Title:
Goodbye
Scriptwriter:
NanaJji (@nana.novita)
Cast(s):
Jeon Jungkook [BTS] || Kim Soojin
[OC] || Kim Taehyung [BTS] || Jeon Wonwoo [Seventeen] || Kim Yugyeom [GOT7]
Genre:
Hurt. Friendship. Family.
Duration:
Vignette
Rating:
Teen
nb: kalau bisa baca cerita ini dulu yaaaa Traumatic
Summary:
Dia
pergi karena bukan ia orangnya.
Akan
ada seseorang yang tepat untuk datang selanjutnya.
.
.
.
Alunan lagu yang bersemangat itu menggema memenuhi
ruangan, gerakan-gerakan tubuh Jungkook pun berusaha untuk mengikuti alunan
musik itu, tetapi nyatanya sekeras apapun ia mencoba, fokusnya tak berada
disana. Suara musik yang berasal dari tape
kecil di pojok ruangan langsung terhenti, Jungkook terdiam kaku di tengah
ruangan sambil menatap pantulan dirinya di cermin besar di ruangan itu.
“Ya! Wae
geurae?” Yugyeom merangkul bahu Jungkook dengan bersahabat. “Apa yang
sedang kau pikirkan, hm? Ceritalah, kau selalu saja seperti itu.” Sebagai
sahabat Yugyeom sudah hapal betul tingkah Jungkook. Ia selalu menyimpan
masalahnya sendiri dan dengan sendiri pula berusaha untuk menyelesaikannya.
“Entahlah, Yugyeom-ah. Aku sedang tidak ingin latihan.” Tak menghiraukan ucapan
Yugyeom, Jungkook melangkah ke pojok ruangan untuk mengambil tasnya lalu
melenggang ke luar ruang. Yugyeom yang tak mengerti hanya bisa mengendikkan
bahu lalu menyusul sahabatnya itu.
“Jungkook-ah,
kalau kau seperti ini terus, bagaimana kita bisa tampil dalam acara ulang tahun
kampus nanti? Kau tahu, saingan kita sangat berat.” Yugyeom menunjuk kearah
taman, dimana dua orang dengan wajah tampan dan tinggi semampai sedang duduk
disana. “Kau lihat itu? Kim Jongin dan Oh Sehun, siapa yang tak mengenal
kemampuan dance kedua sunbae itu?
Kudengar mereka selalu lolos seleksi dari tahun ke tahun.”
Jungkook langsung menghentikan langkahnya. Dengan
senyuman yang mengembang Yugyeom merasa sudah berhasil membujuk temannya itu
untuk kembali latihan. Tapi sebenarnya, Yugyeom tak sehebat itu untuk merubah
keputusan Jungkook. “Siapa kau bilang tadi?” tanya Jungkook seketika.
“Siapa? Siapa, siapa maksudmu?” tanya Yugyeom
bingung, sama sekali tak mengerti apa maksud pertanyaan Jungkook.
“Siapa yang kau bilang sebagai saingan kita? Siapa
nama sunbae itu?” Jungkook langsung
saja menunjuk ke bangku taman yang tadi sempat Yugyeom bicarakan. Dua orang itu
masih duduk berbincang disana dengan beberapa gadis. Mereka tampak begitu
hanyut hingga tertawa lepas.
“Kim Jongin? Oh Sehun?” ujar Yugyeom ragu. Memangnya
ada yang aneh dengan nama mereka. Seharusnya bukan itu yang Jungkook khawatirkan,
tapi kemampuan dance mereka, bukan
nama mereka. Yugyeom membatin dengan kesal.
“Oh Sehun katamu?” Yugyeom mengangguk polos. “Sunbae kita?” Lagi-lagi Yugyeom hanya
mengangguk. “Orang dengan kulit putih susu atau kecokelatan yang kau maksud?”
Yugyeom kembali memperhatikan dua orang itu demi
memastikan bahwa kulit mereka belumlah berubah. “Putih susu,” jawab Yugyeom
singkat dan sebuah tepukan segera berlabuh di bahunya.
“Oke, terima kasih.”
Setelahnya Jungkook langsung berlari entah kemana,
meninggalkan Yugyeom dengan wajah polos kebingungannya. Mencoba untuk tetap
berpikir positif. “Mungkin Jungkook takut
pada Oh Sehun dan segera berlatih dance
dengan sendirinya.”
.
.
.
Mungkin suasana malam itu sangat mendukung untuk
laki-laki itu duduk termenung di taman belakang rumahnya atau hanya suasana
hatinya saja yang membuatnya begitu termenung dan berpikir. Pantas nama itu
terasa tidak asing. Oh Sehun, sunbaenim-nya
di kampus. Dan laki-laki itu kah yang menyakiti Soojin?
“Mwoya?
Tidak biasanya kau duduk sendiri sambil melamun seperti ini.” Wonwoo
menghampiri adiknya, meski ia menganggap Jungkook seperti kembarannya karena
usia mereka hanya terpaut satu tahun. Jungkook menoleh, menemukan Wonwoo yang
sudah duduk di sebelahnya dengan mulut menguap. “Ah, kenapa hari ini aku cepat
sekali mengantuk?”
“Hyung,
kau baru saja bangun sore tadi setelah tidur dari tengah hari, dan kau masih
mengantuk?” Jungkook sungguh tidak mengerti dengan kakaknya. “Aku bahkan tidak
dapat tidur seharian ini.”
Sekali lagi Wonwoo menguap dengan sangat puas,
berusaha untuk membuatnya sebagai yang terakhir sebelum ia ingin berbicara
panjang dengan Jungkook. “Itu yang aku herankan. Ada apa denganmu? Ku lihat
seharian ini kau di rumah, tidak biasanya kau tidak tidur seperti itu?
Kebiasaan tidurmu bahkan lebih parah dariku.”
Jungkook terdiam. Ia juga tidak mengerti. Biasanya
jika hari libur seperti ini ia akan tidur seharian, tapi apa yang ia lakukan
sedaritadi? Hanya diam tidak jelas, mendengarkan lagu, dan ya, memikirkan
Soojin. Arght! Jungkook tidak
mengerti apa yang terjadi padanya.
“Hyung,
aku punya cerita.” Wonwoo mengangguk pelan sambil menggumam tanda ia
mendengarkan Jungkook. Laki-laki itu membenarkan duduknya untuk siap mendengar
cerita Jungkook yang mungkin saja akan menjadi panjang. “A-aku punya seorang
teman yang menyukai seorang gadis, tapi gadis itu menyukai laki-laki lain.
Sementara laki-laki itu bahkan telah menyakitinya. Menurutmu apa yang harus
dilakukan temanku?”
“Gadis itu adik Taehyung sunbae?” Jungkook langsung terkejut. Bagaimana kakaknya itu bisa
tahu? Ia hanya menatap kakaknya dalam anggukkan kecil. “Siapa namanya? Aku
lupa. Yoojin? Soojin? Ah, ya! Soojin!”
Lagi-lagi Jungkook hanya mampu mengangguk. Ia masih
heran. “Hyung, darimana kau tahu
kalau gadis itu adalah Soojin?”
Kali ini Wonwoo tertawa. Ia tidak pernah tahu jika
adiknya bisa selucu ini. “Kau bertanya darimana aku tahu? Ayolah Jeon Jungkook,
beberapa hari ini kau selalu membicarakannya, bagaimana aku bisa lupa?”
Jungkook mengernyitkan alisnya. Iyakah? Apa sesering
itu ia membicarakan Soojin dengan Wonwoo? Jungkook tak pernah menyadarinya.
“Ah, sudahlah. Sebelum aku tertidur disini, aku mau
pergi ke kamar. Oh ya, besok kau temani aku ke rumah Taehyung sunbae. Ada urusan yang harus aku
lakukan dengannya.” Kalimat penutup yang seperti perintah itu mengakhiri
percakapan dua bersaudara itu. Tapi tampaknya Jungkook merasa bahwa semuanya
belum berakhir.
“Hyung!! Wae? Ada urusan apa kau dengannya?
Kenapa aku harus ikut?!!!” Jungkook berteriak seiring dengan langkah Wonwoo
yang semakin menjauh. Tapi bukan jawaban yang ia dapatkan, melainkan hanya
lambaian tangan dari Wonwoo yang kemudian menghilang menaiki tangga.
.
.
.
“Hyung,
aku tidak tahu kau sedekat itu dengan Taehyung sunbae,” ujar Jungkook sambil memperhatikan ke sekeliling rumah
itu. Rumahnya cukup besar dan nyaman dengan dua lantai, desainnya minimalis,
dan ada taman depan dan belakang yang membuat suasananya menjadi sangat asri.
“Oh, Jungkook-ah,
kau juga ikut rupanya,” sapa Taehyung sambil menuruni tangga lalu menyapa
mereka di ruang tamu. “Maaf jadi merepotkanmu Wonwoo-ya. Aku sungguh butuh bantuanmmu untuk tugas desainku kali ini.”
Raut wajah Taehyung langsung tampak serius. Ia membicarakan ini dan itu kepada
Wonwoo dan Jungkook sama sekali tidak mengerti. Maklumlah, ia tidak mengambil
jurusan desain interior seperti kedua orang itu, apalah ia yang hanya mampu
mengambil seni pertunjukkan.
“Jadi, bagaimana rencanamu, hyung? Kurasa ini akan memakan waktu yang lama.” Jungkook pikir ini
memang masalah yang serius setelah ia mendengar ucapan Wonwoo dan kerutan di
atas dahinya. “Aku perlu melihat desain awalmu, hyung.” Dan Jungkook mulai bosan. Kalau begini caranya, kata-kata
Wonwoo kemarin salah. Seharusnya ia bukan mengatakan ‘menemani’ tetapi
‘menunggui’.
“Baiklah, kalau begitu kita ke kamarku. Desainnya
ada disana, dan yah, sebagian ideku
juga, dan inspirasiku. Arght! Aku
benar-benar pusing, Wonwoo-ya,” ujar
Taehyung tampak begitu frustasi. Wonwoo dan Jungkook pun akhirnya berdiri untuk
mengikuti Taehyung, tapi baru satu anak tangga yang mereka injak, Taehyung
langsung membalikkan badannya. “Oh, Jungkook-ah, bisakah kau diam disini saja? Kita benar-benar butuh
konsentrasi. Kau bisa menyalakan TV atau memainkan video game-ku. Orang tuaku sedang pergi ke Tiongkok untuk urusan
bisnis, jadi kau jangan khawatir. Anggap seperti rumahmu sendiri, arra?”
Lagi-lagi Jungkook harus ditinggalkan dengan
kebingungan seperti ini. Ia masih berdiri di anak tangga terbawah sementara
kakaknya dan Taehyung sudah hilang dari pandangannya. Meskipun tidak ada
siapa-siapa dan ia telah mengenal Taehyung cukup lama, bagi Jungkook tidak
semudah itu untuk menganggap rumah itu sebagai rumahnya sendiri. Lagipula, itu
pertama kali ia datang ke rumah itu. Ck,
hari minggu macam apa ini? Kalau saja Jungkook tahu akhirnya akan seperti ini,
ia lebih baik menghabiskan hari minggunya di rumah dengan tidur sepanjang hari.
Kakaknya itu menyebalkan juga ternyata.
Jadi, apa yang harus Jungkook lakukan? Kembali ia
meneliti seisi ruang tamu itu sambil duduk kaku di sofa. Ia memperhatikan TV
besar yang ada di hadapannya. Ia tidak sedang dalam mood untuk bermain video
games meski selengkap apapun koleksi dari seorang Kim Taehyung, apalagi
hanya sendiri, dan tanpa partner
seperti ini. Apa ia berkeliling saja? Ke taman belakang yang kelihatannya lebih
luas di bandingkan dengan taman depannya? Melihat tanaman-tanaman kecil dengan
bunga yang sedang mekar atau sedikit merendam kakinya di pinggiran kolam
renang? Mungkin bukan suatu ide yang buruk.
Jungkook melangkah menuju tempat duduk di pinggiran
kolam dan mendapati bahwa salah satu bangkunya tidak kosong. Meskipun tak
tampak seseorang duduk disana, tapi terlihat dari adanya piring berisi cookies dan segelas orange juice di atas meja, tak lupa juga dengan sebuah laptop yang
sangat Jungkook kenal. Kim Soojin pemiliknya.
Laki-laki itu duduk di bangku lalu menatap layar
laptop yang terbuka lebar. Ia ingin sekali membaca tulisan disana, tapi
mengingat kejadian hari kemarin, masih bisakah ia membacanya? Tapi sungguh
Jungkook sangat penasaran. Ia ingat bagaimana beberapa hari lalu ia selalu
memikirkan ini dan sekarang jawabannya sudah di depan mata, ia tak bisa
mencegah matanya lagi untuk tidak membaca tulisan disana.
Setelah
kupikir-pikir, mungkin aku tidak sungguh-sungguh menyukainya. Lalu pertanyaannya,
mengapa aku menangis? Kurasa aku kecewa, aku marah, dan tersakiti. Aku merasa
semua itu tidak adil. Ia tidak seharusnya melakukan itu padaku. Ya, kurasa itu
hanyalah rasa kecewa, bukan rasa suka. Jika boleh ku analogikan, ini seperti
suatu “rasa” yang timbul ketika kau sedang duduk sendiri di sebuah taman yang
sangat ramai, sementara kau tidak mengenal satupun orang disana, lalu seseorang
menghampiri dan menyapamu dengan ramah. Ya, rasa senang seperti itu yang
kurasakan pada Oh Sehun. Dia hanya datang untuk menyapaku lalu pergi. Dan aku
hanya merasa senang ketika seseorang datang di saat aku membutuhkannya. Hanya
perasaan senang, tidak lebih.
Tapi lebih dari
itu, aku merasa sangat bersalah pada Jungkook akibat kejadian kemarin. Kuakui
aku memang sedang sedih, tapi perlakuanku padanya sudah sangat berlebihan.
Mungkin lain kali aku perlu meminta maaf padanya. Tapi aku sama sekali tidak
tahu kapan dan bagaimana, biar saja waktu yang mengaturnya.
Jungkook benar-benar terdiam setelah membaca tulisan
itu. Jadi Soojin sudah bisa melupakan Oh Sehun? Apa Jungkook tidak salah baca?
Soojin tidak menyukai Oh Sehun? Entah kenapa sebuah senyum terukir di bibir
Jungkook. Ia tidak tahu, mengapa tiba-tiba ia merasa senang.
“Hm!” Sampai sebuah deheman menyadarkan Jungkook. Di
sebelahnya, si pemilik laptop sudah berdiri sambil menatapnya dengan tatapan
yang−ah, entah kenapa Jungkook tidak bisa mengartikannya.
“Ah! Soo… Soojin-ah,
ma-maaf, aku sangat penasaran, aku, aku, maafkan aku,” ujar Jungkook dengan
sangat frustasi. Hanya berharap Soojin tidak marah, meskipun ia tahu gadis itu
memang seharusnya marah.
Tetapi, sama sekali tidak seperti bayangan Jungkook,
gadis itu malah tertawa kecil. Jungkook menatap gadis itu heran. “Gwenchana
Jungkook-ah,” ujarnya lembut sambil
duduk di bangku sebelah Jungkook.
“Kau tidak marah?” tanya Jungkook masih dengan wajah
keheranannya. Soojin menoleh dan memberikan senyumnya pada Jungkook lalu
menggeleng.
“Kau membaca tulisan itu kan?” Jungkook mengangguk.
“Seharusnya kau tahu bahwa aku tidak akan marah. Aku… aku seharusnya minta maaf
padamu. Seperti yang tertulis disana, maafkan aku. Aku sungguh tidak bisa
mengontrol emosiku saat itu…” Jungkook tersenyum, tapi semakin lama senyum itu
berubah menjadi tawa kecil. “Ya! Kenapa
kau tertawa? Aku serius meminta maaf padamu.”
Masih berusaha untuk mengontrol tawanya, Jungkook
mencoba menatap wajah Soojin. “Aku hanya membayangkan wajah marahmu kemarin dan
sekarang kau dengan wajah seperti itu meminta maaf padaku. Itu tampak lucu,”
ujar Jungkook masih dengan menahan tawa.
“Ya!! Jeon
Jungkook! Kalau begitu, yasudah, aku tarik lagi permintaan maafku!” geram
Soojin sambil menarik laptopnya dari hadapan Jungkook. Bukannya semakin diam,
tawa Jungkook malah semakin keras. Usahanya untuk menggoda Soojin berhasil.
“Oh, oh! Lihat! Wajahmu sekarang persis seperti saat
kau marah kemarin. Menakutkan…” Soojin langsung menoleh dengan tatapan tajam,
gigi atas dan bawahnya mengatup dengan kuat, ia siap untuk memborbardir
Jungkook dengan ceramah.
Melihat sinyal negatif dari lawan bicaranya,
Jungkook memegang pinggiran kursi, bersiap untuk lari. “Ya!! Jeon Jungkook, awas kau!!”
Dan pada akhirnya mereka saling mengejar,
mengelilingi taman belakang itu di bawah panas terik matahari. Tetapi
untungnya, rumah Kim di desain sedemikian rupa untuk meminimalisir resiko tersebut.
Mereka cukup beruntung.
Dalam lari kecilnya, Jungkook menoleh ke belakang.
Laki-laki itu tersenyum simpul. “Meskipun
kau tidak memintanya, aku akan selalu bisa memaafkanmu, Kim Soojin.”
.
.
.
END
Komentar
Posting Komentar