan Soo Jin.
“Aku mau pulang saja.”
Soo Jin melangkahkan kakinya meninggalkan Myung Soo tanpa menunjukkan senyum
sedikit pun.
“Biar aku antar,” ucap
Myung Soo sambil menahan tangan Soo Jin. Namun dengan cepat Soo Jin melepaskan
genggaman tangan Myung Soo di tangannya dan berbalik menatap Myung Soo.
“Aku bisa pulang
sendiri,” kata Soo Jin sebelum akhirnya ia berjalan menuju pintu café. Myung Soo hanya menatap kepergian
Soo Jin tanpa merubah posisinya sedikit pun hingga akhirnya sosok Soo Jin tak
terlihat lagi begitu pintu café itu
tertutup.
Baru ketika Myung Soo
berniat untuk duduk, pintu café
kembali terbuka, seketika itu pula pandangan Myung Soo beralih kesana.
Soo Jin.
Sosok itu muncul
kembali dari balik pintu café.
Langkah kaki jenjangnya membawa tubuh Soo Jin ke hadapan Myung Soo. Myung Soo
hanya menatap Soo Jin datar sambil menunggu kata yang akan keluar dari mulut
Soo Jin.
Sebaliknya, Soo Jin
menatap Myung Soo dengan geramnya. Rasa marah membumbung tinggi di
ubun-ubunnya, perasaan kesal, kecewa, dan benci, hanya saja Soo Jin tak ingin
membenarkan pilihan terakhir. Ia tak mungkin membenci Myung Soo, meski sebesar
apapun rasa kesal yang ia rasakan pada pemuda itu.
Mereka kini hanya
terdiam. Soo Jin hanya menatap Myung Soo dalam−menunggu apa yang akan Myung Soo
katakan padanya. Namun hingga beberapa menit, hanya hening yang menyelimuti
sekeliling mereka.
Baiklah. Kali ini
akhirnya Soo Jin terpaksa untuk menyerah dan membuka mulut terlebih dahulu.
“Kenapa oppa tidak mengejarku?!” Suara Soo Jin terdengar tercekat, mencoba
menahan agar emosinya tak mendominasi dirinya saat ini.
“Mengejarmu? Untuk??”
“Aah..lupakan.
Kalkaeyo.” Soo Jin meninggalkan Myung Soo, kali ini benar-benar meninggalkan
Myung Soo dengan segala kekesalan yang menghuni dirinya.
Setelah tubuh Soo Jin
menjadi sebuah titik kecil lalu lenyap begitu saja dari pandangannya, Myung Soo
memutuskan untuk duduk. Beberapa kali ia mengambil nafas berat dan
menghembuskannya penuh frustasi.
Yeoja-nya memang susah
di mengerti. Yah, setidaknya itu yang ia pikir sejauh ini. Tapi, sebuah
pertanyaan melintas di pikirannya begitu saja, “Apa memang aku yang susah untuk
mengerti?”
_~**-**~_
Myung Soo merebahkan
diri diatas kasur empuknya dengan resah. Belakangan ini Soo Jin seakan
menghindar darinya. Sejak pertemuan mereka di café tempo hari, Soo Jin tak pernah mengangkat teleponnya ataupun
sekedar membalas pesan singkat yang ia kirim.
Myung Soo memejamkan
matanya, mencoba untuk mengingat bagaimana perilakunya selama ini pada Soo Jin.
Apa ia memang sangat tidak peka untuk mengetahui perasaan Soo Jin saat ini?
Myung Soo mengambil
kameranya diatas meja, memperhatikan setiap foto yang terdapat di dalamnya.
Seorang yeoja dengan rambut kuncir kuda, pipi tembam, dan mata besarnya
berwarna coklat sedang menunjukkan berbagai ekspresi yang berhasil Myung Soo
abadikan dengan kameranya. Myung Soo tersenyum puas melihat semua foto itu.
Dengan tiba-tiba Myung Soo mengambil ponselnya dan mengetikan beberapa nomor di
atasnya.
“Yeoboseyo?” Terdengar
suara dari seberang sana menjawab panggilannya. Suaranya sangat lemah dan
malas, membuat Myung Soo seketika khawatir.
“Gwenchana? Apa kau
sakit?” tanya Myung Soo bertubi-tubi membuat yeoja di seberang sana−Soo Jin−menghembuskan
nafas berat.
“Oppa..apa oppa tahu
sekarang jam berapa?” Myung Soo segera melirik jam dinding di kamarnya.
“Pukul… 1 malam?” Myung
Soo mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, masih tak percaya pada apa yang
ia lihat, ia pun kembali tersadar dengan objek yang berada di seberang sana.
“Ah, mianhae…oppa mengganggu tidurmu, mianhaeyo~” ucap Myung Soo penuh sesal.
“Gwenchanayo…”
Suasana hening, tak ada
yang membuka suara. Myung Soo terlalu sibuk dengan pikiran-pikiran tentang apa
yang akan ia ucapkan, sedangkan Soo Jin di seberang sana masih setia menunggu
meski sudah beberapa kali menguap demi menahan kantuk.
“Mmmm…oppa?” Soo Jin
mulai sangsi dengan keberadaan Myung Soo di seberang sana, apa mungkin namja-nya
itu ketiduran?
“N-ne?” jawab Myung Soo
membuat Soo Jin bernafas lega, setidaknya Myung Soo tak meninggalkan telepon
mereka terhubung sedangkan ia tertidur disana ataupun melakukan hal-hal yang
membuat Soo Jin kecewa seperti biasa.
“Apa oppa ingin bilang sesuatu?”
“Ah.. Ne, aku ingin
tanya, apa besok kau sibuk?” Kalimat itu keluar tanpa perintah, akhirnya ia
mengatakannya juga setelah lama berpikir untuk menyusun kata yang cocok.
“Ani, besok aku tak ada
kegiatan apapun, wae?” Soo Jin masih menjawab dengan malas. terlintas
dipikirannya dimana terakhir Myung Soo mengajaknya pergi keluar, Soo Jin pun
bingung harus bagaimana lagi dengan Myung Soo, sungguh susah untuk di mengerti.
“Hmm, aku ingin
mengajakmu keluar, apa kau bisa?”
“Ne,” jawab Soo Jin
singkat, membuat kepercayaan Myung Soo sedikit memudar.
“Baiklah… besok aku
akan menjemputmu,” ucap Myung Soo sedikit ragu. Hanya terdengar gumaman Soo Jin
mengiyakan, membuat Myung Soo semakin tak percaya diri. “Kalau begitu,
istirahatlah… Jaljayo…”
“Sekarang sudah pagi,
oppa…”
“Ah, ia..lanjutkan saja
tidurmu, annyeong…” Myung Soo menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia
benar-benar bodoh. Bahkan ia tak tahu bagaimana cara mengajak yeojachingu-nya
pergi, sungguh.
“Annyeong…”
Tuutt! Tuutt!!
Sambungan telepon pun terputus.
Myung Soo terbaring dengan masih menatap layar ponselnya. Semoga semuanya dapat
berjalan dengan baik, doanya.
_~**-**~_
“Oppa..sebenarnya kita
mau kemana??” tanya Soo Jin akhirnya memecah keheningan yang sedaritadi
tercipta antara dirinya dan Myung Soo. Satu jam lalu, Myung Soo menjemput Soo
Jin, namun sampai sekarang namja itu belum mengatakan apapun tentang tujuan
mereka. Soo Jin menundukkan kepalanya, melihat kedua kakinya menendang dedaunan
yang rontok di jalan, sedangkan Myung Soo berada di sebelahnya masih berjalan
santai sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana.
“Kau suka taman??” Soo
Jin mengernyitkan alisnya, pertanyaannya sama sekali tak dijawab oleh Myung
Soo, malah dia bertanya sesuatu yang menurut Soo Jin tidak ada hubungannya.
“Ne, neomu joha..yo,”
Soo Jin terpaku, terpesona melihat taman yang tiba-tiba berada di hadapannya. Oh
tidak, bukan taman itu yang menghampirinya, namun langkah Myung Soo lah yang
membawanya ke taman ini. Seketika ia pun melirik Myung Soo yang berada di
sampingnya, namja itu pun menunjukkan senyum terindahnya untuk Soo Jin.
“Kau suka?” Myung Soo
pun bertanya, masih menatap kedua mata Soo Jin yang berbinar bahagia, Soo Jin
mengangguk dengan mantapnya. Myung Soo kembali tersenyum, berharap semua rencananya
akan berhasil. Membuat Soo Jin bahagia, apa dia bisa??
“Kau mau berkeliling?”
“Ne, oppa!!”
_~**-**~_
Setengah jam telah
berkeliling, namun tak sedikit pun ada percakapan yang tercipta diantara mereka
berdua. Soo Jin sedaritadi sudah menunggu Myung Soo buka suara, namun Myung Soo
masih sibuk dengan hal apa yang akan ia bicarakan, bagaimana ia harus
mengatakannya, semua itu berputar-putar memenuhi otak Myung Soo.
Taman yang sangat indah
ini, kini terasa sangat membosankan, bahkan membuat Soo Jin iri karena
banyaknya pasangan yang berkunjung ke taman ini. Mereka semua benar-benar terlihat
seperti pasangan. Tak seperti dirinya dan Myung Soo yang hanya diam, berpegang
tangan saja tidak. “Huft~~” Soo Jin menghembuskan nafas berat entah untuk
keberapa kali sejak kedatangannya di taman ini.
“Apa kau lelah??”
Seketika Myung Soo bertanya. Soo Jin hanya menggumam untuk menjawabnya, terlalu
lelah untuk menjelaskan pada Myung Soo. Toh, namja-nya itu tetap tidak akan
mengerti perasaannya. “Kalau begitu, kita duduk disana saja.” Myung Soo
menunjuk sebuah bangku taman di bawah pohon besar yang rindang.
Soo Jin hanya mengikuti
langkah besar Myung Soo dan duduk malas di bangku itu. Myung Soo melirik Soo
Jin yang berada di sebelahnya. Yeoja itu sekarang sedang berkonsentrasi di
depan layar ponselnya, memencet layar diatasnya dengan excited. ‘Mungkin ia sedang
bermain game,’ pikir Myung Soo. Bahkan game pun sekarang lebih menarik
daripada namjachingu-nya ini.
“Tetaplah disini, aku
pergi sebentar,” ucap Myung Soo yang berhasil membuat pandangan Soo Jin beralih
padanya, namun selang beberapa detik, ia sudah kembali fokus pada game di
ponselnya.
Sedang asyiknya bermain
game, tiba-tiba Soo Jin dikagetkan oleh sesuatu yang kini berada di depan
wajahnya. Soo Jin mendongak demi memperjelas penglihatannya. Di dapatinya Myung
Soo sedang berdiri di hadapannya sambil menjulurkan tangan kanannya yang berisi
sebuah ice cream, begitupun dengan
tangan kirinya.
Perlahan kedua ujung
bibir Soo Jin terangkat membentuk sebuah senyuman dan tangan kanannya meraih ice cream tersebut. “Gomawo,” ucapnya
perlahan.
“Kau suka?” Myung Soo
bertanya seraya duduk di sebelah Soo Jin, Soo Jin hanya mengangguk sambil
menjilati ice cream-nya. Lagi-lagi
Myung Soo bertanya seperti itu, ia benar-benar tak tahu apapun tentang
yeoja-nya.
Mata Myung Soo masih
terus memperhatikan Soo Jin yang kini sedang menikmati ice cream. Wajah itu masih dihuni oleh sebuah senyuman, namun
tiba-tiba senyuman itu memudar, pandangan Soo Jin terpaku pada suatu arah.
Myung Soo mengikuti arah pandang Soo Jin,
Disana, seorang yeoja
tengah duduk di sebuah bangku, di depannya seorang namja sedang berlutut sambil
memperbaiki ikatan sepatu yeoja di hadapannya. Benar-benar membuat Soo Jin iri.
Di matanya, ia membayangkan sepasang kekasih itu adalah dirinya dan Myung Soo,
namun buru-buru ia menyadarkan diri. ‘Itu
semua tak mungkin terjadi,’ pikirnya.
Sesuatu yang lembut
tiba-tiba menyentuh pinggiran bibir Soo Jin, membuatnya seketika menengok
kesamping. Soo Jin terdiam, mengerjap beberapa kali untuk memastikan bahwa ini
nyata. Tangan Myung Soo terulur untuk membersihkan ice cream yang mengotori sekitar bibirnya. Apa ini mimpi? Namja di
hadapannya ini, apa benar ia Myung Soo?? Sejuta pertanyaan muncul di benak Soo
Jin.
“Oppa..?” ucap Soo Jin
lirih, hanya untuk memastikan bahwa ini bukanlah mimpi semata.
“Ne?” jawab Myung Soo
masih membersihkan bibir Soo Jin dengan sebuah tissue.
“Ah, ani.” Soo Jin
tersenyum melihat kenyataan bahwa ini bukan mimpi. Namja di hadapannya ini
benar-benar Myung Soo, namja-nya−Kim Myung Soo.
“Kau seperti anak
kecil, makan ice cream saja tidak
bisa..” ucap Myung Soo sambil menurunkan tangannya yang sudah selesai
membersihkan bibir Soo Jin. Soo Jin seketika mengerucutkan bibirnya, kesal
dengan perkataan Myung Soo.
“Oppa menyebalkan!!”
Soo Jin berdiri lalu melangkah meninggalkan Myung Soo. Ia kesal mendengar
ucapan namja itu, namun ia sangat senang mengingat hal yang Myung Soo lakukan
tadi. Soo Jin menyentuh bibirnya pelan, wajahnya memerah seperti kepiting
rebus. Saking senangnya, Soo Jin berlari meninggalkan Myung Soo, tak ingin
Myung Soo melihat wajahnya bersemburat merah. Jika ia, Soo Jin pasti akan
sangat malu.
_~**-**~_
Pintu kamar mandi
terbuka, sesosok yeoja berambut panjang keluar sambil terus menggosokkan handuk
diatas rambutnya yang basah. Senyuman di bibirnya tak sedikitpun pudar sejak
siang tadi. Dengan langkah riang ia duduk di atas tempat tidurnya, mengangkat
ponsel yang sedaritadi tergeletak diatas sana.
Soo Jin menatap layar
ponselnya. Sebuah pesan. Senyuman kembali mengembang ketika melihat nama yang
tertera disana. Pesan dari Myung Soo.
Sedang apa? Kau
tidak marah padaku ‘kan??
Singkat memang, namun
itu sudah cukup membuat perasaan Soo Jin begitu bahagia. Soo Jin segera
mengetikkan balasan untuk Myung Soo.
Mian, aku baru saja
selesai mandi..^^ Marah? Tentu saja, untuk apa aku marah pada oppa.. ;)
Send.
Beribu kupu-kupu
berterbangan di dalam perut Soo Jin. Geli, itu yang ia rasakan. Ia tak tahu bagaimana,
dengan hal sekecil ini saja Myung Soo sudah berhasil membuatnya merasa sangat
gembira.
_~**-**~_
“Soo Jin-ah! Myung Soo
datang mencarimu!” Teriakan Nyonya Kim dari lantai bawah sontak membuat
putrinya itu meloncat dari tempat tidur.
“Sebentar lagi aku akan
turun!!” teriak Soo Jin dari kamarnya di lantai dua. Soo Jin langsung
kebingungan, langkahnya tak tentu. Ia bahkan tak tahu ia ingin melakukan apa.
Soo Jin menghampiri
kaca meja riasnya, mematut diri. Dengan gerakan lihai Soo Jin membereskan
rambutnya yang baru saja kering, begitu juga dengan baju terusan selutut
berwarna putih yang dikenakannya.
Langkah riang membawa
Soo Jin menuruni tangga lalu menuju ruang tamu keluarganya. Namun, ia tak
menemukan Myung Soo disana. Lalu ia menemukan eomma-nya di ruangan sebelah
ruang tamu ̶ dapur.
“Eomma, Myung Soo oppa
dimana?”
“Ah, tadi Myung Soo
bilang ia ingin menemuimu di taman belakang saja,” jawab eomma Soo Jin. Beliau
hampir saja tertawa melihat tingkah putrinya. Dari beberapa hari yang lalu,
wajah Soo Jin terlihat sangat murung, tapi sejak tadi ia baru pulang, senyuman
di wajahnya tak pernah luntur.
“Gomawo!” Nyonya Kim
kembali tersenyum melihat tingkah Soo Jin. Benar-benar persis seperti dirinya
waktu masih muda.
Soo Jin melangkahkan
kakinya menuju taman belakang. Di lihatnya sosok Myung Soo yang
membelakanginya. “Tumben oppa kemari?” tanya Soo Jin, berusaha untuk terlihat
normal. Ia pun duduk di sebelah Myung Soo.
“Tadi karena tak ada
balasan pesan darimu, jadi aku putuskan saja kemari.” Senyuman terkembang di
wajah Myung Soo, benar-benar membuatnya terlihat tampan. “Tapi setelah sampai
disini aku baru menerima balasannya.”
“Ah, ne. Oppa mau minum
sesuatu?” tanya Soo Jin. Sedikit kecewa memang, mengingat bahwa Myung Soo
datang karena ia tak membalas pesannya, bukan karena sengaja untuk menemuinya.
“Tidak usah,” jawab
Myung singkat. Selalu.
“Tidak apa, tunggu
sebentar ya…”
Soo Jin kembali ke
taman belakang dengan dua gelas orange juice diatas nampan yang dibawanya.
Disana, Myung Soo masih terduduk, namun kini ia memainkan gitar yang ia bawa.
“Wah, aku tidak tahu
kalau oppa bisa bermain gitar,” ucap Soo Jin yang membuat Myung Soo yang kini
sudah duduk di sebelahnya menoleh kearah gadis itu.
“Ne, aku mempelajarinya
sejak di sekolah dasar.”
“Wah!! Pasti sekarang
oppa sudah ahli!” seru Soo Jin riang. “Tapi, kenapa aku tidak tahu? Bahkan aku
tak pernah melihat oppa memegang gitar sekalipun.” Terlihat wajah Soo Jin
kebingungan. Oh, baru kali ini dia tidak tahu apa-apa tentang namja-nya ini.
“Itu karena beberapa
tahun terkahir aku sedang tertarik dengan fotografi, lagipula terasa lebih
mudah membawa kamera kemana-mana di bandingkan dengan gitar.”
Soo Jin yang mendengar
perkataan Myung Soo membuka sedikit mulutnya terheran. Itu adalah kalimat yang
panjang untuk dikatakan oleh seorang Kim Myung Soo.
“Lalu kenapa hari ini
oppa membawanya?” tanya Soo Jin lagi. Sepertinya ia sangat penasaran. Namun,
Myung Soo malah tak menjawab pertanyaan. Tangan milik Myung Soo mulai apik
memetik senar-senar gitar, menciptakan melodi yang sangat Soo Jin kenal.
There’s
nothing I could say to you
Nothing
I could ever do to make you see
What
you mean to me
Myung Soo bernyanyi
seiring dengan nada yang ia ciptakan dengan gitar berwarna hitam miliknya. Mata
Soo Jin menatap lekat sosok Myung Soo dihadapannya. Myung Soo pun menatap Soo
Jin, sebuah senyuman manis ia tujukan pada yeoja-nya itu.
Lagu dengan judul ‘I Will Be’ milik Avril Lavigne. Benar-benar membuat Soo Jin takjub. Darimana Myung
Soo mengetahui penyanyi favoritnya?
Lagu mulai memasuki
bagian reff, mereka lalu bernyanyi
bersama.
I
will be..
All
that you want
And
get my self together
Cause
you keep me from falling apart
All
my life, I’ll be with you forever
To
get you through the day
And
make everything okay
Alunan gitar berhenti,
namun senyum di kedua wajah manusia itu
tak luntur sedikitpun. “Kau suka lagu itu?” tanya Myung Soo yang di jawab
dengan anggukkan semangat dari Soo Jin.
Myung Soo mengambil
sesuatu di belakang kursinya. Sebuah kotak berukuran cukup besar berwarna soft
pink itu kini ia julurkan pada Soo Jin. “Untukmu.” Sebuah kata yang singkat,
namun berhasil membuat hati Soo Jin berteriak-teriak gembira.
Soo Jin tak mampu
berkata apapun. Miliaran butir kegembiraan telah mengambil alih fungsi
tubuhnya. Dengan perlahan Soo Jin membuka kotak itu.
Sebuah buku dengan
ornamen-ornamen berbau taman berada di balik kotak itu. Soo Jin pun membukanya.
Beberapa foto memenuhi setiap lembar buku itu beserta notes-notes kecil di
setiap fotonya. Sebuah scrapbook. Yeoja
dengan rambut kuncir kuda, pipi tembam, bibirnya yang tipis, dan mata belohnya
yang berwarna coklat. Soo Jin kembali tersenyum. Itu adalah dirinya.
“O-oppa…membuatnya
sendiri?” Mata Soo Jin teralihkan dari scrapbook berwarna biru muda itu,
matanya kembali menatap Myung Soo yang tersenyum tulus kearahnya lalu
mengangguk.
“Untukku?” Pertanyaan
bodoh itu keluar dari mulut Soo Jin. Dan Myung Soo pun kembali hanya menjawab
dengan anggukkan disertai dengan senyuman manisnya.
Wajah Soo Jin mulai
merona melihat senyum Myung Soo yang sedaritadi tak pernah lepas dari wajahnya.
Soo Jin tiba-tiba memeluk Myung Soo, meski si namja sempat kaget di buatnya.
Namun, segalanya membuat Myung Soo balik memeluk Soo Jin semakin erat.
Hari ini Soo Jin baru
menyadari sesuatu. Bukannya Myung Soo tidak tahu apa-apa tentangnya, dia tahu.
Dimana Myung Soo selalu mengajak Soo Jin pergi ke café favoritnya, bagaimana ia bertemu pagi ini di taman, caranya
bermain gitar dan menyanyikan lagu Avril,
kotak kado berwarna soft pink, dan
tentu saja scrapbook berwarna biru
muda adalah dua warna kesukaan Soo Jin, masih banyak lagi yang ia baru sadari,
bahwa Myung Soo tahu segalanya tentang Soo Jin.
Soo Jin menyandarkan
kepala di atas bahu namja-nya, mengingat hari ini membuatnya sanggup
menari-nari diudara. Terlebih lagi mengingat wajah Myung Soo yang selalu
tersenyum kearahnya. Itu bisa membuat Soo Jin gila seketika.
Oh, inilah yang membuat
Soo Jin jatuh hati pada Myung Soo. Senyumannya. Dimulai dari sekarang, Soo Jin
berjanji, ia tak akan peduli sedikit apapun Myung Soo berkata, bahkan ketika
Myung Soo tak pernah mengucapkan kata ‘Saranghae’ untuk Soo Jin, namun sepanjang
senyum itu masih untukknya, ia tak akan berpaling dari Myung Soo. Sekalipun.
K K EUT !!
Komentar
Posting Komentar