Title:
Still Beside You
Scripwriter: NanaJji (@nana_jji)
Main
Cast(s):
Oh Sehun [EXO] || Kim Soo Jin [OC]
Support
Cast(s):
Nam Woo Hyun [INFINITE] || Zhang Yi Xing
/ Lay [EXO]
Genre(s): Romance, Sad
Duration: Vignette
Summary:
Bulan dan bintang bersinar bersama di
langit malam, tapi tak begitu ketika hujan. Namun kau harus tahu. Meski hujan
melanda dan awan gelap bergumul di udara, bintang akan selalu bersinar disana,
menemani bulan hingga hari mulai berganti.
Suara gesekan hells sepatu dengan lantai marmer
terdengar begitu jelas di sepanjang koridor. Tak ada seorang pun berada disana,
kecuali seorang gadis yang kini terlihat kesusahan menekan-nekan keyword untuk membuka pintu
apartement-nya. Di tangannya penuh akan tumpukan tas belanja, bahkan di kedua lengannya.
Wajahnya nampak jelas kelelahan, ini sudah hampir tengah malam, ia harus segera
mengistirahatkan tubuhnya.
Akhirnya, setelah
kegagalan yang kedua kali, pintu apartement pun terbuka. Gadis itu pun segera
masuk, namun tiba-tiba sesuatu menghentikan langkahnya. Sebuah sepatu dengan
perpaduan putih dan biru itu sangat di kenalnya. Gadis itu menarik napas
panjang, kemudian melangkah masuk ke ruang apartement.
“Darimana saja kau?”
Bahkan belum beberapa langkah ia masuk, pertanyaan itu langsung saja menginterupsinya.
Siapa lagi jika bukan si pemilik sepatu itu yang bertanya.
Si gadis menarik ujung
bibirnya. Sebuah senyuman yang ia rubah menjadi cengiran khasnya dengan paksa
menghiasi wajah cantik gadis itu. Namun percuma, si pemilik sepatu lebih
mengenal dirinya daripada si pemilik raga.
“Jangan memaksakan
senyum di hadapanku. Itu percuma, kau tahu?” Laki-laki si pemilik sepatu hanya
menunjukkan smirk khasnya. Ia tetap
duduk santai di atas sofa milik si
gadis.
“Hei! Aku tak
memaksakan senyum. Lihat, betapa senangnya aku hari ini!” Gadis itu menghampiri
si pemilik sepatu dengan langkah riang dan menunjukkan belasan tas belanjaan di
tangannya, meskipun ia tahu itu sedikit percuma.
“Terserah kau saja.” Si
lelaki mengakhiri perdebatan kecil itu. Merasa terbiasa dengan perilaku
temannya.
“Sehun-ah, cepatlah pulang. Aku ingin
istirahat.” Si gadis melemparkan tubuhnya di atas kasur di ruangan itu.
Meninggalkan si lelaki bernama Oh Sehun duduk sendiri di atas sofa.
“Aku tidak mau pulang.
Aku akan menginap disini.” Sontak perkataan Sehun membuat si gadis terduduk
dari posisi tidurnya dan menatap Sehun dengan penuh curiga. “Hei, kau tidur
saja disana. Aku akan tidur di sofa.”
“Terserah kau saja.
Tapi ingat, jangan pernah mengganggu tidurku!” Soo Jin langsung beringsut ke
tempat tidurnya, menarik selimut dan menutup mata.
Seperempat jam berlalu,
hening. Hanya suara televisi dan kendaraan bermotor di luar apartement. Sehun
memandang tubuh Soo Jin yang sedaritadi tak bergerak sedikitpun.
“Kau sudah tidur?”
tanya Sehun akhirnya.
“Belum. Kau tahu aku
tidak bisa tidur semasih TV itu hidup dan lampu tetap menyala,” ucap Soo Jin
sedikit sarkastis.
“Oops, sorry! Baiklah, aku akan tidur sekarang.” Sehun memencet
tombol off pada remote dan beranjak untuk mematikan lampu. Hingga kini hanya
tinggal lampu tidur yang menciptakan sedikit penerangan di ruangan itu meski
tak seberapa.
Lama waktu telah
terlewati, namun baik Soo Jin maupun Sehun tak juga berangkat ke alam mimpi.
Banyak hal yang ingin diutarakan antara mereka berdua. Namun, banteng besar
telah membatasi keduanya. Ego.
“Kau belum tidur?”
Akhirnya Sehun mulai bersua. Soo Jin tak menjawabnya, namun entah mengapa,
Sehun tahu bahwa yeoja itu mendengarkan suaranya. “Belanjaan tadi terlihat
sangat murahan.”
“Apa maksudmu?” Dan
terjawab sudah pertanyaan Sehun. Gadis itu belum tertidur.
“Kali ini, siapa namja
itu? Sepertinya ia sangat murah, sama seperti barang-barangnya yang murahan.”
“Apa maumu?!” Soo Jin
terdiam kaku di tempat tidurnya, tubuhnya mulai bergetar tak tenang. Apa yang
Sehun katakan benar-benar menohok dalam hingga ke hulu hatinya.
“Aku hanya ingin kau
menghentikan semua ini. Aku bisa membelikan semua yang kau ingin.” Sehun
tertidur sambil menatap langit-langit. Ingatannya melayang beberapa tahun lalu
ketika pertama kali ia mengenal sosok Soo Jin. Ia merindukan gadis itu, meski
gadis yang sama kini ada di dekatnya, namun mereka telah berbeda. Sangat jauh.
“Dan menurutmu dengan
begitu aku akan bahagia? Aku lebih suka seperti ini.”
“Aku tidak suka.”
“Jika kau tidak suka
ataupun malu, bahkan jijik berada di dekatku, maka pergi saja. Mudah ‘kan?”
“Baiklah.”
Sehun bangkit dari
tidurnya. Tanpa sepatah kata pun ia melangkah menuju pintu dan meninggalkan
apartement itu beserta si pemilik di dalamnya. Gadis itu menatap sofa tempat Sehun baru saja
meninggalkannya dan bibirnya berucap lirih.
“Ya, mungkin itu lebih
baik.”
_~**-**~_
Sinar matahari pagi
yang menyilaukan membuat Soo Jin mengerjap beberapa kali demi menyesuaikan
matanya. Tubuhnya masih enggan bangkit, begitu pula matanya masih terasa sangat
berat. Gadis itu bergerak kecil di atas bantalnya, matanya kembali tertutup,
namun tiba-tiba ia teringat akan percakapannya semalam bersama Sehun. Ia
kembali mencoba tertidur.
Namun, tidak bisa.
Otaknya yang keras
kepala memaksa ia untuk memikirkan kejadian itu. Apa benar Sehun akan
meninggalkannya? Sendirian? Semudah itu?
Akhirnya ia memutuskan
untuk bangkit dan sekilas menengok kearah jam digital yang berada di atas meja
samping tempat tidur. Waktu masih menujukkan pukul 7 pagi dan masih ada dua jam
lagi sebelum ia berangkat kuliah.
Seharusnya ia tidur
saat ini, seharusnya tak ada lingkaran hitam di bawah matanya, namun semua
menjadi tidak seharusnya ketika tiba-tiba Sehun meninggalkan ia sendiri di
ruangan itu. Menyanggupi apa yang ia katakan tanpa berucap sedikitpun melainkan
langsung pergi. Dan itu sungguh membuat Soo Jin berpikir sepanjang malam.
“Kau sudah bangun?” Soo
Jin yang terduduk di tepian kasurnya langsung menoleh kearah sumber suara.
Disana, namja yang membuat lingkaran hitam dimatanya sedang duduk bersandar di
atas sofa. Sama persis seperti
kemarin malam ketika namja itu tiba-tiba ada di dalam apartementnya, dan ia
mengulanginya lagi kali ini.
Soo Jin kembali
mengerjap-ngerjapkan matanya dan mencoba untuk mengakomodasikan lensanya
sebesar mungkin, hanya ingin memastikan bahwa ia tidak bermimpi ataupun sekedar
khayalan yang menyerangnya seketika karena ia terlalu memikirkan laki-laki itu.
“Oh, semua orang harus
melihat ini. Betapa jeleknya wajahmu saat bangun tidur.” Namja itu tertawa
mendengar omongannya sendiri. Kedua ujung bibir Soo Jin terangkat membentuk
sebuah senyuman tipis. Kata-kata itu cukup, bahkan sangat cukup untuk meyakinkan
Soo Jin bahwa ini bukan mimpi.
“Kemarilah, sepertinya
tidurmu tidak nyenyak tadi malam,” ucap Sehun sambil menepuk dudukan di
sebelahnya. Soo Jin pun menurut seperti anak kecil, tingkah yang akan dan
selalu membuat senyuman merekah di wajah Sehun. Namun senyum itu tak bertahan
lama setelah Soo Jin mulai berkata.
“Eomma kalah di
persidangan, kemarin ia mengirimiku uang yang sangat banyak.”
“Berhenti.” Sehun
langsung memotong ucapan Soo Jin. Ia sungguh tak mau mendengar hal itu.
“Hari ini ia akan pergi
ke Prancis dan tinggal disana untuk waktu yang sangat lama…”
“Jangan mengatakan hal
itu lagi!” Nada suara Sehun mulai meninggi. Demi apapun di dunia ini, ia
sungguh tak ingin saat-saat ini terjadi. Sehun dapat melihat wajah gadis
disebelahnya mulai terlihat tidak normal.
“Aku harus menemui ̶ “
Sehun langsung mendekapnya dan tangis gadis itupun pecah. Sudah cukup selama
ini Sehun melihat gadis itu menangis hingga air matanya seakan habis, dan hari
ini ia harus melihatnya lagi.
“Tetaplah disini.
Sekalipun, jangan pernah mencoba untuk menemui orang-orang keji itu.”
Ya, orang-orang keji itu
adalah orang tuanya. Dulu, Sehun selalu menganggap semua orang tua adalah dewa
bagi anaknya. Namun, sekarang ia sadar. Orang tua juga manusia. Karena ia sudah
melihatnya sendiri. Soo Jin, gadis malang yang di telantarkan oleh kedua orang
tuanya demi uang dan karir.
Tak akan ada yang
menyangkanya, karena tak ada seorang pun yang tahu. Kecuali Sehun. Dan hanya
Sehun.
_~**-**~_
Soo Jin melangkahkan
kakinya sepanjang koridor menuju deretan loker dan mencari loker bernomor 213 miliknya.
Dan sepanjang itu pula puluhan pasang mata memperhatikannya dari ujung rambut
hingga ujung sepatu yang ia kenakan.
Mereka menatap Soo Jin
kagum. Wajah cantik, tubuh yang proporsional, selera fashion yang tinggi, hingga otaknya yang cemerlang, tak lupa pula
dengan sikapnya yang ramah, membuat gadis itu menjadi perhatian dan banyak di
kagumi di kampusnya. Hari itu, seperti biasa Soo Jin memakai salah satu dress terbaik berwarna cokelat muda yang
senada dengan sepatu ber-heels yang
ia kenakan, tak lupa dengan tas bermerek terkenal tergantung di bahunya, serta
rambut panjang bergelombangnya di gerai rapi. Gadis itu sungguh nampak cantik.
Namun dibalik semua
itu, ia memiliki satu kekurangan. Sikapnya sangatlah buruk. Dia sombong, tentu
tidak. Dia gadis yang ramah, ia akan membantu siapapun semasih ia bisa. Begitupun
ia tak pemilih, ia berteman dengan siapa saja yang ingin berteman dengannya,
bahkan ia akan menganggap musuhnya sendiri sebagai teman. Namun fakta tak dapat
menghitung berapa banyak namja yang
telah ia permainkan.
Soo Jin hanya tersenyum
membalas puluhan tatapan takjub yang diarahkan kepadanya hingga langkahnya
terhenti di sebuah loker bernomor 213 dan membukanya perlahan. Sebuah kotak
berwarna pink menyapa penglihatannya
dengan sebuah kartu diatasnya. Di bacanya kartu tersebut dan tersenyum simpul.
Lihatlah
kesamping.
Soo Jin menutup
lokernya dan menoleh kesamping kanan. Matanya menemukan sosok tampan dengan
senyum manis di wajahnya.
“Hai,” sapa namja bernama Nam Woo Hyun itu. Seperti
biasa, Soo Jin akan memperlihatkan senyum termanisnya. “Apa kau ada waktu nanti
malam?”
“Memangnya ada apa, sunbae?”
“Aku ingin mengajakmu
makan malam.” Gadis itu itu tersenyum mengiyakan. “Baiklah, nanti malam jam 7
aku akan menjemputmu.”
_~**-**~_
Sehun berdiri di sebuah
gedung bioskop sambil sesekali melirik jam tangannya. Ia datang sekitar
setengah jam lalu dan hingga sekarang ia masih menunggu, namun sosok itu tak
kunjung datang. Ia lalu duduk diantara jejeran bangku yang tersedia di bioskop
tersebut, matanya masih sibuk mencari batang hidung gadis yang ditunggunya,
namun gadis itu tetap tak nampak. Hingga film
yang akan mereka tonton mulai di putar, ia masih menunggu. Dan satu setengah
jam kemudian film selesai dan Sehun masih
duduk disana, menunggu.
Waktu sudah menunjukkan
pukul 9 malam dan ia sudah menunggu selama dua jam. Akhirnya Sehun melangkahkan
kakinya menuju gedung apartementnya dan menaiki lift menuju lantai 6, namun ia tak memasuki pintu apartement
berwarna putih tulang miliknya, melainkan pintu berwarna kecoklatan tepat di
depan apartementnya.
Seperti hari-hari
sebelumnya, Sehun akan duduk diatas sofa
di ruangan itu sambil menunggu sang pemilik apartement. Dan satu jam kemudian
gadis itu barulah datang. Menampilkan senyum menawan pada Sehun tanpa harus
meminta maaf atas kesalahannya, karena ia pun pasti tak mengingatnya. Sehun
tahu, ia hapal tabiat gadis itu. Tapi hari ini berbeda. Ia tak tahan lagi, ia akan
mengatakan sejujurnya.
“Kemana saja kau?”
Masih dengan pertanyaan yang sama dengan hari-hari sebelumnya dan gadis itu pun
akan tersenyum.
“Ayolah, Sehun-ah. Wajahmu kenapa kusut begitu? Apa kau
tidak suka melihatku bahagia, hm?” Soo Jin menggerak-gerakkan bahunya manja,
namun wajah Sehun tetap tak berubah.
“Aku tidak suka.”
“Wae??”
“Kau tak tahu,
bagaimana aku tersiksa menunggumu dua jam bahkan lebih setiap kali kita membuat
janji dan kau pasti akan selalu melupakannya?” Sehun menarik napas panjang.
Sejenak dilihatnya Soo Jin yang masih bergeming, ia pasti terkejut melihat
Sehun saat ini. “Dan di saat aku menunggu, kau dengan teganya bersenang-senang
dengan orang lain, bagaimana aku bisa bahagia, Kim Soo Jin?!”
Terdengar jelas nada
suara Sehun meninggi dan wajahnya memerah penuh amarah. Namun Sehun dengan
segera memalingkan pandangannya begitu mendapati raut sedih di wajah Soo Jin,
bahkan air matanya mulai turun.
“Mianhae…”
Dengan perlahan suara
itu keluar dari bibir kecil Soo Jin seiring dengan langkah Sehun meninggalkan
apartement itu. Menyisakan Soo Jin sendiri dengan kesedihan dan air mata.
“Sehun-ah, mianhae…”
_~**-**~_
Seluruh kampus nampak
terheran begitu sosok Soo Jin menapakkan kaki di koridor itu. Puluhan pasang
mata masih menatapnya seperti hari biasa, namun tatapan yang mereka tunjukkan
berbeda. Aneh. Ya, mereka menatap Soo Jin dengan aneh.
Tak seperti biasanya, dimana
gadis itu akan mengenakan pakaian-pakaian dengan harga yang tak terbilang murah
dengan merek-merek ternama. Namun hari ini, ia hanya mengenakan setelan jeans,
kemeja putih, dan sepasang sepatu cats,
tak lupa sebuah tas selempang berwarna coklat sederhana. Gadis itu tetap
cantik, bahkan terlihat lebih alami. Dan senyum manis Soo Jin masih setia menyapa
ramah orang-orang disana.
“Hai.” Sebuah sapaan
menimpa Soo Jin begitu ia sampai di depan loker miliknya.
Soo Jin menoleh dan
mendapati seorang laki-laki China dengan lesung pipit dan mata sayunya menatap
Soo Jin dengan senyum.
“Hai, Yi Xing sunbae?” jawab Soo Jin ragu. Ia tak
begitu mengenal sunbae satu ini.
Yi Xing kembali
tersenyum dengan sangat tampannya. “Nanti malam akan ada pesta di rumah Luhan
dan kebetulan aku belum mempunyai pasangan, apa kau mau menemaniku?”
Soo Jin terpaku.
Rentetan peristiwa-peristiwa belakangan ini menyeruak ke dalam pikirannya.
“Soo Jin…,” panggil Yi
Xing, namun Soo Jin masih bergeming. “Kim Soo Jin…,” panggilnya lagi sambil
menepuk pundak gadis itu dan ia pun tersadar.
“Maafkan aku, sunbae. Sepertinya aku tidak bisa, masih
ada yang harusku lakukan. Permisi…” Dengan tergesa Soo Jin menutup lokernya dan
pergi meninggalkan Yi Xing dengan seribu pertanyaan.
_~**-**~_
Soo Jin melangkahkan
kaki dengan kecewa dari pintu perpustakaan, setelah sebelumnya ia mencari di
seluruh ruangan itu, namun hasilnya nihil. Ia tak menemukan Oh Sehun ̶ lagi,
setelah sebelumnya ia mencari di kelas namja
itu, di kafetaria, di kelas Jongin ̶ teman Sehun, dan Sehun tidak ada di semua
tempat tersebut.
Kemana lagi ia harus
mencari? Soo Jin tak tahu. Ia sudah mengirim pesan dan menghubungi ponsel Sehun
berkali-kali namun tidak aktif. Sejak kejadian semalam, gadis itu tak melihat
batang hidung namja itu sedikit pun.
Semarah itukah ia?
Soo Jin akhirnya
menghentikan langkahnya dan duduk di sebuah bangku taman. Panas terik matahari
membuat taman itu sepi, bahkan hanya untuk sekedar melihat keindahannya
orang-orang terlihat enggan. Soo Jin mengeluarkan ponselnya dan kembali mencoba
untuk menghubungi Sehun, namun lagi-lagi ia harus kecewa.
“Berhentilah berpikir
bagaimana cara untuk mencari pelarian.” Soo Jin memutar kepala dan menoleh
kearah sumber suara. “Maka aku akan mengangkat teleponmu,” ucap Sehun sambil
mengibas-ngibaskan ponsel yang ada di genggamannya.
Soo Jin tak berkata
apapun. Matanya terus mengikuti gerakan Sehun yang kini sudah duduk di
sebelahnya. Tanpa mengeluarkan sebuah kata, Soo Jin bergerak memeluk Sehun
erat. Sehun mengangkat tangannya dan balik memeluk tubuh rapuh Soo Jin dengan
lembut.
“M-mian, m-mianhae, Sehun-ah…,” ucap Soo Jin terisak. Ia bahkan
tak sedih, tapi rasa bahagia yang berlebihanlah yang membuatnya menangis.
“Berhentilah menangis
atau aku akan pergi.” Mendengar ucapan Sehun seketika membuat Soo Jin
melepaskan pelukkannya.
“Napeun!!” Soo Jin memberikan satu tinjunya pada Sehun yang hanya
direspon oleh kikikan kecil di bibir Sehun.
“Kau terlihat sangat
jelek saat menangis.” Tangan Sehun perlahan menghapus bulir air mata,
begitupula dengan bekas alirannya yang masih tersisa di pipi Soo Jin. “Tapi
hanya aku yang boleh melihat wajah jelekmu itu. Aku tidak akan memaafkanmu jika
kau menangis di samping namja lain.”
Soo Jin mengangguk
pelan, lalu Sehun kembali menarik Soo Jin dalam dekapannya. “Aku berjanji,”
ucap Soo Jin lirih.
Soo Jin tahu, ia bukan
gadis yang layak untuk mendapat kebahagiaan. Bahkan kedua orang tuanya tak
pernah memberinya kesempatan. Namun, masa bodoh dengan kedua orang tuanya. Yang
Soo Jin tahu, ia hanya mempunyai satu orang di dunia ini. Oh Sehun.
.
.
Meski
kata sayang tak pernah terucap, ataupun diri yang tak pernah terikat. Namun
perbuatan yang membawanya terlihat jelas.
Semudah
itu.
Dan
sangat sederhana, namun sulit dilakukan.
Itulah
pengorbanan.
kkeut!!!!
Komentar
Posting Komentar