Langsung ke konten utama

[Vignette] Only Hope


Title: Only Hope
Scriptwriter:
NanaJji (@nana.novita)
Cast(s):
Jeon Jungkook [BTS] || Kim Soojin [OC] || Park Yooji [OC] || Kim Yugyeom [GOT7] || Kim Namjoon [BTS]
Genre: Romance. Friendship. Hurt.
Duration: Vignette
Rating: Teen
Summary:
Salahku yang terlalu berharap padamu

.
.
.
Soojin masih tak bisa percaya. Ia tak mungkin salah dengar, bukan? Ia memenuhi semua persyaratan untuk dapat memperoleh beasiswa itu. Ia bahkan sangat yakin bahwa namanya akan berada pada urutan atas di dalam daftar nama yang lolos. Tetapi yang ia dapatkan saat ini adalah kegagalan. Dan yang lebih menyakitkan lagi, kegagalan itu bukan karena dirinya, tetapi karena orang lain.
Terngiang dengan jelas di ingatan Soojin suara dari salah satu petugas beasiswa ketika ia mengajukan protes tadi pagi. “Atas nama Kim Soojin?” tanya petugas itu dengan sopan sambil mencari data-data Soojin di dalam komputer. “Maaf, Soojin-ssi. Pendaftaran anda tidak diloloskan karena permintaan dari Tuan Kim Sooman. Beberapa hari yang lalu beliau datang kemari dan meminta untuk membatalkan pendaftaran tersebut.”
Ya, semua ini karena ayahnya. Ia tak mengerti dengan sikap pria itu. Terkadang Soojin merasa ia memiliki pemikiran yang sama dengan ayahnya. Tetapi, terkadang tanpa belas kasih, ayahnya menggugurkan pemikirannya begitu saja.
Seperti yang terjadi setelah gadis itu pergi dari kantor beasiswa, ia mendatangi perusahaan ayahnya. Dan harapannya pupus begitu saja setelah mendengar sua dari sang ayah. “Appa tidak akan membiarkanmu untuk berkuliah di luar negeri. Akan lebih baik jika kau berkuliah disini dan membantu appa dalam mengelola perusahaan. Kau harus belajar mulai sekarang.”
Cih, pemikiran macam apa itu? Sangat sempit. Bagaimana seorang ayah bisa membatasi anaknya untuk menuntut ilmu??
Sekali lagi, Soojin menghembuskan napas berat. Entah sudah yang keberapa kali, ia melakukannya terus menerus sebagai ekspresi kekesalannya.
Arght! Apa yang harus aku lakukan sekarang?” Gadis itu memberhentikan langkahnya di sebuah taman. Langit sore tampak begitu cerah, tetapi tidak dengan hatinya. Bahkan awal liburannya sudah dihancurkan dengan sebuah kegagalan.
Setelah mendudukkan diri di sebuah bangku dan menyandarkan punggungnya yang terasa begitu lelah, Soojin mengeluarkan ponsel, dan mengeceknya beberapa kali. Sedaripagi ia menunggu pesan dari seseorang. Tetapi sampai detik ini pun, tak ada pesan yang masuk di ponselnya. Pada akhirnya gadis itu kembali memasukkan ponsel itu ke dalam tas selempangnya dengan penuh kecewa.
“Kemana pula perginya anak itu? Hanya mengucapkan selamat pagi lalu hilang sampai saat ini. Menyebalkan.”
.
.
.
“Halo? Jungkook-ah.” Soojin menempelkan ponsel di telinganya. Dengan senyum sedikit mengembang, gadis itu merasa lega, juga sangat senang karena akhirnya Jungkook mengangkat teleponnya. Sejak kemarin laki-laki itu tak ada lagi menghubunginya. Sampai pagi ini, akhirnya Soojin tak kuat lagi. Ia memutuskan untuk menelepon Jungkook lebih dulu.
Wae?” jawab suara di seberang. Soojin mengerutkan keningnya, heran. Kenapa, katanya? Memangnya salah jika Soojin menelepon laki-laki itu, hingga respon seperti itu yang ia dapatkan??
“Kau dimana?” tanya Soojin dengan nada suaranya yang agak meninggi. Kenapa disaat suasana hatinya yang sedang kacau, laki-laki itu malah semakin memperburuk keadaan?
“Di rumah Yugyeom. Bermain game.” Jawabannya kembali singkat.
“Oh…” Dengan kesal, Soojin menjawab sekenanya.
“Kalau tidak ada yang ingin kau sampaikan. Aku akan tutup teleponnya.”
Bip.
Bahkan sebelum Soojin dapat menjawab, sambungan telepon itu sudah terputus, meninggalkan gadis itu melihat layar ponselnya dengan gigi atas dan bawahnya mengatup kuat. Ia kesal, sangat.
Dengan kepala menelungkup di atas meja, Soojin berusaha menutup mata. Tak peduli dengan ramainya orang-orang yang sedang menghabiskan waktu di café itu, ia memukul-mukul pelan ponselnya di atas meja hingga menghasilkan suara yang mengganggu.
Rasanya jika seperti ini, Soojin lebih baik menangis saja. Mungkin hati dan pikirannya akan lebih tenang. Seperti di dalam film “Inside Out” yang ia sukai. Sayangnya, ia tidak bisa menangis. Menonton film sedih, mendengarkan lagu sedih, membaca novel sedih, segalanya. Banyak hal telah ia lakukan, namun tetap saja gagal. Air mata itu tak kunjung keluar. Menyedihkan. Air mata pun sekarang tampak memusuhinya.
“Hei!”
Seseorang mengambil ponsel di tangan Soojin dan membuat gadis itu mau tak mau harus mengangkat kepalanya. Sebelum Soojin mulai melayangkan protes, sebuah jitakan mendarat di kepalanya.
“Apa yang kau lakukan, hah?” Yooji menduduki kursi di depan Soojin tanpa rasa bersalah karena telah menginterupsi kegiatan Soojin, yah, meskipun sesungguhnya gadis itu tidak melakukan apa-apa.
“Kau? Bukannya kau keluar dengan Taehyung oppa?” tanya Soojin seketika saat mendapati wajah sahabatnya muncul disana. Kemarin dengan sangat senangnya, sang kakak−Taehyung−menceritakan bahwa Yooji sudah kembali dari Busan, dan mereka akan pergi jalan-jalan berdua keesokkan harinya. Tetapi, apa yang gadis itu lakukan saat ini dihadapan Soojin?
“Memangnya tidak boleh? Aku ingin menemui sahabatku dulu sebelum menemui kekasihku,” ujar Yooji dengan bangganya. Melihatnya, Soojin hanya mengangguk-angguk malas. “Wae? Kenapa kau duduk sendirian disini? Dimana kekasihmu itu?” Yooji segera mempertanyakan hal tersebut. Dari awal ia melihat Soojin dari luar café, ia sudah menduga bahwa terjadi sesuatu dengan sahabatnya itu.
“Di rumah Yugyeom? Entahlah,” jawab Soojin tak meyakinkan. Sebelah alis Yooji terangkat penuh tanda tanya.
“Kau tidak pergi berdua dengannya? Menikmati liburan??” Soojin menggeleng lemah lalu menyeruput latte hangatnya yang sudah mendingin. “Lalu bagaimana dengan beasiswamu?”
Soojin meletakkan cangkir latte-nya lalu termenung. “Aku gagal,” jawabnya lirih. Yooji menatap Soojin penuh prihatin. Hanya seminggu ia meninggalkan sahabatnya untuk pergi ke kampung halaman, tak disangka banyak kejadian menyedihkan yang ia alami. Malang sekali.
“Tidak apa. Kita baru memasuki tahun akhir sekolah menengah atas. Masih ada waktu satu tahun lagi sebelum memasuki dunia perkuliahan. Ayolah, semangat Kim Soojin!” Yooji menepuk pundak Soojin untuk menyemangatinya.
“Masalahnya, appa tidak memberikanku ijin untuk berkuliah di luar negeri.”
Senyum di wajah Yooji seketika kendur. Ini benar-benar keadaan yang memprihatinkan. “Ah, maaf, Soojin-ah. Sepertinya kau benar-benar butuh healing time. Apa lebih baik aku membatalkan janjiku dengan Taehyung oppa? Ku dengar ada taman bermain baru di sekitar sini.”
Soojin dengan cepat menggeleng. “Tidak, tidak. Aku tidak mau mengganggu kalian berdua. Nikmatilah jalan-jalan kalian nanti. Nanti aku coba untuk mengajak Jungkook,” ujar Soojin berusaha meyakinkan Yooji, meskipun ia sendiri tak begitu yakin.
Apa Jungkook bisa menemaninya?
Soojin ragu.
.
.
.
Soojin menatap sebuah tiket di tangannya. Ya, hanya satu tiket. Pada akhirnya ia hanya datang seorang diri ke taman bermain itu. Jungkook tidak bisa menemaninya, entah karena apa. Soojin mulai malas dengan laki-laki itu. Biarkan saja ia melakukan sesukanya.
Bukannya langsung memilih untuk menaiki salah satu wahana disana, Soojin lebih memilih untuk duduk di salah satu bangku sambil menatap ponselnya dengan sayu. Soojin membuka galeri foto di ponselnya dan melihat-lihat fotonya berdua dengan Jungkook. Meskipun ia marah dan sangat kesal terhadap laki-laki itu, tetapi ia tidak bisa memungkiri perasaan bahwa ia merindukan kekasihnya.
Jungkook sibuk dengan dunianya, Soojin berusaha untuk mengerti. Berkali-kali ia meyakinkan diri kalau ia bisa, namun keadaannya saat ini mendorong Soojin untuk membutuhkan laki-laki itu.
Ya, ia sangat membutuhkan Jungkook. Ia ingin menceritakan segala kesedihannya kepada laki-laki itu. Ia ingin mendengar suara Jungkook menenangkannya. Dan ia ingin menangis dipelukan laki-laki itu. Sangat, sangat ingin.
“Soojin?”
Sebuah suara memanggil Soojin tiba-tiba, membuat pikiran gadis itu teralihkan. Ia kemudian mengangkat kepalanya dan menemukan sebuah wajah yang sangat familiar. Sebuah wajah yang sudah sangat lama tak ia temui. “Op-pa? Namjoon oppa?”
.
.
.
“Jungkook-ah.” Si empunya namanya seketika menoleh kearah si pemanggil−Yugyeom. Dengan mulut penuh dengan pizza, laki-laki itu hanya mampu bergumam. “Kau tahu Soojin kemana hari ini?”
Jungkook perlahan mengunyah sisa pizza di mulutnya, baru kemudian menelannya begitu saja. “Soojin tadi mengajakku untuk pergi ke taman bermain, tapi aku jawab tidak bisa. Mungkin sekarang ia sedang berada di rumah.”
Jungkook mengecek ponselnya, tidak ada pesan apapun dari Soojin. Setidaknya itu membuat Jungkook yakin bahwa gadis itu berada di rumah saat ini. Sementara Jungkook sendiri masih berada di rumah Yugyeom. Mereka menghabiskan waktu seharian dengan bermain games, hingga langit sudah gelap pun mereka tak menyadari. Sampai akhirnya tuntutan manusiawi membawa perut mereka kelaparan, barulah mereka sadar bahwa sudah banyak waktu yang terlewati, dan esok pun tinggal hitungan jam.
“Ku rasa, Soojin benar-benar pergi ke taman bermain itu,” ujar Yugyeom sambil memberikan ponselnya kepada Jungkook.
Di dalam layar itu terbuka sebuah aplikasi Instagram yang menunjukkan sebuah foto pemandangan taman bermain dilatarbelakangi oleh sunset yang indah. “Fotonya bagus, tapi apa hubungannya dengan Soojin?” Jungkook menatap Yugyeom dengan bingung.
“Kau sungguh tidak melihatnya?” Yugyeom langsung menghampiri Jungkook dan menunjuk-nunjuk sebuah objek di dalam foto tersebut. “Dengan sekali lihat aku tahu siapa gadis itu.”
Jungkook kembali memperhatikan lebih teliti objek yang dimaksud Yugyeom. Memang benar ada seorang gadis yang berdiri membelakangi foto dan menikmati sunset di hadapannya. Gadis itu tak terlihat dengan jelas karena tampak seperti siluet. Namun jika diperhatikan dengan baik, Jungkook dapat menemukan sosok familiar disana. “Soojin?” Yugyeom mengangguk pelan, begitu heran dengan kemampuan menganalisis yang dimiliki Jungkook. “Memangnya siapa Kim Namjoon?” tanya Jungkook lagi setelah melihat nama dari akun pemilik foto tersebut.
“Dia seorang senior di tempat les musikku dulu. Kau tahu kan bahwa Soojin juga les di tempat yang sama? Dan dulu, mereka sangat dekat. Yah, bisa dikatakan mereka dulu saling suka, sampai akhirnya Kim Namjoon pindah keluar negeri meninggalkan Soojin.”
Jungkook terdiam sambil menatap foto itu lekat-lekat. Ia menyimak ucapan Yugyeom dan mencoba mencernanya dengan baik, hingga ia pun menarik kesimpulan. Posisinya dalam bahaya.
“Dan sepertinya Kim Namjoon kini sudah kembali.”
.
.
.
Dua jam lagi menuju tengah malam, tapi Soojin tak peduli. Gadis itu meninggalkan rumah demi permintaan sang kekasih. Jungkook ingin menemuinya, bukankah memang seharusnya ia senang? Tetapi entah mengapa setelah sampai di tempat tujuan, Soojin rasa ia tak segembira itu.
On a night without you
Even when the moon is up
I can’t see it
It’s hidden by thoughts of you

Alunan lagi “Half Moon” milik DEAN mengalun lembut melaui earphone yang ia pakai. Netranya menatap indahnya pemandangan Sungai Han di malam hari. Lampu-lampu dan air mancur yang tampak begitu meriah di atas jembatan terlihat begitu kontras dengan suasana di bawahnya, dimana air sungai mengalir dengan tenang tanpa riak yang berarti.
Soojin rasa tak ada satupun yang berpihak pada kesedihannya kali ini. Tidak bagi orang-orang, hingga alam yang begitu ceria beberapa hari ini. Semuanya berjalan dengan baik, hanya ia yang tetap terdiam di satu tempat, bergumul dengan kesedihannya. Tapi menurut Soojin, memang selalu ada waktu dimana seseorang harus benar-benar menghayati kesedihannya. Untuk Soojin sendiri, kali ini lah waktunya. Ia memang bukan tipe manusia yang dengan mudah menunjukkan kesedihannya. Ia adalah gadis yag selalu menunjukkan senyuman beserta deretan giginya dimana pun dan kapan pun. Baginya, cukup orang-orang terdekat yang ia percaya untuk bisa mendengar semua keluh kesahnya.
Soojin memejamkan mata. Suasana malam ini begitu menenangkan, sampai-sampai ia berharap Jungkook tak akan datang. Hanya saja, takdir memang mengarahkan untuk tidak mengabulkan segala keinginannya beberapa hari ini. Laki-laki yang ia tunggu segera mendudukkan dirinya di sebelah Soojin, sambil satu tangannya melepaskan sebelah earphone dari telinga gadis itu.
“Oh, kau sudah sampai,” ujarnya berusaha untuk tidak menunjukkan kekesalan dan menahan emosinya pada laki-laki itu. Soojin melepas sebelah earphone-nya lagi lalu menatap Jungkook. Tapi yang dipandang hanya menatap ke depan tanpa berusaha untuk meliriknya.
“Hari ini kau kemana saja?” tanya Jungkook langsung tanpa memberikan salam atau basa-basi sejenisnya.
Café, lalu pergi ke taman bermain,” jawab Soojin langsung pada poinnya. Ia kembali menatap pemandangan Sungai Han yang indah, hanya saja kali ini tak lagi merasakan kenyamanan seperti sebelumnya. Gadis itu tahu, Jungkook membawa rasa amarah padanya saat ini. Ah, tidak cukupkah ia yang merasa kesal pada laki-laki itu? Mengapa ia juga harus marah pada Soojin? Apa Soojin melakukan kesalahan?
“Dengan siapa?”
“Sendiri.”
“Lalu siapa Kim Namjoon itu?”
Soojin terdiam sejenak. Ia terkejut mendengar nama laki-laki itu. Teringat lagi dengan semua kata yang diucapkannya sore tadi. Aku masih menyukaimu, Kim Soojin. Dan rasa bersalah itu kembali menghantuinya.
“Ah, aku tak sengaja bertemu dengannya di taman bermain. Dia seniorku dulu saat les musik.”
“Bohong,” tuduh Jungkook begitu saja. Soojin langsung melayangkan tatapan protes. “Kau yakin itu hanya ketidaksengajaan? Kau yakin ia tidak datang untuk sengaja mencarimu?”
“Memang kenapa jika ia mencariku?” Soojin menatap Jungkook tajam, begitupula laki-laki itu. “Apa itu salahku? Setidaknya ada seseorang yang bisa menemaniku saat orang yang aku butuhkan entah kemana. Setidaknya ada yang bisa mendengarkan ceritaku dan berkata bahwa aku telah melakukan yang terbaik, bahwa masih ada banyak kesempatan untukku kedepan−“ Soojin mengambil napas, emosinya telah memuncak.
“−setidaknya, orang itu tidak mengacuhkanku.”
Jungkook tertohok. Ia tak menyangka bahwa sikapnya selama ini ditangkap seperti itu oleh Soojin. Tapi Jungkook merasa bahwa itu bukan kesalahannya, ia memiliki pembelaan akan itu. “Ku pikir selama ini kau bisa mengerti bahwa aku juga memiliki dunia ku sendiri. Kita mempunyai kesibukan masing-masing dan tidak semuanya harus kita lakukan bersama.”
“Aku selalu mencoba mengerti itu, Kook! Meskipun aku sangat merindukanmu tetapi aku selalu sabar menunggu!” Air mata itu sudah bergumul di kelopak matanya. Soojin merasa begitu sakit mendengar ucapan laki-laki itu. Apa selama ini kehadirannya hanya menganggu Jungkook? Soojin merasa bahwa ia sama sekali tak diinginkan. “Tapi… tak bisakah kau ada disaat aku membutuhkanmu?”
Tangis Soojin pecah sudah. Air matanya mengalir cepat seiring dengan isakkan yang ia keluarkan. Akhirnya Soojin menangis, tapi ini bukan seperti yang ia harapkan. Tidak dengan alasan ia menangis, tidak pula dengan Jungkook yang hanya mampu terdiam tanpa sua. Cukup, cukup sudah. Soojin tidak bisa menangis seperti ini di hadapan Jungkook. Seharusnya ia tak mengemis pada laki-laki itu untuk memperhatikannya.
Dengan sembarang ia menghapus air mata itu. Soojin tak peduli betapa buruk penampilannya sekarang. Toh, itu tidak akan mencuri sedikit pun perhatian dari Jungkook. Bermodal tenaga yang tersisa, Soojin menatap lekat-lekat mata Jungkook sebelum langkahnya membawa ia pergi.
“Salahku telah berharap banyak padamu, Kook.”
.
.
.

END

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Oneshot] Brother and Sister Complex

  Title: Brother and Sister Complex Author: Na n aJji (@nana.novita) Length: Oneshot Genre: Romance, family, friendship Main Casts: Kim Myung Soo (INFINITE) || Kim Soo Jin (OC) Rating: PG-15 Summary: Seperti sebuah napza. Berawal dari sebuah kebersamaan, hingga akhirnya membuatnya menjadi candu.

[Vignette] Biscuit

Title: BISCUIT Scriptwriter: NanaJji (@nana.novita) Cast(s): Oh Sehun [EXO] || Kim Soojin [OC] || Kim Jongin [EXO] Genre: Comedy. Friendship. Duration: Vignette Rating: G Summary: Haruskah ia memberitahu Soojin tentang apa yang ingin ia beli? . “ Oppa sungguh ingin membeli itu?” tanya Soojin tak percaya. Sehun hanya dapat mengangguk dengan polos. . . .